Tekor! Subsidi Energi Eropa Barat Dekati USD1 Triliun

Selasa, 14 Februari 2023 - 07:48 WIB
loading...
Tekor! Subsidi Energi Eropa Barat Dekati USD1 Triliun
Negara-negara Eropa disebut telah mengeluarkan hampir 800 miliar euro atau sekitar USD855 miliar untuk subsidi energi. Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Negara-negara Eropa disebut telah mengeluarkan hampir 800 miliar euro atau sekitar USD855 miliar (Rp12.397 triliun, kurs Rp14.500 per USD) untuk subsidi energi. Hal itu diungkapkan lembaga pemikir Bruegel yang berbasis di Brussel, Senin (13/2).

Para analis telah mendesak pemerintah untuk lebih memperjelas target dalam pembelanjaan mereka yang bertujuan mensubsidi tagihan untuk rumah tangga dan bisnis, dalam menghadapi perubahan harga gas dan listrik yang liar selama setahun terakhir.



Menurut para peneliti di Bruegel, negara-negara anggota UE sejauh ini telah mengalokasikan 681 miliar euro untuk pengeluaran energi sejak September 2021. Sementara itu, Inggris dan Norwegia dilaporkan mengalokasikan masing-masing setara dengan 103 miliar euro dan 8,1 miliar euro.

Total sebesar 792 miliar euro menandai peningkatan pengeluaran hampir sebanyak 86 miliar euro sejak penilaian terakhir Bruegel dirilis pada November. Lembaga pemikir itu mengaitkan dorongan tersebut dengan kebutuhan kawasan yang terus berlanjut untuk beralih ke pasokan yang lebih mahal selama musim dingin setelah sebagian besar negara UE memilih untuk berhenti mengimpor gas dari Rusia.

Jerman dilaporkan menduduki puncak grafik pengeluaran, dengan mengalokasikan sekitar 270 miliar euro, sementara Inggris, Italia, dan Prancis – tertinggi berikutnya – masing-masing menghabiskan hampir 150 miliar euro. Sebagian besar negara UE menghabiskan sebagian kecil dari itu. Luksemburg, Denmark, dan Jerman adalah pembelanja terbesar berdasarkan basis per kapita.



Pemutakhiran pengeluaran energi datang ketika negara-negara anggota UE memperdebatkan proposal untuk lebih memudahkan aturan bantuan negara untuk proyek teknologi hijau, karena kawasan tersebut berusaha untuk bersaing dengan subsidi di AS dan China.

Lembaga itu juga memperingatkan bahwa sebagian besar dukungan sejauh ini tidak ditargetkan dan mendesak pemerintah untuk mengubah pendekatan mereka. Analis mengatakan bahwa dinamika perlu diubah, karena negara-negara kehabisan ruang fiskal untuk mempertahankan pendanaan sebesar itu.

"Alih-alih langkah-langkah menekan harga yang merupakan subsidi bahan bakar fosil secara de facto, pemerintah sekarang harus mendorong lebih banyak kebijakan pendukung pendapatan yang ditargetkan ke dua kuintil terendah dari distribusi pendapatan dan menuju sektor strategis ekonomi," ungkap analis Bruegel Giovanni Sgaravatti seperti dikutip dari Russia Today, Selasa (14/2/2023).
(fai)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1918 seconds (0.1#10.140)