Luruskan Soal Transaksi Mencurigakan Rp300 Triliun, Sri Mulyani Ungkap Isi Surat PPATK
loading...
A
A
A
Berikutnya, lanjut Ani, ada 99 surat yang dikirim PPATK kepada aparat penegak hukum dengan nilai Rp74 triliun. Sisanya, kata Ani, barulah surat yang menyangkut dengan pegawai di Kemenkeu.
"Sedangkan 136 surat dari PPATK tadi yang menyangkut ada nama pegawai Kementerian Keuangan, nilainya jauh lebih kecil, karena tadi Rp253 triliun plus Rp74 (triliun) itu sudah lebih dari Rp300 triliun," ucapnya.
Ia kemudian memberikan contoh salah satu surat berisi transaksi mencurigakan yang telah ditindaklanjuti oleh Ditjen Bea Cukai Kemenkeu. Surat itu, katanya, dikirim PPATK pada 19 Mei 2020.
Dia menyebut surat itu berisi soal transaksi Rp189,27 triliun. Karena angka yang besar, lanjutnya, Kemenkeu langsung menelusurinya dan tidak menemukan unsur mencurigakan karena transaksinya dilakukan pelaku ekspor dan impor. Sesudah dilihat, tambahnya, dari Bea Cukai lalu meneliti nama-nama 15 entitas. Mereka adalah yang melakukan ekspor impor emas batangan dan emas perhiasan dan kegiatan money changers.
Dia mengatakan angka transaksi dari 15 entitas itu naik dan turun, terutama saat pandemi Corona terjadi. Dia juga mengatakan sudah membahas soal surat itu dengan PPATK pada September 2020.
"Waktu Bea Cukai mengatakan tidak menemukan di Bea Cukai ada kecurigaan, maka Pajak masuk," ucapnya.
Dia mengatakan Ditjen Pajak juga menerima surat dari PPATK dengan nilai transaksi Rp205 triliun dari 17 entitas. Ditjen Pajak, katanya, kemudian melakukan penelitian sisi pajak dari 2017 sampai 2019. Dia menyebut ada figur SB di dalam PPATK yang menyebut figur itu punya omzet Rp8,247 triliun. Sementara, data dari SPT pajak, figur itu punya omzet Rp9,68 triliun.
"Karena si orang ini memiliki saham di PT BSI, kita teliti BSI yang ada di dalam surat PPATK juga. PT BSI ini data PPATK menunjukkan Rp11,77 triliun. SPT pajaknya menunjukkan, ini pajak dari 2017 hingga 2019, 3 tahun, SPT pajaknya Rp11,56 triliun, jadi perbedaannya Rp 212 miliar. Itu pun tetap dikejar, kalau memang buktinya nyata maka si perusahaan itu harus membayar plus denda 100%," ujarnya.
"PT IKS 2018-2019, PPATK menunjukkan Rp4,8 triliun, SPT menunjukkan Rp3,5 triliun. Kemudian ada seseorang DY SPT-nya hanya Rp38 miliar, tapi PPATK menunjukkan transaksinya mencapai Rp8 triliun," ujar Sri Mulyani.
Perbedaan data itu kemudian dipakai Ditjen Pajak memanggil pihak-pihak bersangkutan. Dia mengatakan muncul modus SB menggunakan rekening lima orang karyawannya "Termasuk kalau kita bicara transaksi ini adalah transaksi money changer," imbuhnya.
"Sedangkan 136 surat dari PPATK tadi yang menyangkut ada nama pegawai Kementerian Keuangan, nilainya jauh lebih kecil, karena tadi Rp253 triliun plus Rp74 (triliun) itu sudah lebih dari Rp300 triliun," ucapnya.
Ia kemudian memberikan contoh salah satu surat berisi transaksi mencurigakan yang telah ditindaklanjuti oleh Ditjen Bea Cukai Kemenkeu. Surat itu, katanya, dikirim PPATK pada 19 Mei 2020.
Dia menyebut surat itu berisi soal transaksi Rp189,27 triliun. Karena angka yang besar, lanjutnya, Kemenkeu langsung menelusurinya dan tidak menemukan unsur mencurigakan karena transaksinya dilakukan pelaku ekspor dan impor. Sesudah dilihat, tambahnya, dari Bea Cukai lalu meneliti nama-nama 15 entitas. Mereka adalah yang melakukan ekspor impor emas batangan dan emas perhiasan dan kegiatan money changers.
Dia mengatakan angka transaksi dari 15 entitas itu naik dan turun, terutama saat pandemi Corona terjadi. Dia juga mengatakan sudah membahas soal surat itu dengan PPATK pada September 2020.
"Waktu Bea Cukai mengatakan tidak menemukan di Bea Cukai ada kecurigaan, maka Pajak masuk," ucapnya.
Dia mengatakan Ditjen Pajak juga menerima surat dari PPATK dengan nilai transaksi Rp205 triliun dari 17 entitas. Ditjen Pajak, katanya, kemudian melakukan penelitian sisi pajak dari 2017 sampai 2019. Dia menyebut ada figur SB di dalam PPATK yang menyebut figur itu punya omzet Rp8,247 triliun. Sementara, data dari SPT pajak, figur itu punya omzet Rp9,68 triliun.
"Karena si orang ini memiliki saham di PT BSI, kita teliti BSI yang ada di dalam surat PPATK juga. PT BSI ini data PPATK menunjukkan Rp11,77 triliun. SPT pajaknya menunjukkan, ini pajak dari 2017 hingga 2019, 3 tahun, SPT pajaknya Rp11,56 triliun, jadi perbedaannya Rp 212 miliar. Itu pun tetap dikejar, kalau memang buktinya nyata maka si perusahaan itu harus membayar plus denda 100%," ujarnya.
"PT IKS 2018-2019, PPATK menunjukkan Rp4,8 triliun, SPT menunjukkan Rp3,5 triliun. Kemudian ada seseorang DY SPT-nya hanya Rp38 miliar, tapi PPATK menunjukkan transaksinya mencapai Rp8 triliun," ujar Sri Mulyani.
Perbedaan data itu kemudian dipakai Ditjen Pajak memanggil pihak-pihak bersangkutan. Dia mengatakan muncul modus SB menggunakan rekening lima orang karyawannya "Termasuk kalau kita bicara transaksi ini adalah transaksi money changer," imbuhnya.