Menambah Beban Negara, Pencabutan Skema Power Wheeling di RUU EBT Dinilai Tepat
loading...
A
A
A
JAKARTA - Skema power wheeling berpotensi menambah beban APBN yang merugikan negara dan di sisi lain juga berpotensi merugikan masyarakat. Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Fahmy Radhi menyambut baik keputusan pemerintah mencabut skema power wheeling dari Rancangan Undang-Undang Energi Baru Terbarukan (RUU EBT).
"Penerapan power wheeling berpotensi menambah beban APBN sehingga merugikan negara," kata Fahmy Radhi melalui pernyataannya, Jumat (24/2/2023).
Menurut dia penerapan power wheeling akan lebih menguntungkan bagi produsen listrik swasta karena mereka akan dapat menjual langsung listrik yang dihasilkan kepada kosumen rumah tangga dan industri tanpa harus membangun jaringan transmisi dan distribusi sendiri.
Dengan mekanisme power wheeling, produsen listrik swasta dapat menggunakan jaringan milik PLN secara open sources dengan membayar sejumlah fee. Namun, skema itu akan menggerus permintaan pelanggan organik PLN hingga 30% dan pelanggan non-organik hingga 50%.
Penurunan jumlah pelanggan PLN itu, selain memperbesar kelebihan pasokan PLN, juga menaikkan harga pokok penyediaan (HPP) listrik. Sedangkan, pernyataan bahwa power wheeling akan menarik investasi listrik EBT belum terbukti benar.
Data membuktikan, tanpa power wheeling antusiasme investor pembangkit listrik EBT terus mengalir dan meningkat secara signifikan, meliputi PLTS, PLT Bayu, PLTA Minihidro, PLTP, PLT Biomassa. Sejak 2015, lebih 300 pembangkit listrik beroperasi, yang menghasilkan 2.886 MW dan 88 pembangkit masa konstruksi yang akan menghasilkan 3.225 MW, dan 41 pembangkit sudah berkontrak yang akan menghasilkan 554 MW.
"Berdasarkan data itu, tidak perlu ada kekhawatiran dan keraguan lagi bagi DPR untuk segera mengesahkan UU EBT tanpa pasal power wheeling," ujar Fahmy Radhi.
"Penerapan power wheeling berpotensi menambah beban APBN sehingga merugikan negara," kata Fahmy Radhi melalui pernyataannya, Jumat (24/2/2023).
Menurut dia penerapan power wheeling akan lebih menguntungkan bagi produsen listrik swasta karena mereka akan dapat menjual langsung listrik yang dihasilkan kepada kosumen rumah tangga dan industri tanpa harus membangun jaringan transmisi dan distribusi sendiri.
Dengan mekanisme power wheeling, produsen listrik swasta dapat menggunakan jaringan milik PLN secara open sources dengan membayar sejumlah fee. Namun, skema itu akan menggerus permintaan pelanggan organik PLN hingga 30% dan pelanggan non-organik hingga 50%.
Penurunan jumlah pelanggan PLN itu, selain memperbesar kelebihan pasokan PLN, juga menaikkan harga pokok penyediaan (HPP) listrik. Sedangkan, pernyataan bahwa power wheeling akan menarik investasi listrik EBT belum terbukti benar.
Data membuktikan, tanpa power wheeling antusiasme investor pembangkit listrik EBT terus mengalir dan meningkat secara signifikan, meliputi PLTS, PLT Bayu, PLTA Minihidro, PLTP, PLT Biomassa. Sejak 2015, lebih 300 pembangkit listrik beroperasi, yang menghasilkan 2.886 MW dan 88 pembangkit masa konstruksi yang akan menghasilkan 3.225 MW, dan 41 pembangkit sudah berkontrak yang akan menghasilkan 554 MW.
"Berdasarkan data itu, tidak perlu ada kekhawatiran dan keraguan lagi bagi DPR untuk segera mengesahkan UU EBT tanpa pasal power wheeling," ujar Fahmy Radhi.
(nng)