Status Pemegang Saham Pengendali Harga Mati, Vale Harus Divestasi 21% Saham ke MIND ID
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pembahasan rencana divestasi PT Vale Indonesia Tbk masih sulit. Anggota Komisi VII DPR , Mulyanto, menilai kepemilikan saham nasional sebesar 51% sebagai pemegang saham pengendali perusahaan tersebut merupakan tujuan yang tak dapat ditawar, alias harga mati.
Saat ini, pemerintah melalui holding pertambangan MIND ID baru menguasai 20% saham perusahaan tersebut. Sisanya, Vale Canada Limited masih memegang 43,79% sebagai pengendali, dan Sumitomo Metal Mining Co., Ltd. memiliki 15,03%.
Selain itu, sekitar 20% saham perusahaan dipegang oleh publik, dengan kepemilikan di bawah 2%. Namun, sebagian saham publik tersebut dikontrol oleh pihak asing.
"Saya rasa pemegang saham nasional sebesar 51% dan pemegang saham pengendali adalah tujuan yang tak dapat ditawar untuk perpanjangan izin ini. Karena setengah dari 20% saham publik dimiliki oleh pihak asing, maka divestasi sebesar 14% tidaklah cukup. Setidaknya harus divestasi sebesar 21% dan MIND ID harus diberikan hak dalam pengendalian operasional dan konsolidasi keuangan," ujar Mulyanto kepada wartawan di Jakarta, dikutip Jumat (14/7/2023).
Dia menegaskan, pengendalian pemerintah terhadap saham Vale Indonesia telah disepakati oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif bersama Komisi VII DPR RI pada bulan lalu.
"Jika Vale tetap ngotot dan alot, kami akan terus mendorong agar menteri konsisten dan tidak memperpanjang izin Vale ini," terangnya.
Menurut Mulyanto, jika penambahan saham hanya 14%, maka saham nasional baru akan mencapai 44% dengan asumsi saham publik nasional hanya 10%. Artinya, masih kurang 7% lagi untuk mencapai 51%.
"Jadi, penambahan saham sebesar 14% ini belum cukup untuk menjadikan saham nasional menjadi mayoritas," tegas Mulyanto.
Sebelumnya, dalam rapat kerja Komisi VII DPR RI dengan Menteri ESDM pada 13 Juni lalu, disepakati agar saham nasional sebesar 51% menjadi syarat untuk perpanjangan izin Vale. Termasuk juga mendukung agar BUMN MIND ID diberikan hak pengendalian atas operasional dan konsolidasi finansial PT Vale Indonesia.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Suparno menilai, upaya pemerintah menguasai saham PT Vale Indonesia Tbk dapat dilakukan melalui pertukaran bisnis (business to business/B2B). Dia mengatakan, divestasi yang akan dilakukan oleh Vale merupakan kewajiban berdasarkan Peraturan Pemerintah No.96/2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Pertambangan Mineral dan Batubara.
Berdasarkan kebijakan tersebut, Vale memiliki kewajiban divestasi sebesar 11% dari total saham yang dimilikinya. Namun, pemerintah dapat menggunakan pendekatan B2B untuk menguasai mayoritas saham perusahaan tersebut.
"Tentu saja ini akan menjadi bagian dalam pembahasan B2B, dan akan dilakukan antara Vale dengan BUMN yang ditunjuk pemerintah, kemungkinan besar MIND ID, sesuai dengan norma-norma bisnis yang berlaku," katanya.
Saat ini, pemerintah melalui holding pertambangan MIND ID baru menguasai 20% saham perusahaan tersebut. Sisanya, Vale Canada Limited masih memegang 43,79% sebagai pengendali, dan Sumitomo Metal Mining Co., Ltd. memiliki 15,03%.
Selain itu, sekitar 20% saham perusahaan dipegang oleh publik, dengan kepemilikan di bawah 2%. Namun, sebagian saham publik tersebut dikontrol oleh pihak asing.
"Saya rasa pemegang saham nasional sebesar 51% dan pemegang saham pengendali adalah tujuan yang tak dapat ditawar untuk perpanjangan izin ini. Karena setengah dari 20% saham publik dimiliki oleh pihak asing, maka divestasi sebesar 14% tidaklah cukup. Setidaknya harus divestasi sebesar 21% dan MIND ID harus diberikan hak dalam pengendalian operasional dan konsolidasi keuangan," ujar Mulyanto kepada wartawan di Jakarta, dikutip Jumat (14/7/2023).
Dia menegaskan, pengendalian pemerintah terhadap saham Vale Indonesia telah disepakati oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif bersama Komisi VII DPR RI pada bulan lalu.
"Jika Vale tetap ngotot dan alot, kami akan terus mendorong agar menteri konsisten dan tidak memperpanjang izin Vale ini," terangnya.
Menurut Mulyanto, jika penambahan saham hanya 14%, maka saham nasional baru akan mencapai 44% dengan asumsi saham publik nasional hanya 10%. Artinya, masih kurang 7% lagi untuk mencapai 51%.
"Jadi, penambahan saham sebesar 14% ini belum cukup untuk menjadikan saham nasional menjadi mayoritas," tegas Mulyanto.
Sebelumnya, dalam rapat kerja Komisi VII DPR RI dengan Menteri ESDM pada 13 Juni lalu, disepakati agar saham nasional sebesar 51% menjadi syarat untuk perpanjangan izin Vale. Termasuk juga mendukung agar BUMN MIND ID diberikan hak pengendalian atas operasional dan konsolidasi finansial PT Vale Indonesia.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Suparno menilai, upaya pemerintah menguasai saham PT Vale Indonesia Tbk dapat dilakukan melalui pertukaran bisnis (business to business/B2B). Dia mengatakan, divestasi yang akan dilakukan oleh Vale merupakan kewajiban berdasarkan Peraturan Pemerintah No.96/2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Pertambangan Mineral dan Batubara.
Berdasarkan kebijakan tersebut, Vale memiliki kewajiban divestasi sebesar 11% dari total saham yang dimilikinya. Namun, pemerintah dapat menggunakan pendekatan B2B untuk menguasai mayoritas saham perusahaan tersebut.
"Tentu saja ini akan menjadi bagian dalam pembahasan B2B, dan akan dilakukan antara Vale dengan BUMN yang ditunjuk pemerintah, kemungkinan besar MIND ID, sesuai dengan norma-norma bisnis yang berlaku," katanya.
(uka)