ATVSI Sebut Revisi PP 109/2012 Bisa Picu Efek Domino pada Industri Kreatif
loading...
A
A
A
JAKARTA - Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) menyoroti wacana revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan. Hal tersebut dinilai akan memberikan dampak sangat besar terhadap industri kreatif khususnya industri periklanan.
Pasalnya, wacana revisi tersebut mendorong pelarangan total iklan rokok yang selama ini memberikan kontribusi besar dalam pendapatan iklan perusahaan.
Di sisi lain, asosiasi menilai pelarangan tersebut juga tidak akan berpengaruh signifikan terhadap pengurangan jumlah perokok di Indonesia.
“Maka pemerintah harus melihat dampak yang lebih besar yang diciptakan dari wacana revisi ini,” ujar Ketua ATVSI Syafril Nasution dalam Focus Group Discussion (FGD) terkait rencana pelarangan total iklan rokok di media di Ambhara Hotel, Jakarta, Selasa (21/3/2023).
Menurut dia, wacana revisi tersebut akan berpengaruh terhadap kualitas produksi dari TV. Selama ini industri tembakau termasuk ke dalam 10 besar industri yang menyumbang pendapatan iklan dan total belanja iklan (adex) berkontribusi terhadap 3,5% - 4% pendapatan iklan.
Walaupun persentasenya terlihat kecil, Syafril mengatakan pengaruh yang diberikan sangat signifikan. Bahkan, saat pandemi yang membuat banyak sector mengurangi belanja iklan lantaran ekonomi melambat, industri tembakau tetap menjadi salah satu penopang produksi TV.
Menurut Syafril, ada alternatif lain yang bisa dilakukan pemerintah untuk mencegah perokok usia dini dan menjaga kesehatan masyarakat. Salah satunya melalui edukasi kepada masyarakat mengenai bahaya merokok.
“Daripada melarang iklan yang belum tentu akan menghentikan angka perokok di Indonesia, lebih baik pemerintah membuat iklan juga tentang edukasi bahaya merokok. Itu lebih bermanfaat dan memang tujuannya jelas, yakni memberikan edukasi,” tuturnya.
Dia pun mendorong pemerintah untuk membahas lebih lanjut wacana revisi tersebut dengan melibatkan pemangku kepentingan dari industri ekonomi kreatif.
Menurut dia, regulasi yang dapat berpihak pada semua pemangku kepentingan diperlukan untuk mencegah efek domino pada sektor lainnya.
“Industri kreatif kan baru saja berangsur bangkit pasca pandemi, setelah selama tiga tahun terakhir sejumlah media maupun pengusaha kecil industri kreatif harus PHK atau bahkan gulung tikar. Jadi kami mendorong keterlibatan pemangku kepentingan agar bisa membahas lebih lanjut,” tutup Syafril.
Pasalnya, wacana revisi tersebut mendorong pelarangan total iklan rokok yang selama ini memberikan kontribusi besar dalam pendapatan iklan perusahaan.
Di sisi lain, asosiasi menilai pelarangan tersebut juga tidak akan berpengaruh signifikan terhadap pengurangan jumlah perokok di Indonesia.
“Maka pemerintah harus melihat dampak yang lebih besar yang diciptakan dari wacana revisi ini,” ujar Ketua ATVSI Syafril Nasution dalam Focus Group Discussion (FGD) terkait rencana pelarangan total iklan rokok di media di Ambhara Hotel, Jakarta, Selasa (21/3/2023).
Menurut dia, wacana revisi tersebut akan berpengaruh terhadap kualitas produksi dari TV. Selama ini industri tembakau termasuk ke dalam 10 besar industri yang menyumbang pendapatan iklan dan total belanja iklan (adex) berkontribusi terhadap 3,5% - 4% pendapatan iklan.
Walaupun persentasenya terlihat kecil, Syafril mengatakan pengaruh yang diberikan sangat signifikan. Bahkan, saat pandemi yang membuat banyak sector mengurangi belanja iklan lantaran ekonomi melambat, industri tembakau tetap menjadi salah satu penopang produksi TV.
Menurut Syafril, ada alternatif lain yang bisa dilakukan pemerintah untuk mencegah perokok usia dini dan menjaga kesehatan masyarakat. Salah satunya melalui edukasi kepada masyarakat mengenai bahaya merokok.
“Daripada melarang iklan yang belum tentu akan menghentikan angka perokok di Indonesia, lebih baik pemerintah membuat iklan juga tentang edukasi bahaya merokok. Itu lebih bermanfaat dan memang tujuannya jelas, yakni memberikan edukasi,” tuturnya.
Baca Juga
Dia pun mendorong pemerintah untuk membahas lebih lanjut wacana revisi tersebut dengan melibatkan pemangku kepentingan dari industri ekonomi kreatif.
Menurut dia, regulasi yang dapat berpihak pada semua pemangku kepentingan diperlukan untuk mencegah efek domino pada sektor lainnya.
Baca Juga
“Industri kreatif kan baru saja berangsur bangkit pasca pandemi, setelah selama tiga tahun terakhir sejumlah media maupun pengusaha kecil industri kreatif harus PHK atau bahkan gulung tikar. Jadi kami mendorong keterlibatan pemangku kepentingan agar bisa membahas lebih lanjut,” tutup Syafril.
(ind)