Mengungkap Misteri Hilangnya Miliarder China Sejak 2015, Ada Bao Fan hingga Jack Ma

Jum'at, 24 Maret 2023 - 06:58 WIB
loading...
Mengungkap Misteri Hilangnya Miliarder China Sejak 2015, Ada Bao Fan hingga Jack Ma
Hilangnya pengusaha teknologi, Bao Fan belum lama ini membuat publik menyoroti tren misteri menghilangnya miliarder China yang ternyata sudah terjadi sejak 2015, ini jejaknya. Foto/Dok Reuters
A A A
BEIJING - Hilangnya pengusaha teknologi , Bao Fan belum lama ini membuat publik menyoroti tren menghilangnya miliarder China . Bao Fan merupakan pendiri perusahaan finansial China Renaissance Holdings yang punya daftar klien raksasa, mulai dari Tencent, Alibaba hingga Baidu.

Kasus Bao menunjukkan pola berulang sebagaimana terjadi pada beberapa miliarder lain yang menghilang secara tiba-tiba selama beberapa hari. Setelah sempat seperti lenyap tertelan bumi, perusahaan mengatakan Bao Fan sedang bekerja sama dan “bersikap kooperatif dalam penyelidikan yang dilakukan oleh beberapa otoritas China".



Sementara itu belum ada penyataan resmi seputar siapa lembaga pemerintah China yang sedang menjalankan investigasi, lalu alasan di balik investigasi, maupun keberadaan Bao.



Misteri hilangnya Bao menghidupkan kembali ingatan kejadian serupa yang menimpa sejumlah kepala perusahaan China yang hilang tanpa jejak dalam beberapa tahun terakhir. Termasuk di antaranya adalah bos Alibaba, Jack Ma.

Meski hilangnya miliarder cenderung mendapatkan lebih banyak sorotan, namun ada juga sejumlah kasus yang kurang dipublikasikan tentang warga China yang hilang setelah mengambil bagian dalam, misalnya, protes anti-pemerintah atau kampanye hak asasi manusia.

Hilangnya Bao sekali lagi memicu spekulasi bahwa ini adalah salah satu cara Presiden Xi Jinping memperketat kendalinya atas ekonomi China.

Di sisi lain hilangnya Bao Fan dikaitkan dengan Kongres Rakyat Nasional (NPC) yang bakal digelar rutin secara tahunan. Diketahui bahwa NPC merupakan rapat parlementer yang membahas rencana-rencana besar yang berkaitan dengan regulasi keuangan China yang diumumkan minggu ini.

Pengawas peraturan keuangan baru akan dibentuk untuk mengawasi sebagian besar sektor keuangan. Pihak berwenang mengatakan, fungsi dari lembaga ini yakni mengawasi celah dalam industri jasa keuangan China yang bernilai triliunan dolar.

Menilik ke belakang, pada tahun 2015 saja tercatat setidaknya ada lima eksekutif yang tiba-tiba tidak bisa dihubungi. Termasuk Chairman konglomerat Fosun Internasional, Guo Guangchang yang dikenal sebagai pemilik klub sepak bola Liga Primer Inggris Wolverhampton Wanderers.

Guo hilang pada bulan Desember tahun itu, ketika perusahaannya mengumumkan setelah kemunculannya kembali bahwa dia sedang membantu penyelidikan pemerintah.

Dua tahun kemudian pengusaha China-Kanada, Xiao Jianhua diculik dari sebuah hotel mewah di Hong Kong. Dia telah menjadi salah satu orang terkaya di China dan sempat dipenjara tahun lalu karena korupsi.

Selanjutnya pada Maret 2020, taipan real estat Ren Zhiqiang menghilang setelah menyebut Xi sebagai 'badut' terkait penanganannya terhadap pandemi. Kemudian pada penghujung tahun itu, setelah persidangan yang hanya berlangsung satu hari, Ren dijatuhi hukuman 18 tahun penjara atas tuduhan korupsi.

Miliarder paling terkenal yang menghilang adalah pendiri Alibaba Jack Ma. Orang terkaya China saat itu menghilang pada akhir 2020 setelah mengkritik regulator keuangan negara itu.

Akibat dari hal itu rencana mega-listing saham raksasa teknologi keuangan Ant Group ditangguhkan. Dan meskipun menyumbangkan hampir USD10 miliar ke dana 'Kemakmuran Bersama', Jack Ma belum terlihat di China selama lebih dari dua tahun. Dia juga belum didakwa dengan kejahatan apa pun.

Keberadaan Jack Ma masih belum jelas, meskipun ada beberapa laporan seputar keberadaan dirinya yang terlihat di Jepang, Thailand dan Australia dalam beberapa bulan terakhir.

Pemerintah China bersikeras tindakan yang diambil terhadap beberapa orang terkaya di negara itu murni atas dasar hukum dan berjanji untuk membasmi korupsi. Tetapi tindakan Beijing juga datang dengan latar belakang liberalisasi selama beberapa dekade dari apa yang sekarang menjadi ekonomi terbesar kedua di dunia.

Keterbukaan tersebut membantu menciptakan banyak multi-miliarder yang dengan kekayaan mereka yang sangat besar, memiliki potensi untuk memegang kekuatan cukup besar.

Sekarang beberapa pengamat mengatakan, di masa pemerintahan Xi Jinping, Partai Komunis China menginginkan kekuasaan itu kembali dan mereka menjalankan tugas dengan cara-cara yang sering diselimuti misteri.

Ada teori yang beredar yakni kekuatan perusahaan raksasa terutama di industri teknologi dapat tumbuh pesat berkat kebijakan pendahulu Xi, yakni Mantan Presiden Jiang Zemin dan Hu Jintao.

Sebelum itu yang menjadi fokus Beijing adalah pada pusat-pusat kekuasaan tradisional, termasuk militer, industri berat dan pemerintah daerah.

Sambil mempertahankan cengkeraman ketat di bidang-bidang ini, Xi telah memperluas fokusnya untuk membuat lebih banyak ekonomi di bawah kendalinya. Kebijakan Kemakmuran Bersama yang digagas Xi Jinping telah menerapkan berbagai tindakan keras di sebagian besar sektor perekonomian, khususnya industri teknologi yang kini berada di bawah pengawasan khusus.

"Terkadang, insiden ini diatur sedemikian rupa untuk mengirim pesan yang lebih luas, terutama ke industri atau kelompok kepentingan tertentu," kata Nick Marro dari The Economist Intelligence Unit kepada BBC.

"Pada akhirnya, langkag itu mencerminkan upaya untuk memusatkan kontrol dan otoritas atas bagian tertentu dari ekonomi, yang telah menjadi fitur utama dari gaya pemerintahan Xi selama dekade terakhir," tambahnya.

"Beijing tetap fokus untuk memastikan bahwa platform dan pemain teknologi besar tidak mengembangkan merek dan pengaruh mereka sendiri yang membuat mereka sulit dikendalikan dan lebih cenderung bertentangan dengan preferensi Beijing," kata Paul Triolo, kepala kebijakan China dan teknologi di perusahaan penasihat global Albright Stonebridge Group.

Juga kunci untuk Kemakmuran Bersama adalah aturan hukum dan bahwa aturan harus berlaku tidak terkecuali bagi orang kaya atau miskin. Pemerintah China mengatakan, bahwa kebijakan tersebut ditujukan untuk mempersempit kesenjangan kekayaan yang semakin lebar.

Banyak orang pun sepakat hal tersebut adalah masalah besar yang dapat merusak posisi Partai Komunis jika dibiarkan tidak ditangani. China mengklaim telah melihat meningkatnya ketidaksetaraan - dan Xi dikatakan menghadapi tekanan dari kelompok ultra-kiri yang ingin bergerak lebih dekat ke akar sosialis partai.

Misteri seputar hilangnya para miliarder serta kekhawatiran yang lebih luas atas pendekatan keras Beijing terhadap bisnis mungkin memiliki konsekuensi signifikan yang tidak diinginkan.

Beberapa pengamat China mengatakan, tindakan yang diambil pemerintah berisiko menekan potensi bisnis baru. "Bahaya bagi Beijing yang membuat miliarder teknologi menjadi target, dimana bakal memberi lebih banyak tekanan pada pengusaha teknologi yang berharap menjadi Jack Ma berikutnya," kata Triolo.

Xi tampaknya sadar akan risiko banyak tindakannya bisa menjadi sentimen negatif bagi pengusaha dan dalam pidatonya kepada delegasi NPC minggu ini dia menekankan pentingnya sektor swasta bagi China.

Tetapi dia juga meminta perusahaan swasta dan pengusaha untuk "menjadi kaya dan bertanggung jawab, kaya dan benar, serta kaya dan penuh kasih".

Selain mengumumkan pengawas keuangan baru, para bankir juga diperingatkan bulan lalu untuk tidak mengikuti contoh rekan-rekan Barat mereka yang "hedonis".
(akr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1865 seconds (0.1#10.140)