Soal Direksi Rangkap Jabatan Jadi Komisaris, Kementerian BUMN Buka Suara
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengungkapkan soal diperbolehkannya direksi perusahaan pelat merah rangkap jabatan sebagai komisaris di anak usaha. Kebijakan tersebut dinilai penting untuk mengontrol bisnis.
"Kebijakan apa yang di holding harus sama dengan kebijakan yang ada di anak perusahaannya, lewat pengawasan di Komisaris. Kalau bukan dari holdingnya yang di Komisaris nanti yang mengawasi siapa? Proses pengawasan di anak perusahaan di mana letaknya?," ungkap Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga saat ditemui di Gedung Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu (5/4/2023).
Baca Juga: Pegawai BUMN Bisa Diangkat jadi Direksi, Ini Syaratnya
Dia mengatakan aturan bisnis yang berlaku di anak usaha harus sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan holding. Untuk memastikan hal ini berjalan baik, dewan Komisaris anak usaha harus berasal dari dewan direksi induk usahanya.
"Urgensinya, karena dia itu anak perusahaan, gimana caranya meng-in line-kan antara anak perusahaan dengan induk perusahannya, holdingnya. Karena dia akan jadi komisaris di anak perusahaannya," lanjutnya.
Dia yakin, rangkap jabatan dewan Direksi BUMN di lini bisnis perusahaan tidak menciptakan konflik kepentingan. Alasannya, direksi yang rangkap jabatan mewakili kepentingan perusahaan induknya.
Arya mencontohkan cetak biru atau blueprint holding selama 5 tahun ke depan harus juga direalisasikan anak perusahaan. Kesamaan misi atau program ini pun diawasi langsung oleh Komisaris anak usaha, sehingga diyakini tidak menciptakan konflik kepentingan.
"Siapa yang akan mengawasi blueprint itu dijalankan oleh anak perusahaan. Komisaris-nya yang tau blueprint itu siapa. Makanya dia jadi Komisaris, itu pengawas, bukan pelaksana jadi nggak ada konflik kepentingannya karena dia pengawas," kata dia.
"Justru dia akan mengamankan bahwa blueprint anak usaha itu sama dengan holding, berjalan sama. Makanya, mereka memang dibutuhkan untuk komisaris," tutur Arya.
"Kebijakan apa yang di holding harus sama dengan kebijakan yang ada di anak perusahaannya, lewat pengawasan di Komisaris. Kalau bukan dari holdingnya yang di Komisaris nanti yang mengawasi siapa? Proses pengawasan di anak perusahaan di mana letaknya?," ungkap Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga saat ditemui di Gedung Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu (5/4/2023).
Baca Juga: Pegawai BUMN Bisa Diangkat jadi Direksi, Ini Syaratnya
Dia mengatakan aturan bisnis yang berlaku di anak usaha harus sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan holding. Untuk memastikan hal ini berjalan baik, dewan Komisaris anak usaha harus berasal dari dewan direksi induk usahanya.
"Urgensinya, karena dia itu anak perusahaan, gimana caranya meng-in line-kan antara anak perusahaan dengan induk perusahannya, holdingnya. Karena dia akan jadi komisaris di anak perusahaannya," lanjutnya.
Dia yakin, rangkap jabatan dewan Direksi BUMN di lini bisnis perusahaan tidak menciptakan konflik kepentingan. Alasannya, direksi yang rangkap jabatan mewakili kepentingan perusahaan induknya.
Arya mencontohkan cetak biru atau blueprint holding selama 5 tahun ke depan harus juga direalisasikan anak perusahaan. Kesamaan misi atau program ini pun diawasi langsung oleh Komisaris anak usaha, sehingga diyakini tidak menciptakan konflik kepentingan.
"Siapa yang akan mengawasi blueprint itu dijalankan oleh anak perusahaan. Komisaris-nya yang tau blueprint itu siapa. Makanya dia jadi Komisaris, itu pengawas, bukan pelaksana jadi nggak ada konflik kepentingannya karena dia pengawas," kata dia.
"Justru dia akan mengamankan bahwa blueprint anak usaha itu sama dengan holding, berjalan sama. Makanya, mereka memang dibutuhkan untuk komisaris," tutur Arya.
(nng)