Butuh Bantuan, 23 Negara Afrika Berisiko Diterpa Krisis Utang

Senin, 23 Januari 2023 - 09:54 WIB
loading...
Butuh Bantuan, 23 Negara...
Bank Pembangunan Afrika (AfDB) memperingatkan, bahwa 23 negara Afrika berisiko tinggi diterpa krisis utang dan membutuhkan bantuan segera. Foto/Dok
A A A
PANTAI GADING - Negara- negara kaya disebutkan dapat membantu mencegah krisis utang yang terjadi di Afrika dengan memungkinkan negara-negara berpenghasilan rendah untuk menunda pembayaran. Selain itu Bank Pembangunan Afrika (AfDB) mengatakan, negara maju juga dapat mempercepat restrukturisasi bagi negara-negara yang gagal bayar.



Lalu merealokasi cadangan Dana Moneter Internasional ke negara-negara yang membutuhkan. 23 negara Afrika berisiko tinggi diterpa krisis utang pada akhir September, seperti disampaikan oleh pemberi pinjaman yang berbasis di Abidjan, Pantai Gading itu dalam sebuah laporan yang diterbitkan.

Saat risiko utang masih membayangi, pemerintah terus bergulat dengan efek yang disebabkan oleh pandemi Covid-19 dan guncangan ekonomi yang didorong oleh perang Rusia Ukraina. "Kondisi keuangan global yang terus-menerus ketat dapat meningkatkan kerentanan," katanya.

Bahkan sebelum pandemi, beberapa negara Afrika dibebani oleh defisit anggaran yang besar dan tingkat utang yang tinggi, dan tidak memiliki daya tembak fiskal untuk merangsang ekonomi mereka.



Tahun lalu, penguatan dolar AS diiringi oleh pengetatan kebijakan moneter yang agresif oleh Federal Reserve meningkatkan risiko bagi negara-negara yang meminjam banyak di greenback dan secara efektif mengunci beberapa dari pasar modal.

Kondisi ini juga menaikkan biaya impor energi dan harga makanan dengandolar terutama di Afrika sub-Sahara, di mana banjir dan kekeringan menambah tekanan harga yang disebabkan perang.

Sementara negara-negara Afrika perlu mengevaluasi kembali daya dukung utang mereka dan untuk menyalurkan sumber daya ke dalam investasi produktif. Menurut AfDB, selaku pemberi pinjaman multilateral terbesar di benua itu menambahkan, dukungan global diperlukan untuk mengurangi risiko kerapuhan keuangan di benua Afrika.

Mempercepat Bantuan

Kelompok 20 ekonomi terkuat disebutkan harus menghidupkan kembali Inisiatif Penangguhan Layanan Utang, sebuah langkah yang dapat memberi ruang bagi negara-negara Afrika untuk memenuhi biaya pemulihan Covid-19. Termasuk di dalamnya tagihan USD 144,3 miliar untuk vaksin hingga tahun 2022 dan membantu menyerap guncangan yang berasal dari perang Rusia Ukraina.

Bantuan bagi negara-negara yang tergabung dalam Common Framework G-20 juga harus dipercepat dan dilakukan dengan cara yang lebih transparan untuk menciptakan kepercayaan bagi orang lain.

Diterangkan juga bahwa Ghana, saat ini dalam situasi gagal bayar dan membutuhkan restrukturisasi. Pemerintah khawatir keikutsertaan dalam program ini akan memicu penurunan peringkat kredit.

Negara Afrika Barat itu juga enggan merestrukturisasi utangnya di bawah Common Framework yang terbukti prosesnya panjang dan berlarut-larut. Dari tiga negara yang mengajukan permohonan, hanya Chad yang memiliki kesepakatan dengan kreditur. Zambia menargetkan kesepakatan kuartal, dan perang saudara mengganggu pembicaraan di Ethiopia.

G-20 telah menolak seruan sebelumnya untuk memperpanjang DSSI, alih-alih berfokus pada peningkatan proses Common Framework. Presiden Bank Dunia, David Malpass dan lainnya telah mendesak penghentian utang bagi negara yang mengajukan permohonan untuk menggunakan mekanisme tersebut.

"Pelacakan cepat realokasi cadangan IMF ke negara-negara miskin dari negara kaya juga dapat membantu menutup kekurangan dana benua itu," kata AfDB.

Pada tahun 2021, pemberi pinjaman yang berbasis di Washington mengalokasikan USD 650 miliar dari apa yang disebut Hak Penarikan Khusus untuk mengurangi dampak Covid-19 pada ekonomi global.

Negara-negara Afrika hanya menerima USD 33 miliar, atau sebanyak gabungan Prancis dan Italia, dan kurang dari setengah dari apa yang didapat AS — karena alokasi didasarkan pada kuota yang telah ditentukan seperti ukuran ekonomi.

AfDB berperingkat AAA ingin negara-negara kaya menyalurkan SDR mereka melaluinya sehingga dapat memperhitungkan aset sebagai ekuitas dan memanfaatkannya untuk mempercepat pembiayaan pembangunan dengan tarif konsesi untuk negara-negara Afrika.

Diproyeksikan pertumbuhan produk domestik bruto di seluruh benua mungkin akan stabil pada 4% selama periode 2023 hingga 2024. Ramalan itu setelah melambat menjadi sekitar 3,8% pada 2022 dari 4,8% setahun sebelumnya.
(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1497 seconds (0.1#10.140)