Soal Impor KRL Bekas Jepang, BPKP Menanti Sikap Luhut dan Erick Thohir
loading...
A
A
A
JAKARTA - Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengaku belum menerima hasil rapat antara Kementerian BUMN, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, dan Kementerian Teknis terkait dengan impor 10 Kereta Rel Listrik ( KRL Commuter Line ) bekas asal Jepang.
Juru Bicara BPKP, Azwad Zamroodin Hakim menyebut pihaknya masih menunggu tindak lanjut atau hasil rapat yang diadakan Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, dan Menteri terkait.
Dia mengatakan, setelah hasil rekomendasi BPKP diserahkan kepada Luhut Binsar Pandjaitan beberapa waktu lalu, hingga saat ini lembaga auditor negara itu belum menerima hasil pertemuan para pejabat kementerian negara.
"Setahu saya begini, review kami yang kemarin itu belum ada (hasil rapat). Setahu saya enggak ada, kami cuma menunggu review dari sana, bagaimana tindak lanjutnya mengenai rapat-rapat itu. Bukan saya bantah, tetapi sepengetahuan saya tidak ada," ujar Azwad saat ditemui di kawasan Jakarta Selatan, Rabu (24/5/2023).
BPKP memang merekomendasikan agar pemerintah tidak perlu mendatangkan 10 rangkaian kereta dari Negeri Sakura. Pasalnya, pemerintah harus mengutamakan produk di dalam negeri.
"Sementara masih itu (tidak merekomendasikan). Review kita masih itu, kita tunggu apa tindak lanjutnya mereka," ucap dia.
Kementerian BUMN selaku pemegang saham PT KAI (Persero) dan PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) menilai impor menjadi alternatif, lantaran kapasitas produksi kereta api dari PT INKA (Persero) terbatas.
Karena terbatas, perusahaan tidak dapat menyuplai jumlah rangkaian KRL yang dibutuhkan KAI dan KCI saat ini. INKA hanya bisa memenuhi jumlah KRL pada 2025 mendatang. Pada tahun ini saja KCI akan mempensiunkan 10 rangkaian KRL, lalu 16 rangkaian KRL pada 2024.
Impor kereta bukan menjadi alasan KCI tidak mengutamakan produksi dalam negeri, namun hanya menjadi alternatif di tengah kebutuhan dan lonjakan penumpang KRL yang tinggi.
Di sisi kapasitas, setiap satu gerbong mampu melayani 175 orang. Sementara satu rangkaian KRL terdiri 8-12 gerbong. Jika dihitung secara simultan atau pulang pergi, maka satu rangkaian kereta bisa melayani puluhan ribu penumpang.
Dari perhitungan tersebut, dipastikan ratusan ribu calon penumpang KRL tidak dapat mengakses layanan kereta, bila kebutuhan kereta tidak disediakan KCI tahun ini.
Juru Bicara BPKP, Azwad Zamroodin Hakim menyebut pihaknya masih menunggu tindak lanjut atau hasil rapat yang diadakan Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, dan Menteri terkait.
Dia mengatakan, setelah hasil rekomendasi BPKP diserahkan kepada Luhut Binsar Pandjaitan beberapa waktu lalu, hingga saat ini lembaga auditor negara itu belum menerima hasil pertemuan para pejabat kementerian negara.
"Setahu saya begini, review kami yang kemarin itu belum ada (hasil rapat). Setahu saya enggak ada, kami cuma menunggu review dari sana, bagaimana tindak lanjutnya mengenai rapat-rapat itu. Bukan saya bantah, tetapi sepengetahuan saya tidak ada," ujar Azwad saat ditemui di kawasan Jakarta Selatan, Rabu (24/5/2023).
BPKP memang merekomendasikan agar pemerintah tidak perlu mendatangkan 10 rangkaian kereta dari Negeri Sakura. Pasalnya, pemerintah harus mengutamakan produk di dalam negeri.
"Sementara masih itu (tidak merekomendasikan). Review kita masih itu, kita tunggu apa tindak lanjutnya mereka," ucap dia.
Kementerian BUMN selaku pemegang saham PT KAI (Persero) dan PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) menilai impor menjadi alternatif, lantaran kapasitas produksi kereta api dari PT INKA (Persero) terbatas.
Karena terbatas, perusahaan tidak dapat menyuplai jumlah rangkaian KRL yang dibutuhkan KAI dan KCI saat ini. INKA hanya bisa memenuhi jumlah KRL pada 2025 mendatang. Pada tahun ini saja KCI akan mempensiunkan 10 rangkaian KRL, lalu 16 rangkaian KRL pada 2024.
Impor kereta bukan menjadi alasan KCI tidak mengutamakan produksi dalam negeri, namun hanya menjadi alternatif di tengah kebutuhan dan lonjakan penumpang KRL yang tinggi.
Di sisi kapasitas, setiap satu gerbong mampu melayani 175 orang. Sementara satu rangkaian KRL terdiri 8-12 gerbong. Jika dihitung secara simultan atau pulang pergi, maka satu rangkaian kereta bisa melayani puluhan ribu penumpang.
Dari perhitungan tersebut, dipastikan ratusan ribu calon penumpang KRL tidak dapat mengakses layanan kereta, bila kebutuhan kereta tidak disediakan KCI tahun ini.
(akr)