Krisis Properti China Memburuk, Pembeli Rumah Protes hingga Boikot KPR

Minggu, 20 Agustus 2023 - 08:21 WIB
loading...
Krisis Properti China Memburuk, Pembeli Rumah Protes hingga Boikot KPR
Krisis properti di China semakin memburuk dengan dua pengembang besar menghadapi kesulitan keuangan parah. FOTO/Reuters
A A A
JAKARTA - Krisis properti di China semakin memburuk dengan dua pengembang besar menghadapi kesulitan keuangan parah yang mengancam untuk mengirimkan gelombang kejut ke seluruh ekonomi negara dan sekitarnya.

Evergrande, yang menjadi perusahaan utama dari kesengsaraan sektor properti China , mengajukan perlindungan kebangkrutan di New York pada Kamis. Ketentuan ini memungkinkan perusahaan untuk melindungi aset-asetnya di Amerika Serikat (AS), dan akan memungkinkan proses kebangkrutan lintas batas saat perusahaan menjalani restrukturisasi.

Pengajuan dari Evergrande, yang gagal bayar pada 2021 setelah krisis likuiditas, dilakukan sehari setelah regulator sekuritas China melaporkan cabang perusahaan di China bahwa perusahaan tersebut sedang diselidiki atas dugaan pelanggaran keterbukaan informasi. Evergrande merupakan pengembang properti yang paling banyak utang di dunia dengan nilai lebih dari USD300 miliar dalam bentuk kewajiban.

Country Garden, yang pernah menjadi pengembang properti terbesar di China berdasarkan pendapatan, juga menghadapi risiko gagal bayar dalam beberapa minggu mendatang. Country Garden adalah salah satu dari sedikit pengembang perumahan besar yang berhasil menghindari gagal bayar sejak Beijing memperkenalkan kebijakan tiga garis merah pada 2020 bertujuan untuk mengendalikan tingkat utang di sektor yang memiliki tingkat leverage tinggi.



Kebijakan tersebut menetapkan batas rasio kewajiban terhadap aset dan memastikan perusahaan memiliki cadangan kas yang setara dengan setidaknya 100% dari utang jangka pendek. Sejak saat itu, perusahaan-perusahaan yang bertanggung jawab atas sekitar 40% penjualan rumah di China telah gagal bayar.

Country Garden telah melewatkan pembayaran obligasi pekan lalu memiliki waktu hingga awal September, saat masa tenggang pembayaran tersebut berakhir untuk meredam kekhawatiran bahwa mereka akan mengalami nasib yang sama.

Mengutip The Guardian, gejolak di sektor properti China telah membuat para kontraktor tidak dibayar dan para pembeli rumah yang telah memenuhi kewajiban membayar uang muka yang besar tidak memiliki apartemen mereka. Para pembeli di ratusan kota protes melakukan boikot KPR atas pembangunan yang tidak kunjung selesai.

Dan Wang, kepala ekonom di China untuk Hang Seng Bank, mengatakan bahwa "sampai batas tertentu" kebijakan tiga garis merah pemerintah telah berhasil dalam melakukan deleveraging di sektor ini. "Namun, perubahan yang terlalu drastis dalam waktu yang sangat singkat hal ini menciptakan sebuah spiral ke bawah dalam situasi likuiditas untuk perusahaan-perusahaan properti."

Hal itu lantaran kepercayaan pada sektor real estat telah anjlok, begitu pula penjualan rumah, membuat para pengembang kehilangan uang tunai yang sangat dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan konstruksi dan memenuhi pembayaran bunga. Penjualan rumah baru untuk 100 pengembang properti teratas turun 33% di bulan Juli, dibandingkan dengan tahun 2022, menurut S&P Global Ratings, sebuah lembaga pemeringkat. Penjualan Country Garden turun 60%.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1161 seconds (0.1#10.140)