RI jadi Sasaran Kejahatan Phising, Sektor Finansial Paling Diincar
Selasa, 29 November 2022 - 15:55 WIB
JAKARTA - Masifnya penggunaan internet di Indonesia menjadikan negara ini rentan mendapatkan serangan kejahatan siber berupa phising. Oknum pelaku phising biasanya mengincar data finansial calon korban melalui pengelabuan website. Untuk menghindarinya, masyarakat harus senantiasa teliti dan memverifikasi setiap tautan maupun informasi yang diperoleh.
Dalam webinar bertajuk “Waspada! Jangan Mudah Terpancing Link Phising” di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Jumat (18/11), Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Negeri Jakarta Nugrahaeni Prananingrum menjelaskan definisi phising, yaitu metode kejahatan dunia maya yang bertujuan mencuri informasi penting seseorang atau organisasi, seperti data KTP atau kartu kredit.
“Selain pencurian data pribadi, phising dapat mengakibatkan kerugian finansial bagi korbannya. Kejahatan ini biasanya dilakukan lewat e-mail, media sosial, atau aplikasi percakapan,” ujarnya dalam webinar yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bersama Gerakan Nasional Literasi Digital Siberkreasi, dikutip Selasa (29/11/2022).
Mengutip data Kaspersky, sambung dia, Indonesia termasuk negara yang banyak menjadi sasaran kejahatan phising. Tercatat ada 2,29 juta serangan phising di Indonesia sepanjang tahun lalu atau di peringkat kedua setelah Vietnam yang mendapat 4,01 juta serangan phising.
Sementara hingga semester I/2022, serangan phising di Indonesia sebanyak 1,54 juta atau lebih rendah dari Vietnam (5,52 juta serangan), Malaysia (1,91 juta serangan), dan Thailand (1,82 juta serangan).
Nugrahaeni juga mengingatkan bahwa pelaku phising biasanya menampakkan diri sebagai pihak atau institusi yang berwenang. “Dengan menggunakan website atau email palsu yang tampak meyakinkan, banyak orang berhasil dikelabui,” ungkapnya.
Dia membeberkan beberapa jenis phising yang banyak beredar mengincar calon korban adalah e-mail; spear phishing (pengiriman lewat e-mail setelah informasi dasar korban dimiliki, seperti nama dan alamat); whaling (teknik phising yang menargetkan individu dengan kewenangan tinggi di sebuah organisasi atau institusi); dan web phising (upaya memanfaatkan web palsu untuk mengelabui calon korban).
Dalam webinar yang sama, Wakil Rektor IV Institut Komunikasi dan Bisnis LSPR Lestari Nurhajati mengungkapkan, dari banyak kasus pencurian data lewat internet, sebanyak 32 % dilakukan dengan metode phising.
Dalam webinar bertajuk “Waspada! Jangan Mudah Terpancing Link Phising” di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Jumat (18/11), Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Negeri Jakarta Nugrahaeni Prananingrum menjelaskan definisi phising, yaitu metode kejahatan dunia maya yang bertujuan mencuri informasi penting seseorang atau organisasi, seperti data KTP atau kartu kredit.
“Selain pencurian data pribadi, phising dapat mengakibatkan kerugian finansial bagi korbannya. Kejahatan ini biasanya dilakukan lewat e-mail, media sosial, atau aplikasi percakapan,” ujarnya dalam webinar yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bersama Gerakan Nasional Literasi Digital Siberkreasi, dikutip Selasa (29/11/2022).
Mengutip data Kaspersky, sambung dia, Indonesia termasuk negara yang banyak menjadi sasaran kejahatan phising. Tercatat ada 2,29 juta serangan phising di Indonesia sepanjang tahun lalu atau di peringkat kedua setelah Vietnam yang mendapat 4,01 juta serangan phising.
Sementara hingga semester I/2022, serangan phising di Indonesia sebanyak 1,54 juta atau lebih rendah dari Vietnam (5,52 juta serangan), Malaysia (1,91 juta serangan), dan Thailand (1,82 juta serangan).
Nugrahaeni juga mengingatkan bahwa pelaku phising biasanya menampakkan diri sebagai pihak atau institusi yang berwenang. “Dengan menggunakan website atau email palsu yang tampak meyakinkan, banyak orang berhasil dikelabui,” ungkapnya.
Dia membeberkan beberapa jenis phising yang banyak beredar mengincar calon korban adalah e-mail; spear phishing (pengiriman lewat e-mail setelah informasi dasar korban dimiliki, seperti nama dan alamat); whaling (teknik phising yang menargetkan individu dengan kewenangan tinggi di sebuah organisasi atau institusi); dan web phising (upaya memanfaatkan web palsu untuk mengelabui calon korban).
Dalam webinar yang sama, Wakil Rektor IV Institut Komunikasi dan Bisnis LSPR Lestari Nurhajati mengungkapkan, dari banyak kasus pencurian data lewat internet, sebanyak 32 % dilakukan dengan metode phising.
Lihat Juga :
tulis komentar anda