Harga Minyak Dunia Ngamuk, Gegara Aksi The Fed dan Covid China
Jum'at, 04 November 2022 - 10:05 WIB
JAKARTA - Harga minyak mentah memanas di awal perdagangan pada Jumat (4/11/2022) setelah sempat mengalami koreksi di pembukaan menyusul kekhawatiran pasar terhadap lonjakan suku bunga di Amerika Serikat (AS) dan kecemasan terhadap wabah Covid-19 di China yang ditakutkan akan mengurangi permintaan bahan bakar.
Data perdagangan menunjukkan minyak Brent di Intercontinental Exchange (ICE) untuk kontrak Januari 2023 menguat 0,56% di USD95,20 per barel. Sedangkan minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) di New York Mercantile Exchange (NYMEX) untuk pengiriman Januari tumbuh 0,52% sebesar USD87,63 per barel.
Kekhawatiran resesi di Amerika Serikat, selaku konsumen minyak terbesar dunia, tumbuh sejak Kamis lalu (3/11/2022), setelah Gubernur Federal Reserve Jerome Powell mengatakan bahwa sangat prematur berpikir untuk menghentikan kenaikan suku bunga.
"Momok kenaikan suku bunga masih akan berdampak lebih lanjut yang dapat meredupkan harapan kenaikan permintaan," kata analis ANZ Research dalam sebuah catatan, dilansir Reuters, Jumat (4/11/2022).
Menambah kecemasan pasar, Bank of England memperingatkan pada Kamis kemarin (3/11) bahwa menurut mereka Inggris telah memasuki masa resesi dan ekonomi mereka dimungkinkan tidak akan tumbuh selama dua tahun lagi.
Berdasarkan pengamatan ANZ Research, terdapat tanda-tanda permintaan minyak yang lebih lemah di Eropa dan Amerika Serikat menyusul berkurangnya orang-orang yang mengemudi kendaraan.
Lebih jauh, kebijakan China yang tetap berkutat pada pembatasan ketat Covid-19 dinilai masih akan membebani pasar minyak. Selain itu, pasar juga akan terdampak langkah Arab Saudi yang menurunkan harga jual resmi (OSP) minyak 'Light' andalan mereka untuk periode Desember sebesar 40 sen menjadi USD5,45 per barel.
Data perdagangan menunjukkan minyak Brent di Intercontinental Exchange (ICE) untuk kontrak Januari 2023 menguat 0,56% di USD95,20 per barel. Sedangkan minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) di New York Mercantile Exchange (NYMEX) untuk pengiriman Januari tumbuh 0,52% sebesar USD87,63 per barel.
Kekhawatiran resesi di Amerika Serikat, selaku konsumen minyak terbesar dunia, tumbuh sejak Kamis lalu (3/11/2022), setelah Gubernur Federal Reserve Jerome Powell mengatakan bahwa sangat prematur berpikir untuk menghentikan kenaikan suku bunga.
"Momok kenaikan suku bunga masih akan berdampak lebih lanjut yang dapat meredupkan harapan kenaikan permintaan," kata analis ANZ Research dalam sebuah catatan, dilansir Reuters, Jumat (4/11/2022).
Menambah kecemasan pasar, Bank of England memperingatkan pada Kamis kemarin (3/11) bahwa menurut mereka Inggris telah memasuki masa resesi dan ekonomi mereka dimungkinkan tidak akan tumbuh selama dua tahun lagi.
Berdasarkan pengamatan ANZ Research, terdapat tanda-tanda permintaan minyak yang lebih lemah di Eropa dan Amerika Serikat menyusul berkurangnya orang-orang yang mengemudi kendaraan.
Lebih jauh, kebijakan China yang tetap berkutat pada pembatasan ketat Covid-19 dinilai masih akan membebani pasar minyak. Selain itu, pasar juga akan terdampak langkah Arab Saudi yang menurunkan harga jual resmi (OSP) minyak 'Light' andalan mereka untuk periode Desember sebesar 40 sen menjadi USD5,45 per barel.
(nng)
tulis komentar anda