Gara-gara Rafaksi! KPPU Sebut Kerugian Peritel dan Produsen Minyak Goreng Tembus Rp1,1 Triliun
loading...
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pengawas Persaingan Usaha ( KPPU ) membeberkan, tagihan rafaksi minyak goreng yang belum dibayarkan oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag) kepada pelaku usaha ritel modern dan produsen minyak goreng mencapai Rp1,1 triliun.
Direktur Ekonomi KPPU, Mulyawan Ranamanggala merinci, jumlah tagihan tersebut bersumber dari kerugian yang dialami produsen minyak goreng dan distributor sebanyak Rp700 miliar. Sementara sebesar Rp344 miliar dibebankan kepada ritel modern di seluruh Indonesia yang tergabung di dalam Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo).
"Pelaku usaha sudah mengikuti kebijakan Kemendag, bahkan pelaku usaha sudah mengalami kerugian dua kali. APRINDO rugi Rp344 miliar, kalau di sisi produsen kerugiannya diperkirakan mencapai Rp700 miliar," ujar Mulyawan dalam konferensi pers kemarin, Rabu (10/5/2023).
Oleh sebab itu, KPPU meminta Kemendag untuk segera membayar utang rafaksi minyak goreng tersebut baik ke pelaku usaha ritel dan produsen minyak goreng. Hal tersebut perlu dilakukan untuk mengurangi sentimen negatif di pasar.
Kemudian menurut Mulyawan, Kemendag juga perlu mengeluarkan regulasi baru terkait pelaksanaan kewajiban pembayaran rafaksi minyak goreng pada pelaku usaha yang telah selesai diverifikasi. Dia menyayangkan apabila pemerintah bersikeras untuk tidak membayar utang tersebut.
"Kami sangat menyayangkan apabila pemerintah bersikeras untuk tidak membayar rafaksi minyak goreng ini. Karena pemerintah yang mengeluarkan kebijakan, lalu pelaku usaha sudah mengikuti kebijakan tersebut bahkan pelaku usaha sudah mengalami kerugian dua kali," kata dia.
Mulyawan menjelaskan, adapun kerugian yang telah dialami oleh pelaku usaha sebanyak dua kali yaitu, selisih Harga Acuan Keekonomian atau HAK dengan harga pasar, dan selisih HAK dengan Harga Eceran Tertinggi atau HET yang mencapai Rp 344 miliar tersebut.
Menurutnya, kerugian masyarakat ini akan terus bertambah, jika harga minyak goreng menjadi tinggi sebagai akibat upaya pelaku usaha yang membatasi akses atau penjualan minyak goreng kepada masyarakat.
Direktur Ekonomi KPPU, Mulyawan Ranamanggala merinci, jumlah tagihan tersebut bersumber dari kerugian yang dialami produsen minyak goreng dan distributor sebanyak Rp700 miliar. Sementara sebesar Rp344 miliar dibebankan kepada ritel modern di seluruh Indonesia yang tergabung di dalam Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo).
"Pelaku usaha sudah mengikuti kebijakan Kemendag, bahkan pelaku usaha sudah mengalami kerugian dua kali. APRINDO rugi Rp344 miliar, kalau di sisi produsen kerugiannya diperkirakan mencapai Rp700 miliar," ujar Mulyawan dalam konferensi pers kemarin, Rabu (10/5/2023).
Oleh sebab itu, KPPU meminta Kemendag untuk segera membayar utang rafaksi minyak goreng tersebut baik ke pelaku usaha ritel dan produsen minyak goreng. Hal tersebut perlu dilakukan untuk mengurangi sentimen negatif di pasar.
Kemudian menurut Mulyawan, Kemendag juga perlu mengeluarkan regulasi baru terkait pelaksanaan kewajiban pembayaran rafaksi minyak goreng pada pelaku usaha yang telah selesai diverifikasi. Dia menyayangkan apabila pemerintah bersikeras untuk tidak membayar utang tersebut.
"Kami sangat menyayangkan apabila pemerintah bersikeras untuk tidak membayar rafaksi minyak goreng ini. Karena pemerintah yang mengeluarkan kebijakan, lalu pelaku usaha sudah mengikuti kebijakan tersebut bahkan pelaku usaha sudah mengalami kerugian dua kali," kata dia.
Mulyawan menjelaskan, adapun kerugian yang telah dialami oleh pelaku usaha sebanyak dua kali yaitu, selisih Harga Acuan Keekonomian atau HAK dengan harga pasar, dan selisih HAK dengan Harga Eceran Tertinggi atau HET yang mencapai Rp 344 miliar tersebut.
Menurutnya, kerugian masyarakat ini akan terus bertambah, jika harga minyak goreng menjadi tinggi sebagai akibat upaya pelaku usaha yang membatasi akses atau penjualan minyak goreng kepada masyarakat.
(akr)