Kewajiban DMO sebagai Syarat Pengurusan PE, Berujung Tuduhan Korupsi

Selasa, 13 September 2022 - 17:23 WIB
“Meski supply berlimpah, selama distribusi dikendalikan swasta, margin keuntungan dari tiap titik distribusi akan sulit dikendalikan,” kata Bhima kepada media beberapa waktu lalu.

Bhima menambahkan, pelaksanaan DMO memerlukan kerja sama antara Kementerian Perdagangan dan Bea Cukai. Dengan demikian, volume ekspor minyak goreng per perusahaan bisa diverifikasi.

Dia juga menyoroti tumpang-tindih antar kementerian dalam mengurus masalah minyak goreng. Bhima menyarankan distribusi minyak goreng ditangani oleh satu entitas, yakni Bulog. Dengan begitu, pengawasan terhadap distribusinya pun jauh lebih transparan.

Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Institute (PASPI) Tungkot Sipayung mengatakan, perubahan kebijakan yang cepat pasti menghambat dan mengurangi daya saing industri kelapa sawit. “Gonta-ganti kebijakan DMO dan DPO CPO mirip kebijakan jaman jahiliah. Selain berisiko, mekanisme ini juga sulit dijalankan,” kata Tungkot.

Tungkot menjelaskan, sebagai negara produsen sekaligus konsumen terbesar CPO di dunia pemerintah Indonesia bersama berbagai asosiasi sawit pada 2011 telah membuat grand policy industri sawit dengan mekanisme kombinasi antara pungutan ekspor (PE) dan bea keluar (BK), hilirisasi dan peningkatan penggunaan konsumsi domestik baik untuk energi maupun makanan dan oleokimia.

“Kombinasi kebijakan ini bagus sekali untuk mewujudkan kepentingan Indonesia sebagai produsen terbesar di dunia dan sekaligus juga sebagai konsumen terbesar. Tujuan utamanya, untuk menyeimbangkan ekspor dan kepentingan domestik,” kata Tungkot.

Menurut Tungkot, dengan mekanisme ini mudah diterapkan, jika harga CPO di pasar global tinggi, tinggal menaikkan PE dan BK agar tidak semua produksi CPO terserap untuk pasar ekspor. Kemudian saat harga rendah, pemerintah tinggal menurunkan PE dengan tujuan meningkatkan serapan dalam negeri.

Hal ini berbeda dengan kebijakan DMO dan DPO, yang sering menimbulkan masalah. Apalagi gonta-ganti kebijakan justru menimbulkan berbagai persoalan. Selain itu, gonta-ganti kebijakan DMO dan DPO akan menimbulkan ketidakpastian berusaha karena berpijak di luar kebijakan yang sudah dibangun fondasinya.

Gonta-ganti kebijakan, kata Tungkot, selain menimbulkan ketidakpastian berusaha juga membuat resiko rawan akan pelanggaran. “Yang benar dalam kebijakan yang lalu bisa menjadi salah di kebijakan berikutnya. Itulah, maka pengusaha menjadi korban dalam kebijakan tersebut. Kita melihat jika ada kasus hukum yang menyimpang, kita hormati proses hukumnya. Ke depan jangan sampai kebijakan yang dibuat justru membawa korban,” tegasnya.
(dar)
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More