Sinergi Antar Lembaga Jadi Kunci Kendalikan Kasus Tuberkulosis
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tuberkulosis (TB) masih menjadi menjadi tantangan kesehatan global yang bertanggung jawab atas 1,6 juta kematian di seluruh dunia selama 2021. Berdasarkan data WHO Global TB Report 2022, Indonesia merupakan negara dengan beban tuberkulosis tertinggi kedua di dunia.
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ghufron Mukti mengatakan, penyakit tersebut juga menimbulkan masalah yang kompleks secara medis dan sosial, ekonomi, dan budaya. Menurutnya, keterbatasan akses dalam pengawasan pengobatan juga menjadi salah satu hambatan utama dalam upaya pengendalian penyakit TB.
“Di Indonesia saat ini tengah berupaya dalam melakukan perbaikan strategis secara terus menerus demi meningkatkan akses terhadap pelayanan TB yang berkualitas dan berorientasi kepada pasien. Ini juga membutuhkan inovasi yang dilakukan untuk mengintensifkan pembiayaan kesehatan, khususnya dalam kasus TB demi memastikan perawatan secara tepat waktu yang berkualitas bagi pasien,” kata Ghufron dalam kegiatan Workshop Innovative TB Financing, Jumat (31/03/2023).
Namun, dalam upaya pengendalian TB, Ghufron mengatakan terdapat beberapa tantangan yang perlu diatasi. Termasuk pengembangan sistem pengawasan yang efektif, percepatan identifikasi kasus, memastikan staf dan fasilitas laboratorium yang memadai, keterlibatan praktisi swasta, dan koordinasi yang efektif di antara penyedia layanan kesehatan.
Dalam upaya penanganan TB di Indonesia melalui Program JKN, BPJS Kesehatan terus melakukan koordinasi dengan Kementerian Kesehatan terkait pemadanan data peserta dan kasus TB. Hal ini juga sebagai bentuk tindak lanjut Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), salah satunya adalah melaksanakan interoperabilitas sistem informasi program JKN melalui perluasan kerja sama dengan kementerian/lembaga untuk mengoptimalkan penggunaan data Program JKN.
Progres saat ini, BPJS Kesehatan telah memberikan data terkait TB dan telah dilakukan pemadanan dengan Kementerian Kesehatan. Harapannya tentu pemanfaatan data ini akan berdampak pada upaya penanggulangan penyakit dan termasuk dalam pembiayaan yang ditanggung oleh Program JKN.
Untuk itu, dirinya akan meminta Kementerian Kesehatan bersama Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Joint Learning Network (JLN), World Bank, United States Agency for International Development (USAID), Gaters Foundation hingga Global Fund untuk bersinergi dalam melakukan pengendalian TB sehingga angka kasus TB di Indonesia semakin berkurang.
“Penanganan TB tidak bisa dikerjakan sendiri, tapi harus melibatkan banyak pihak. Komitmen dari seluruh antar lembaga sangat dibutuhkan dalam pengendalian kasus TB di Indonesia,” tambah Ghufron.
Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan dan Desentralisasi Kesehatan, Yuli Farianti menjelaskan salah satu upaya percepatan dalam pengendalian TB di Indonesia dengan melakukan reformasi pembiayaan terhadap TB. Dirinya menilai, mekanisme pembiayaan TB saat ini masih belum optimal.
“Tahap uji coba sudah dilakukan dengan melihat kesiapan fasilitas kesehatan dalam pengembangan kapasitas faskes dan modifikasi proses kredensial. Namun, saat ini belum ada fasilitas kesehatan yang melakukan modifikasi ini dengan mekanisme pembiayaan,” kata Yuli.
Menurutnya, ada dua hal penting yang dapat dilakukan dalam penanganan kasus TB. Pertama, upaya pengendalian TB dapat dijadikan sebagai indikator persyaratan uji kelayakan (credentialing) terhadap Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP). Kedua, perbaikan terhadap pola pembayaran. Hal ini perlu dilakukan untuk melihat perkembangan pembiayaan perorangan terhadap kasus TB.
“Dari hasil intervensi pembiayaan terhadap TB, terlihat angka kesembuhan semakin meningkat, karena mereka memiliki target dalam pengawasan kasus TB. Harapannya kita juga menghadirkan kualitas pelayanan yang baik ke masyarakat dan juga mendorong faskes untuk melaporkan berapa banyak masyarakat yang mengidap TB sehingga bisa mengintervensi untuk melakukan manajemen pasien,” kata Yuli.
ementara itu, Plt. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI, Tiffany Tiara Pakasi mengatakan, tahun 2022 menjadi tahun dengan jumlah kasus TB terbanyak di Indonesia. Tercatat, di tahun 2022 terdapat 717.941 kasus yang ternotifikasi TB di Indonesia. Namun, dari angka tersebut, 85% masyarakat yang telah mendapatkan perawatan. Hal ini didukung dengan jumlah penyebaran fasilitas kesehatan yang melakukan notifikasi kasus TB di tahun 2022.
“Kami juga telah melakukan pemadanan data antara BPJS Kesehatan dengan Sistem Informasi TB melalui proses cleaning duplikasi via Nomor Induk Kependudukan (NIK) pasien. Dari proses tersebut, terdapat 95.571 pasien dengan diagnosa yang belum tercatat di SITB,” tambah Tiara.
Dirinya menambahkan, sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2021 Tentang Penanggulangan Tuberkolosis mengatakan bahwa Kementerian/Lembaga/Pihak Pendukung termasuk BPJS Kesehatan mendukung dan menerapkan Strategi Nasional Eliminasi TBC melalui berbagai kegiatan yang diharapkan dapat mencapai luaran.
Pada kesempatan yang sama, Peneliti Universitas Gadjah Mada, Firdaus Hafidz mengatakan saat ini kasus TB di Indonesia masih dianggap hal yang biasa. Menurutnya, perlu ada regulasi yang kuat untuk menyatukan antar lembaga untuk bersama-sama melakukan pengendalian TB.
“Kita harus maju bersama untuk memastikan pengendalian terhadap penyakit TB harus berjalan dengan baik, karena ini perlu untuk dilakukan. Baik pendanaan, kapasitas, program dan mitra kerja sama untuk meningkatkan utilisasi demi menurunkan angka katastropik di Indonesia,” ucap Hafidz.
Lihat Juga: Asuransi Kesehatan Mental Makin Penting bagi Gen Z, Apa Saja yang Ditanggung BPJS Kesehatan?
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ghufron Mukti mengatakan, penyakit tersebut juga menimbulkan masalah yang kompleks secara medis dan sosial, ekonomi, dan budaya. Menurutnya, keterbatasan akses dalam pengawasan pengobatan juga menjadi salah satu hambatan utama dalam upaya pengendalian penyakit TB.
“Di Indonesia saat ini tengah berupaya dalam melakukan perbaikan strategis secara terus menerus demi meningkatkan akses terhadap pelayanan TB yang berkualitas dan berorientasi kepada pasien. Ini juga membutuhkan inovasi yang dilakukan untuk mengintensifkan pembiayaan kesehatan, khususnya dalam kasus TB demi memastikan perawatan secara tepat waktu yang berkualitas bagi pasien,” kata Ghufron dalam kegiatan Workshop Innovative TB Financing, Jumat (31/03/2023).
Namun, dalam upaya pengendalian TB, Ghufron mengatakan terdapat beberapa tantangan yang perlu diatasi. Termasuk pengembangan sistem pengawasan yang efektif, percepatan identifikasi kasus, memastikan staf dan fasilitas laboratorium yang memadai, keterlibatan praktisi swasta, dan koordinasi yang efektif di antara penyedia layanan kesehatan.
Dalam upaya penanganan TB di Indonesia melalui Program JKN, BPJS Kesehatan terus melakukan koordinasi dengan Kementerian Kesehatan terkait pemadanan data peserta dan kasus TB. Hal ini juga sebagai bentuk tindak lanjut Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), salah satunya adalah melaksanakan interoperabilitas sistem informasi program JKN melalui perluasan kerja sama dengan kementerian/lembaga untuk mengoptimalkan penggunaan data Program JKN.
Progres saat ini, BPJS Kesehatan telah memberikan data terkait TB dan telah dilakukan pemadanan dengan Kementerian Kesehatan. Harapannya tentu pemanfaatan data ini akan berdampak pada upaya penanggulangan penyakit dan termasuk dalam pembiayaan yang ditanggung oleh Program JKN.
Untuk itu, dirinya akan meminta Kementerian Kesehatan bersama Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Joint Learning Network (JLN), World Bank, United States Agency for International Development (USAID), Gaters Foundation hingga Global Fund untuk bersinergi dalam melakukan pengendalian TB sehingga angka kasus TB di Indonesia semakin berkurang.
“Penanganan TB tidak bisa dikerjakan sendiri, tapi harus melibatkan banyak pihak. Komitmen dari seluruh antar lembaga sangat dibutuhkan dalam pengendalian kasus TB di Indonesia,” tambah Ghufron.
Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan dan Desentralisasi Kesehatan, Yuli Farianti menjelaskan salah satu upaya percepatan dalam pengendalian TB di Indonesia dengan melakukan reformasi pembiayaan terhadap TB. Dirinya menilai, mekanisme pembiayaan TB saat ini masih belum optimal.
“Tahap uji coba sudah dilakukan dengan melihat kesiapan fasilitas kesehatan dalam pengembangan kapasitas faskes dan modifikasi proses kredensial. Namun, saat ini belum ada fasilitas kesehatan yang melakukan modifikasi ini dengan mekanisme pembiayaan,” kata Yuli.
Menurutnya, ada dua hal penting yang dapat dilakukan dalam penanganan kasus TB. Pertama, upaya pengendalian TB dapat dijadikan sebagai indikator persyaratan uji kelayakan (credentialing) terhadap Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP). Kedua, perbaikan terhadap pola pembayaran. Hal ini perlu dilakukan untuk melihat perkembangan pembiayaan perorangan terhadap kasus TB.
“Dari hasil intervensi pembiayaan terhadap TB, terlihat angka kesembuhan semakin meningkat, karena mereka memiliki target dalam pengawasan kasus TB. Harapannya kita juga menghadirkan kualitas pelayanan yang baik ke masyarakat dan juga mendorong faskes untuk melaporkan berapa banyak masyarakat yang mengidap TB sehingga bisa mengintervensi untuk melakukan manajemen pasien,” kata Yuli.
ementara itu, Plt. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI, Tiffany Tiara Pakasi mengatakan, tahun 2022 menjadi tahun dengan jumlah kasus TB terbanyak di Indonesia. Tercatat, di tahun 2022 terdapat 717.941 kasus yang ternotifikasi TB di Indonesia. Namun, dari angka tersebut, 85% masyarakat yang telah mendapatkan perawatan. Hal ini didukung dengan jumlah penyebaran fasilitas kesehatan yang melakukan notifikasi kasus TB di tahun 2022.
“Kami juga telah melakukan pemadanan data antara BPJS Kesehatan dengan Sistem Informasi TB melalui proses cleaning duplikasi via Nomor Induk Kependudukan (NIK) pasien. Dari proses tersebut, terdapat 95.571 pasien dengan diagnosa yang belum tercatat di SITB,” tambah Tiara.
Dirinya menambahkan, sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2021 Tentang Penanggulangan Tuberkolosis mengatakan bahwa Kementerian/Lembaga/Pihak Pendukung termasuk BPJS Kesehatan mendukung dan menerapkan Strategi Nasional Eliminasi TBC melalui berbagai kegiatan yang diharapkan dapat mencapai luaran.
Pada kesempatan yang sama, Peneliti Universitas Gadjah Mada, Firdaus Hafidz mengatakan saat ini kasus TB di Indonesia masih dianggap hal yang biasa. Menurutnya, perlu ada regulasi yang kuat untuk menyatukan antar lembaga untuk bersama-sama melakukan pengendalian TB.
“Kita harus maju bersama untuk memastikan pengendalian terhadap penyakit TB harus berjalan dengan baik, karena ini perlu untuk dilakukan. Baik pendanaan, kapasitas, program dan mitra kerja sama untuk meningkatkan utilisasi demi menurunkan angka katastropik di Indonesia,” ucap Hafidz.
Lihat Juga: Asuransi Kesehatan Mental Makin Penting bagi Gen Z, Apa Saja yang Ditanggung BPJS Kesehatan?
(srf)