Biden Merapat ke Arab Saudi Bikin Harga Minyak Dunia Merangkak
Jum'at, 15 Juli 2022 - 11:14 WIB
JAKARTA - Harga minyak mentah dunia mengalami kenaikan pada perdagangan Jumat (15/7), menjelang pertemuan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden ke Arab Saudi . Data bursa Intercontinental Exchange (ICE), hingga pukul 09:58 WIB, harga Brent untuk kontrak September 2022 tumbuh 1,11% di USD100,20 per barel.
Sedangkan West Texas Intermediate (WTI) di New York Mercantile Exchange (NYMEX) untuk pengiriman September naik 0,87% di USD93,68 per barel, meskipun dalam lima hari terakhir masih anjlok 7,61%.
Sebelumnya Reuters mengabarkan, bahwa Biden menginginkan agar negara-negara teluk dapat memompa produksi minyak lebih banyak demi mengisi gap persediaan yang ketat di pasaran. Langkah ini dinilai dapat menekan harga minyak mentah bagi AS dan Eropa ketika pasokan dari Rusia terputus akibat sanksi barat.
Namun, kapasitas cadangan OPEC dikabarkan hampir habis. Sebagian besar produsen telah memproduksi minyak dengan kapasitas maksimum. Analis mencatat bahwa tidak ada harapan bahwa harga minyak akan turun secara langsung saat kunjungan Biden ke Timur Tengah.
“Saya tidak berharap karena alasan diplomatik bahwa Biden melangkah keluar dari sana lalu berkata akan ada lebih banyak produksi minyak. Itu akan terlalu kasar bagi AS untuk bertanya dan terlalu terang-terangan bagi Saudi," kata David Goldwyn, kepala Dewan Penasihat Energi Pusat Energi Global, dilansir Politico, Jumat (15/7/2022).
Sebaliknya, Goldwyn melihat kunjungan Biden sebagai upaya untuk meneguhkan kesepakatan de facto yang telah dibuat OPEC dan sekutunya pada bulan Juni lalu untuk meningkatkan produksi minyak lebih cepat dari yang direncanakan semula.
Anggota kelompok penghasil minyak mengumumkan pada saat itu bahwa mereka akan meningkatkan produksi kolektif sebesar 648.000 barel per hari pada bulan Juli dan Agustus. Namun, sejauh ini OPEC telah gagal memenuhi kuota mereka.
Hal tersebut memicu spekulasi bahwa Arab Saudi dan OPEC secara umum mungkin tidak memiliki kapasitas produksi minyak yang menganggur sebanyak yang diperkirakan semula. Selain hal itu, pasar komoditas minyak juga masih merasakan ketidakpastian terhadap langkah Federal Reserve atau The Fed dalam menaikkan suku bunga pada akhir bulan ini.
Para pejabat The Fed yang dinilai paling hawkish terhadap pasar, pada hari Kamis mengatakan, mereka lebih menyukai kenaikan suku bunga 75 basis poin, setelah sebelumnya muncul perkiraan ada peluang kenaikan 100 basis poin, menyusul lonjakan inflasi AS periode Juni sebesar 9,1%.
Kenaikan suku bunga Fed diperkirakan akan mengikuti langkah serupa oleh Bank of Canada, yang mengejutkan pasar pada Rabu (13/7) kemarin dengan menaikkan 100 basis poin.
Sedangkan West Texas Intermediate (WTI) di New York Mercantile Exchange (NYMEX) untuk pengiriman September naik 0,87% di USD93,68 per barel, meskipun dalam lima hari terakhir masih anjlok 7,61%.
Sebelumnya Reuters mengabarkan, bahwa Biden menginginkan agar negara-negara teluk dapat memompa produksi minyak lebih banyak demi mengisi gap persediaan yang ketat di pasaran. Langkah ini dinilai dapat menekan harga minyak mentah bagi AS dan Eropa ketika pasokan dari Rusia terputus akibat sanksi barat.
Namun, kapasitas cadangan OPEC dikabarkan hampir habis. Sebagian besar produsen telah memproduksi minyak dengan kapasitas maksimum. Analis mencatat bahwa tidak ada harapan bahwa harga minyak akan turun secara langsung saat kunjungan Biden ke Timur Tengah.
“Saya tidak berharap karena alasan diplomatik bahwa Biden melangkah keluar dari sana lalu berkata akan ada lebih banyak produksi minyak. Itu akan terlalu kasar bagi AS untuk bertanya dan terlalu terang-terangan bagi Saudi," kata David Goldwyn, kepala Dewan Penasihat Energi Pusat Energi Global, dilansir Politico, Jumat (15/7/2022).
Sebaliknya, Goldwyn melihat kunjungan Biden sebagai upaya untuk meneguhkan kesepakatan de facto yang telah dibuat OPEC dan sekutunya pada bulan Juni lalu untuk meningkatkan produksi minyak lebih cepat dari yang direncanakan semula.
Anggota kelompok penghasil minyak mengumumkan pada saat itu bahwa mereka akan meningkatkan produksi kolektif sebesar 648.000 barel per hari pada bulan Juli dan Agustus. Namun, sejauh ini OPEC telah gagal memenuhi kuota mereka.
Hal tersebut memicu spekulasi bahwa Arab Saudi dan OPEC secara umum mungkin tidak memiliki kapasitas produksi minyak yang menganggur sebanyak yang diperkirakan semula. Selain hal itu, pasar komoditas minyak juga masih merasakan ketidakpastian terhadap langkah Federal Reserve atau The Fed dalam menaikkan suku bunga pada akhir bulan ini.
Para pejabat The Fed yang dinilai paling hawkish terhadap pasar, pada hari Kamis mengatakan, mereka lebih menyukai kenaikan suku bunga 75 basis poin, setelah sebelumnya muncul perkiraan ada peluang kenaikan 100 basis poin, menyusul lonjakan inflasi AS periode Juni sebesar 9,1%.
Kenaikan suku bunga Fed diperkirakan akan mengikuti langkah serupa oleh Bank of Canada, yang mengejutkan pasar pada Rabu (13/7) kemarin dengan menaikkan 100 basis poin.
(akr)
tulis komentar anda