Surutnya Pendanaan Batu bara, Perpanjangan Perusahaan PKP2B Harus Dievaluasi
Senin, 18 Juli 2022 - 06:50 WIB
Peneliti dan Manajer Program Trend Asia, Andri Prasetiyo mengemukakan, dengan penguatan komitmen iklim dan gelombang percepatan transisi energi di banyak negara membawa konsekuensi di mana banyak bank yang mulai menarik diri dari pendanaan batubara.
Sehingga saat ini, perusahaan pemegang PKP2B yang sedang dalam proses memperpanjang izin operasi mengalami banyak hambatan. Prosesnya tidak akan berjalan dengan mulus terutama akibat tekanan dari sisi pasar dan masyarakat.
“Kondisi akan semakin sulit karena ke depan akan ada relasi yang timpang. Industri batubara butuh dukungan dari lembaga finansial, tetapi lembaga finansial tidak lagi membutuhkan sektor ini karena pertimbangan risiko bisnis dan reputasi jika tetap mendanai sektor batubara,” ujarnya.
Pinjaman ke perusahaan batu bara melanggar komitmen penghapusan batu bara dari bank Adaro telah memproduksi 54 juta ton batu bara pada 2021 dan berencana untuk meningkatkan produksi batubaranya menjadi 60 juta ton pada 2022. Adaro tidak memiliki rencana dengan metrik dan target yang jelas untuk mengurangi ketergantungannya terhadap batu bara.
Itu berarti Adaro berada di jalur yang tidak sesuai dengan standar Net Zero Emisi 2050 oleh International Energy Agency (IEA) yang menyatakan tidak boleh ada tambang batu bara baru setelah tahun 2021.
Perwakilan Standard Chartered menegaskan, bahwa berdasarkan Power Generation Position Statement maka, Standard Chartered tidak dapat lagi mendukung PT Adaro Indonesia Tbk. karena perusahaan 100% bergantung pada bisnis batu bara termal.
Kebijakan Standard Chartered juga menyatakan bahwa pada 2024, Standard Chartered hanya akan memberikan pinjaman kepada perusahaan batu bara yang memperoleh kurang dari 80% pendapatannya dari batu bara, yang secara alami mengecualikan Adaro karena memperoleh 96% pendapatan dari batu bara pada 2021 tanpa rencana pengurangan.
Risiko transisi mendorong bank untuk meninggalkan batu bara Aset batubara memiliki profil risiko tinggi. Risiko tersebut termasuk penurunan pasar batu bara dalam jangka menengah dan panjang. Sebuah studi dari Australian National University (ANU) memprediksi ekspor batubara China akan menyusut 49% pada 2025 dari kebijakan dekarbonisasinya. Sebesar 45% ekspor batu bara Indonesia dibeli oleh China pada 2021.
“Industri batubara saat ini memang sedang dalam fase panen keuntungan karena harga komoditas yang sedang tinggi akibat pengaruh dinamika geopolitik global. Namun, nasib baik dan masa depan industry batubara diprediksi tidak mampu bertahan lama," terangnya.
Sehingga saat ini, perusahaan pemegang PKP2B yang sedang dalam proses memperpanjang izin operasi mengalami banyak hambatan. Prosesnya tidak akan berjalan dengan mulus terutama akibat tekanan dari sisi pasar dan masyarakat.
“Kondisi akan semakin sulit karena ke depan akan ada relasi yang timpang. Industri batubara butuh dukungan dari lembaga finansial, tetapi lembaga finansial tidak lagi membutuhkan sektor ini karena pertimbangan risiko bisnis dan reputasi jika tetap mendanai sektor batubara,” ujarnya.
Pinjaman ke perusahaan batu bara melanggar komitmen penghapusan batu bara dari bank Adaro telah memproduksi 54 juta ton batu bara pada 2021 dan berencana untuk meningkatkan produksi batubaranya menjadi 60 juta ton pada 2022. Adaro tidak memiliki rencana dengan metrik dan target yang jelas untuk mengurangi ketergantungannya terhadap batu bara.
Itu berarti Adaro berada di jalur yang tidak sesuai dengan standar Net Zero Emisi 2050 oleh International Energy Agency (IEA) yang menyatakan tidak boleh ada tambang batu bara baru setelah tahun 2021.
Perwakilan Standard Chartered menegaskan, bahwa berdasarkan Power Generation Position Statement maka, Standard Chartered tidak dapat lagi mendukung PT Adaro Indonesia Tbk. karena perusahaan 100% bergantung pada bisnis batu bara termal.
Kebijakan Standard Chartered juga menyatakan bahwa pada 2024, Standard Chartered hanya akan memberikan pinjaman kepada perusahaan batu bara yang memperoleh kurang dari 80% pendapatannya dari batu bara, yang secara alami mengecualikan Adaro karena memperoleh 96% pendapatan dari batu bara pada 2021 tanpa rencana pengurangan.
Baca Juga
Risiko transisi mendorong bank untuk meninggalkan batu bara Aset batubara memiliki profil risiko tinggi. Risiko tersebut termasuk penurunan pasar batu bara dalam jangka menengah dan panjang. Sebuah studi dari Australian National University (ANU) memprediksi ekspor batubara China akan menyusut 49% pada 2025 dari kebijakan dekarbonisasinya. Sebesar 45% ekspor batu bara Indonesia dibeli oleh China pada 2021.
“Industri batubara saat ini memang sedang dalam fase panen keuntungan karena harga komoditas yang sedang tinggi akibat pengaruh dinamika geopolitik global. Namun, nasib baik dan masa depan industry batubara diprediksi tidak mampu bertahan lama," terangnya.
Lihat Juga :
tulis komentar anda