Butuh Masa Transisi, Pengusaha Mengingatkan Kebijakan Zero Odol Bisa Menggerus Daya Saing
loading...
A
A
A
JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Indonesia ( Apindo ) memperingatkan, bakal ada serbuan produk China akibat penerapan Zero ODOL (Over Dimension Overloaded) yang terlalu terburu-buru. Hal tersebut terjadi lantaran produk lokal yang tidak bisa bersaing akibat kebijakan Zero ODOL.
"Pak Ahmad Widjaja (Anggota Komite Industri Apindo) sudah ngitung ni kalau besok zero ODOL berlaku nih, ongkos logistiknya akan lebih murah dari China langsung datang Semarang. Waktu itu saya udah kasih hitung-hitungan, jadi waduh saya bilang seperti itu ya karena itu," kata Ketua Apindo Hariyadi Sukamdani belum lama ini.
Hariyadi menegaskan, bahwa Apindo bukan dalam posisi menolak kebijakan Zero ODOL. Dia melanjutkan, sejatinya pelaku usaha mendukung kebijakan tersebut, namun perlu sebuah masa transisi sebelum kebijakan zero ODOL benar-benar diterapkan 100%.
Dia juga mengaku telah menyampaikan usulan Apindo terkait masa transisi kepada Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi dan Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Dia menyampaikan bahwa pengusaha tidak bisa serta merta dilarang dan dipaksa mengikuti Zero ODOL.
"Pasti chaos dan itu pasti yang namanya sopir truk, pengusaha truk, yang punya barang ngamuk semua," katanya.
Sebelumnya Pengamat transportasi, Suripno mengusulkan, agar kebijakan ini menyeting ulang kebijakan zero odol ini distop, karena persoalannya sangat kompleks, sudah berlangsung lama dan melibatkan banyak pemangku kepentingan. Pendekatan yang hanya didasarkan pada penegakan hukum tidak akan berhasil bila tidak diimbangin dengan manfaat yang dirasakan semua pihak.
Mantan Direktur Keselamatan Transportasi Kementerian Perhubungan (Kemenhub) ini mengatakan, ODOL ini pada dasarnya adalah suatu akibat karena tidak efisiennya sistem transportasi. "Jadi penyelesaiannya juga perlu penyelesaian yang menyeluruh dan terstruktur," ujarnya.
Jadi, kata Kepala Pusat Kajian Kebijakan dan Sistem Transportasi dan Logistik Institut Transportasi dan Logistik Trisakti ini, kebijakan Zero ODOL ini lebih baik dihentikan dulu.
"Berhenti dulu, ditata dulu programnya. Setelah tertata terkoordinasikan dengan baik. Jadi, pemerintah harus bisa mengusahakan bagaimana agar kebijakan ini dapat dikondisikan supaya orang melanggar itu tidak usah harus ditindak dulu baru sadar, tapi dia sendiri merasa bahwa ODOL itu merugikan dari sisi hitung-hitungan bisnis," tukasnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki), Edy Suyanto mengatakan, kebijakan zero ODOL akan mempengaruhi daya saing industri dalam negeri, termasuk keramik. Dia menjelaskan, keramik merupakan industri yang menghasilkan produk dengan bobot sangat berat.
Diterangkan juga bahwa, daya saing industri keramik sangat dipengaruhi dua hal yakni energi seperti gas dan listrik yang telah mengonsumsi 30% dari total produksi. Dia bersyukur pemerintah telah memberikan insentif biaya gas pada April 2020 lalu yang memberikan bukti multiplier effect bahwa industri keramik mampu pulih kembali dengan cepat di tengah pandemi.
Sayangnya hal tersebut tidak didapati dalam hal biaya logistik. Edy menjelaskan, semua industri yang tergabung dalam ASAKI menghasilkan produk dengan bobot yang sangat berat. Namun kebijakan Zero ODOL bakal membebani industri menyusul meningkatnya ongkos kirim barang produksi yang berpengaruh terhadap harga jual di konsumen.
"Bagaimana kemampuan daya beli masyarakat terhadap rencana kenaikan harga jual produk keramik tersebut, kenaikan harga jual keramik 20 sampai 25 persen jelas juga akan mempengaruhi terhadap harga produk properti yang pada ujungnya ini yang mempengaruhi namanya inflasi," katanya.
Ketua Umum Asosiasi Semen Indonesia (ASI), Widodo Santoso memprediksi bahwa 2023-2024 akan menjadi tahun yang sulit karena ekonomi dunia sedang tidak baik sehingga berdampak pada utilisasi pabrik yang akan menurun. Dia mengatakan, kondisi itu nantinya akan bertambah tragis dengan beban akibat zero ODOL.
"Utilisasi turun berarti harga produksi naik. Harga produksi naik ditambah lagi harga distribusi naik maka timbullah kenaikan harga dan akhirnya yang terkena masyarakat," katanya.
Produsen Beton Ringan Indonesia (Proberindo) menyebutkan bahwa kebijakan zero ODOL berdampak terhadap industri properti. Kebijakan tersebut akan mendorong kenaikan harga properti karena harga angkut bahan bangunan juga meningkat.
"Iya, tentu (berpengaruh) karena ini kebutuhan utama. Semua rumah kan sekarang pakai baja ya, nggak ada bangunan yang nggak pakai," kata Ketua Proberindo, Franky Nelwan.
Dia mengatakan, zero ODOL akan menyebabkan industri bahan baku bangunan meningkatkan ongkos kirim mereka karena pembatasan daya angkut logistik. Hal ini, sambung dia, tentu akan berdampak pada harga properti.
Diterangkan juga bahwa, kenaikan harga tersebut pada akhirnya juga akan berdampak pada daya beli masyarakat. Dia mengatakan, publik saat ini tengah dihadapi dengan kenaikan harga barang yang tidak diimbangi dengan kenaikan upah atau gaji mereka.
Sementara Direktur Ketahanan dan Iklim Usaha Industri, Binoni Tio A. Napitupulu menjelaskan, bahwa peran logistik itu sangat amat penting dalam industri. Dia melanjutkan, industri membutuhkan pengiriman logistik yang handal guna memastikan produk yang dikirim tepat waktu, kuantitas, kualitas dan lokasi dengan biaya yang paling efisien.
Diungkapkan olehnya bahwa, pengiriman akan sangat berpengaruh dengan harga jual dari produk itu sendiri. Dia melanjutkan, pergerakan produk dari pemasok ke manufaktur dan manufaktur ke konsumen memerlukan transportasi berbagai moda sehingga memerlukan manajemen yang baik.
"Kami dapat info, saat ini mungkin bisa dikoreksi juga bahwa beban biaya logistik itu di negara ASEAN itu sendiri tergolong paling besar. Itu mungkin jadi perhatian maka dari segi logistik industri kita kurang berdaya saing dari beban biaya sendiri," katanya.
Pernyataan tersebut dilontarkan bukan karena tidak mendukung Zero ODOL, mengingat dampak kerusakan jalan dan kecelakaan yang ditimbulkan. Binoni mengaku mendukung ODOL namun tidak untuk dilaksanakan 100% sekaligus namun secara bertahap.
"Pak Ahmad Widjaja (Anggota Komite Industri Apindo) sudah ngitung ni kalau besok zero ODOL berlaku nih, ongkos logistiknya akan lebih murah dari China langsung datang Semarang. Waktu itu saya udah kasih hitung-hitungan, jadi waduh saya bilang seperti itu ya karena itu," kata Ketua Apindo Hariyadi Sukamdani belum lama ini.
Hariyadi menegaskan, bahwa Apindo bukan dalam posisi menolak kebijakan Zero ODOL. Dia melanjutkan, sejatinya pelaku usaha mendukung kebijakan tersebut, namun perlu sebuah masa transisi sebelum kebijakan zero ODOL benar-benar diterapkan 100%.
Dia juga mengaku telah menyampaikan usulan Apindo terkait masa transisi kepada Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi dan Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Dia menyampaikan bahwa pengusaha tidak bisa serta merta dilarang dan dipaksa mengikuti Zero ODOL.
"Pasti chaos dan itu pasti yang namanya sopir truk, pengusaha truk, yang punya barang ngamuk semua," katanya.
Sebelumnya Pengamat transportasi, Suripno mengusulkan, agar kebijakan ini menyeting ulang kebijakan zero odol ini distop, karena persoalannya sangat kompleks, sudah berlangsung lama dan melibatkan banyak pemangku kepentingan. Pendekatan yang hanya didasarkan pada penegakan hukum tidak akan berhasil bila tidak diimbangin dengan manfaat yang dirasakan semua pihak.
Mantan Direktur Keselamatan Transportasi Kementerian Perhubungan (Kemenhub) ini mengatakan, ODOL ini pada dasarnya adalah suatu akibat karena tidak efisiennya sistem transportasi. "Jadi penyelesaiannya juga perlu penyelesaian yang menyeluruh dan terstruktur," ujarnya.
Jadi, kata Kepala Pusat Kajian Kebijakan dan Sistem Transportasi dan Logistik Institut Transportasi dan Logistik Trisakti ini, kebijakan Zero ODOL ini lebih baik dihentikan dulu.
"Berhenti dulu, ditata dulu programnya. Setelah tertata terkoordinasikan dengan baik. Jadi, pemerintah harus bisa mengusahakan bagaimana agar kebijakan ini dapat dikondisikan supaya orang melanggar itu tidak usah harus ditindak dulu baru sadar, tapi dia sendiri merasa bahwa ODOL itu merugikan dari sisi hitung-hitungan bisnis," tukasnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki), Edy Suyanto mengatakan, kebijakan zero ODOL akan mempengaruhi daya saing industri dalam negeri, termasuk keramik. Dia menjelaskan, keramik merupakan industri yang menghasilkan produk dengan bobot sangat berat.
Diterangkan juga bahwa, daya saing industri keramik sangat dipengaruhi dua hal yakni energi seperti gas dan listrik yang telah mengonsumsi 30% dari total produksi. Dia bersyukur pemerintah telah memberikan insentif biaya gas pada April 2020 lalu yang memberikan bukti multiplier effect bahwa industri keramik mampu pulih kembali dengan cepat di tengah pandemi.
Sayangnya hal tersebut tidak didapati dalam hal biaya logistik. Edy menjelaskan, semua industri yang tergabung dalam ASAKI menghasilkan produk dengan bobot yang sangat berat. Namun kebijakan Zero ODOL bakal membebani industri menyusul meningkatnya ongkos kirim barang produksi yang berpengaruh terhadap harga jual di konsumen.
"Bagaimana kemampuan daya beli masyarakat terhadap rencana kenaikan harga jual produk keramik tersebut, kenaikan harga jual keramik 20 sampai 25 persen jelas juga akan mempengaruhi terhadap harga produk properti yang pada ujungnya ini yang mempengaruhi namanya inflasi," katanya.
Ketua Umum Asosiasi Semen Indonesia (ASI), Widodo Santoso memprediksi bahwa 2023-2024 akan menjadi tahun yang sulit karena ekonomi dunia sedang tidak baik sehingga berdampak pada utilisasi pabrik yang akan menurun. Dia mengatakan, kondisi itu nantinya akan bertambah tragis dengan beban akibat zero ODOL.
"Utilisasi turun berarti harga produksi naik. Harga produksi naik ditambah lagi harga distribusi naik maka timbullah kenaikan harga dan akhirnya yang terkena masyarakat," katanya.
Produsen Beton Ringan Indonesia (Proberindo) menyebutkan bahwa kebijakan zero ODOL berdampak terhadap industri properti. Kebijakan tersebut akan mendorong kenaikan harga properti karena harga angkut bahan bangunan juga meningkat.
"Iya, tentu (berpengaruh) karena ini kebutuhan utama. Semua rumah kan sekarang pakai baja ya, nggak ada bangunan yang nggak pakai," kata Ketua Proberindo, Franky Nelwan.
Dia mengatakan, zero ODOL akan menyebabkan industri bahan baku bangunan meningkatkan ongkos kirim mereka karena pembatasan daya angkut logistik. Hal ini, sambung dia, tentu akan berdampak pada harga properti.
Diterangkan juga bahwa, kenaikan harga tersebut pada akhirnya juga akan berdampak pada daya beli masyarakat. Dia mengatakan, publik saat ini tengah dihadapi dengan kenaikan harga barang yang tidak diimbangi dengan kenaikan upah atau gaji mereka.
Sementara Direktur Ketahanan dan Iklim Usaha Industri, Binoni Tio A. Napitupulu menjelaskan, bahwa peran logistik itu sangat amat penting dalam industri. Dia melanjutkan, industri membutuhkan pengiriman logistik yang handal guna memastikan produk yang dikirim tepat waktu, kuantitas, kualitas dan lokasi dengan biaya yang paling efisien.
Diungkapkan olehnya bahwa, pengiriman akan sangat berpengaruh dengan harga jual dari produk itu sendiri. Dia melanjutkan, pergerakan produk dari pemasok ke manufaktur dan manufaktur ke konsumen memerlukan transportasi berbagai moda sehingga memerlukan manajemen yang baik.
"Kami dapat info, saat ini mungkin bisa dikoreksi juga bahwa beban biaya logistik itu di negara ASEAN itu sendiri tergolong paling besar. Itu mungkin jadi perhatian maka dari segi logistik industri kita kurang berdaya saing dari beban biaya sendiri," katanya.
Pernyataan tersebut dilontarkan bukan karena tidak mendukung Zero ODOL, mengingat dampak kerusakan jalan dan kecelakaan yang ditimbulkan. Binoni mengaku mendukung ODOL namun tidak untuk dilaksanakan 100% sekaligus namun secara bertahap.
(akr)