Jonan Sindir Freeport Soal Ancaman PHK Karyawan

Senin, 20 Februari 2017 - 17:00 WIB
Jonan Sindir Freeport Soal Ancaman PHK Karyawan
Jonan Sindir Freeport Soal Ancaman PHK Karyawan
A A A
JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menyindir sikap PT Freeport Indonesia yang mengancam akan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara besar-besaran, jika tidak kunjung mencapai titik temu dengan pemerintah soal status kontrak. Baginya, Freeport bukanlah perusahaan yang baik jika melakukan ancaman-ancaman seperti itu.

Dia mengatakan, perusahaan yang baik akan menganggap karyawan sebagai aset terbesarnya. Jadi, sebesar apapun masalahnya maka PHK adalah jalan keluar terakhir. "‎Gini, perusahaan yang baik menganggap pegawai adalah aset paling penting. Tidak digunakan untuk keputusan pertama, tapi layoff keputusan terakhir‎," katanya di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Senin (20/2/2017).

(Baca Juga: Menteri Jonan: Freeport Mau Berbisnis atau Cari Perkara
Bahkan, mantan Bos PT Kereta Api Indonesia (Persero) ini menegaskan dirinya tidak akan semena-mena memecat karyawan jika berada di posisi Freeport. Dirinya akan mempertimbangkan opsi lain sebelum melakukan PHK. "‎Kalo saya CEO nya Feeport saya akan bertindak berbeda‎," imbuh dia.

Kendati demikian, Jonan mengaku hingga saat ini belum ada laporan dari Freeport terkait rencana PHK tersebut. "Jangan pakai kalau. Belum ada (PHK)," tandasnya.

(Baca Juga: Tak Mau Kalah, Jonan Siap Gugat Freeport ke Arbitrase
Sebelumnya dia juga menerangkan membawa masalah divestasi dan izin tambang di Indonesia ke badan arbitrase internasional jauh lebih baik daripada selalu menggunakan isu pemecatan pegawai (PHK) sebagai alat menekan pemerintah. "Korporasi global selalu memperlakukan karyawan sebagai aset yang paling berharga, dan bukan sebagai alat untuk memperoleh keuntungan semata," ujarnya.

Jonan sendiri berharap Freeport tidak alergi dengan ketentuan divestasi hingga 51% yang tercantum dalam perjanjian Kontrak Karya pertama antara PTFI dan pemerintah Indonesia, yang juga tercantum dengan tegas dalam PP No 1/2017.

"Memang ada perubahan ketentuan divestasi di dalam Kontrak Karya yang terjadi di tahun 1991, yaitu menjadi 30% karena alasan pertambangan bawah tanah. Namun, divestasi 51% adalah aspirasi rakyat Indonesia yang ditegaskan oleh Bapak Presiden, agar PTFI dapat bermitra dengan pemerintah sehingga jaminan kelangsungan usaha dapat berjalan dengan baik dan rakyat Indonesia serta rakyat Papua khususnya, juga ikut menikmati sebagai pemilik tambang emas dan tembaga terbesar di Indonesia," terangnya.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5452 seconds (0.1#10.140)