Kaleidoskop 2022: Perang jadi Biang Masalah, Indonesia Malah Ketiban Berkah
Sabtu, 31 Desember 2022 - 18:59 WIB
Kebijakan minyak goreng yang bergonta-ganti menjadi penyebab melonjaknya harga komoditas tersebut. Komoditas lainnya yang juga meroket adalah cabai rawit yang harganya sempat menyentuh Rp100.000 per kg pada Juni-Juli silam.
Berlanjut pada periode September hingga akhir tahun, tekanan inflasi datang dari kelompok barang atau jasa yang harganya diatur pemerintah (administered price). Inflasi kelompok tersebut melonjak setelah pemerintah mengerek harga BBM subsidi di awal September.
BPS mencatat pada September 2022 terjadi inflasi sebesar 1,17% secara bulanan alias month on month (MoM). Level tersebut adalah yang tertinggi sejak Desember 2014.
Kepala BPS Margo Yuwono mengatakan, penyumbang inflasi bulan September adalah kenaikan harga BBM hingga tarif kendaraan online.
"Jika dilihat yang menyumbang inflasi pada bulan September ini di antaranya berasal dari kenaikan bensin, tarif angkutan dalam kota, beras, solar, tarif angkutan antar kota, tarif kendaraan online dan juga bahan bakar rumah tangga," ujar Margo dalam jumpa pers, Senin (3/10).
Lonjakan inflasi membuat Bank Indonesia (BI) mengerek suku bunga secara agresif. Setelah menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps pada Agustus, bank sentral bertindak lebih agresif dengan menaikkan suku bunga acuan sebesar 150 bps, masing-masing 50 bps pada September, Oktober, dan November.
Dengan demikian, hingga November 2022, suku bunga acuan BI sudah dinaikkan sebesar 175 bps menjadi 5,25%. Kenaikan tersebut adalah yang paling agresif sejak 2005.
Kenaikan suku bunga berlanjut di Desember. Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 21-22 Desember, BI memutuskan kembali menaikan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 5,5%.
“Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia memutuskan untuk menaikkan BI 7 days reverse repo rate 25 bps jadi 5,50%,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Kamis (22/12).
Berlanjut pada periode September hingga akhir tahun, tekanan inflasi datang dari kelompok barang atau jasa yang harganya diatur pemerintah (administered price). Inflasi kelompok tersebut melonjak setelah pemerintah mengerek harga BBM subsidi di awal September.
BPS mencatat pada September 2022 terjadi inflasi sebesar 1,17% secara bulanan alias month on month (MoM). Level tersebut adalah yang tertinggi sejak Desember 2014.
Kepala BPS Margo Yuwono mengatakan, penyumbang inflasi bulan September adalah kenaikan harga BBM hingga tarif kendaraan online.
"Jika dilihat yang menyumbang inflasi pada bulan September ini di antaranya berasal dari kenaikan bensin, tarif angkutan dalam kota, beras, solar, tarif angkutan antar kota, tarif kendaraan online dan juga bahan bakar rumah tangga," ujar Margo dalam jumpa pers, Senin (3/10).
Lonjakan inflasi membuat Bank Indonesia (BI) mengerek suku bunga secara agresif. Setelah menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps pada Agustus, bank sentral bertindak lebih agresif dengan menaikkan suku bunga acuan sebesar 150 bps, masing-masing 50 bps pada September, Oktober, dan November.
Dengan demikian, hingga November 2022, suku bunga acuan BI sudah dinaikkan sebesar 175 bps menjadi 5,25%. Kenaikan tersebut adalah yang paling agresif sejak 2005.
Kenaikan suku bunga berlanjut di Desember. Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 21-22 Desember, BI memutuskan kembali menaikan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 5,5%.
“Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia memutuskan untuk menaikkan BI 7 days reverse repo rate 25 bps jadi 5,50%,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Kamis (22/12).
tulis komentar anda