YLKI Sentil Kepala Daerah yang Naikkan HET Elpiji 3 Kg
Sabtu, 30 Juli 2022 - 18:10 WIB
JAKARTA - Sejumlah kabupaten/kota di Jawa Barat ditengarai telah menaikkan harga eceran tertinggi ( HET ) gas LPG bersubsidi kemasan 3 kilogram (kg). Kebijakan tersebut menjadi perhatian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan pengamat kebijakan publik lainnya.
"Sampai detik ini, harga LPG 3 kg bersubsidi masih tetap, belum ada kenaikan oleh pemerintah. Tapi di lapangan terjadi kenaikan HET oleh pemerintah daerah, dengan alasan untuk menutup biaya transportasi," ungkap Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (30/7/2022).
Tulus pun mempertanyakan kebijakan pemerintah daerah tersebut. Jika mengacu pada kondisi terdahulu dimana keberadaan Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji (SPBE) yang masih sangat minim, kata dia, kebijakan lokal HET masih bisa dimengerti. Jarak antara agen dengan SPBE, atau pangkalan yang jauh, menjadikan penetapan HET oleh pemda menjadi rasional.
"Tapi saat ini di masing masing daerah keberadaan SPBE sudah cukup banyak, sehingga jarak antara SPBE dengan agen dan pangkalan semakin dekat. Jadi harusnya tidak ada lagi alasan bagi pemda untuk menaikkan HET LPG 3 kg secara sepihak," tandasnya.
Tulus menilai, jika kenaikan HET LPG 3 kg oleh daerah terus terjadi tanpa kontrol dan persetujuan pemerintah pusat, maka konsumen yang akan menjadi korban. "Padahal biaya pokok per kg-nya, belum ada kenaikan. Bahkan pemerintah menjamin tidak ada kenaikan harga gas LPG 3 kg untuk 2022 ini," cetusnya.
Karena itu, Tulus menyarankan agar kebijakan menaikkan HET LPG 3 kg dikembalikan kepada pemerintah pusat, melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) atau bahkan oleh presiden langsung.
Senada dengannya, Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik Sofyano Zakaria mendorong menteri ESDM dan menteri dalam negeri segera membuat keputusan agar penetapan HET LPG 3 kg bersubsidi dikemmbalikan ke pemerintah pusat.
"LPG 3 kg ini adalah barang yang disubsidi oleh negara, jika terjadi masalah akibat kenaikan harga jualnya, dampaknya akan ke pemerintah pusat," ujarnya.
Sofyano menambahkan, alasan bahwa HET belum pernah dikoreksi tidak dapat dijadikan alasan kepala daerah untuk menaikkan harga. Sepanjang pemerintah pusat atau presiden tidak mengoreksi harga jual LPG bersubsidi, imbuh dia, seharusnya pemerintah daerah tidak membuat keputusan yang berbeda.
"Karena ini adalah bahan bakar yang disubsidi negara, jadi kewenangan terkait harganya juga ada di pemerintah pusat," tandasnya.
"Sampai detik ini, harga LPG 3 kg bersubsidi masih tetap, belum ada kenaikan oleh pemerintah. Tapi di lapangan terjadi kenaikan HET oleh pemerintah daerah, dengan alasan untuk menutup biaya transportasi," ungkap Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (30/7/2022).
Tulus pun mempertanyakan kebijakan pemerintah daerah tersebut. Jika mengacu pada kondisi terdahulu dimana keberadaan Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji (SPBE) yang masih sangat minim, kata dia, kebijakan lokal HET masih bisa dimengerti. Jarak antara agen dengan SPBE, atau pangkalan yang jauh, menjadikan penetapan HET oleh pemda menjadi rasional.
"Tapi saat ini di masing masing daerah keberadaan SPBE sudah cukup banyak, sehingga jarak antara SPBE dengan agen dan pangkalan semakin dekat. Jadi harusnya tidak ada lagi alasan bagi pemda untuk menaikkan HET LPG 3 kg secara sepihak," tandasnya.
Tulus menilai, jika kenaikan HET LPG 3 kg oleh daerah terus terjadi tanpa kontrol dan persetujuan pemerintah pusat, maka konsumen yang akan menjadi korban. "Padahal biaya pokok per kg-nya, belum ada kenaikan. Bahkan pemerintah menjamin tidak ada kenaikan harga gas LPG 3 kg untuk 2022 ini," cetusnya.
Karena itu, Tulus menyarankan agar kebijakan menaikkan HET LPG 3 kg dikembalikan kepada pemerintah pusat, melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) atau bahkan oleh presiden langsung.
Senada dengannya, Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik Sofyano Zakaria mendorong menteri ESDM dan menteri dalam negeri segera membuat keputusan agar penetapan HET LPG 3 kg bersubsidi dikemmbalikan ke pemerintah pusat.
"LPG 3 kg ini adalah barang yang disubsidi oleh negara, jika terjadi masalah akibat kenaikan harga jualnya, dampaknya akan ke pemerintah pusat," ujarnya.
Sofyano menambahkan, alasan bahwa HET belum pernah dikoreksi tidak dapat dijadikan alasan kepala daerah untuk menaikkan harga. Sepanjang pemerintah pusat atau presiden tidak mengoreksi harga jual LPG bersubsidi, imbuh dia, seharusnya pemerintah daerah tidak membuat keputusan yang berbeda.
"Karena ini adalah bahan bakar yang disubsidi negara, jadi kewenangan terkait harganya juga ada di pemerintah pusat," tandasnya.
(fai)
tulis komentar anda