BI Tahan Suku Bunga Acuan, Ekonom: Sentimen Pasar Kian Sulit Dikendalikan
Kamis, 21 Juli 2022 - 19:09 WIB
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) memutuskan kembali mempertahankan besaran bunga acuan di level 3,5%. Sesaat setelah kebijakan tersebut dibuat, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tampak berkurang pelemahannya, sementara Rupiah terpantau melemah.
Rupiah diperdagangkan pada kisaran Rp15.034 per dolar AS, sementara IHSG justru hanya ditutup melemah 0,15% di level 6.864,13.
Pengamat Ekonomi Gunawan Benjamin mengatakan, kebijakan BI memang pada dasarnya akan membuat pertumbuhan ekonomi terjaga. Namun ada sisi lain yang mengancam, yakni kemungkinan kenaikan bunga acuan Bank Sentral AS atau The Fed yang akan diputuskan pada pekan depan.
"Ekspektasi tersebut perlu dipelihara, mengingat sangat berpeluang menekan kinerja mata uang Rupiah maupun IHSG," ujarnya, Kamis (21/7/2022).
Hal yang perlu diwaspadai, kata Gunawan, adalah potensi inflasi akibat pelemahan mata uang Rupiah. Sementara itu, kenaikan harga sejumlah komoditas unggulan Tanah Air seperti mineral tambang dan minyak nabati memang masih berpeluang menyumbang devisa.
"Di mana devisa tersebut yang nantinya bisa diperuntukan untuk menahan laju pelemahan mata uang Rupiah," jelasnya.
Gunawan menyebut pelaku pasar akan lebih berhati-hati lagi serta mewaspadai kemungkinan terjadinya tekanan lanjutan. Pasalnya, setelah BI mempertahankan besaran bunga acuan, tekanan di pasar keuangan akan berlanjut. Ditambah lagi pada pekan depan The Fed diperkirakan akan menaikkan besaran bunga acuannya.
"Sejauh ini, saya melihat tekanan di pasar keuangan akan membesar pada pekan depan. Meskipun Rupiah yang di Rp15.000-an per dolar AS menurut hemat saya masih dalam posisi yang aman, namun sentimen pasar ke depan semakin sulit untuk dikendalikan. Terlebih sentimen eksternal yang dipicu oleh kenaikan bunga acuan Bank Sentral AS," urainya.
Rupiah diperdagangkan pada kisaran Rp15.034 per dolar AS, sementara IHSG justru hanya ditutup melemah 0,15% di level 6.864,13.
Pengamat Ekonomi Gunawan Benjamin mengatakan, kebijakan BI memang pada dasarnya akan membuat pertumbuhan ekonomi terjaga. Namun ada sisi lain yang mengancam, yakni kemungkinan kenaikan bunga acuan Bank Sentral AS atau The Fed yang akan diputuskan pada pekan depan.
"Ekspektasi tersebut perlu dipelihara, mengingat sangat berpeluang menekan kinerja mata uang Rupiah maupun IHSG," ujarnya, Kamis (21/7/2022).
Hal yang perlu diwaspadai, kata Gunawan, adalah potensi inflasi akibat pelemahan mata uang Rupiah. Sementara itu, kenaikan harga sejumlah komoditas unggulan Tanah Air seperti mineral tambang dan minyak nabati memang masih berpeluang menyumbang devisa.
"Di mana devisa tersebut yang nantinya bisa diperuntukan untuk menahan laju pelemahan mata uang Rupiah," jelasnya.
Gunawan menyebut pelaku pasar akan lebih berhati-hati lagi serta mewaspadai kemungkinan terjadinya tekanan lanjutan. Pasalnya, setelah BI mempertahankan besaran bunga acuan, tekanan di pasar keuangan akan berlanjut. Ditambah lagi pada pekan depan The Fed diperkirakan akan menaikkan besaran bunga acuannya.
"Sejauh ini, saya melihat tekanan di pasar keuangan akan membesar pada pekan depan. Meskipun Rupiah yang di Rp15.000-an per dolar AS menurut hemat saya masih dalam posisi yang aman, namun sentimen pasar ke depan semakin sulit untuk dikendalikan. Terlebih sentimen eksternal yang dipicu oleh kenaikan bunga acuan Bank Sentral AS," urainya.
tulis komentar anda