Hari Kedua KTT ASEAN, Bos Pertamina Ungkap Komitmen Jalankan Transisi Energi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati menyebut bahwa dalam membahas transisi energi , semua pihak harus memiliki perspektif dan pemahaman yang sama. Maka dari itu, dia menyebut bahwa Pertamina memiliki tiga agenda paralel utama menuju transisi energi yang terjangkau.
"Kita berbicara soal perubahan iklim, jadi hal yang paling penting adalah ruas jalan transisi energi. Kita memiliki tujuan yang sama, garis akhirnya adalah di nett zero emission," ujar Nicke dalam Plenary Session I AIPF di Jakarta, Rabu (6/9/2023).
Dia mengatakan setiap negara memiliki posisi dan titik awal yang berbeda. Tiap negara berada di tahap perkembangan ekonomi dan pembangunan, serta tantangan yang berbeda. Sehingga ruas jalan transisi energinya pun berbeda.
"Untuk Indonesia, kita adalah negara berkembang dan memiliki target ambisius untuk menaikkan PDB kita untuk menjaga pertumbuhan ekonomi yang stabil dan laju inflasi. Jadi kami membutuhkan energi sebagai katalis untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia," tegas Nicke.
Lebih lanjut, yang harus dilakukan sekarang adalah keamanan energi harus tetap dijaga. Pertamina sebagai BUMN memiliki mandat untuk menjaga keamanan dan resiliensi energi. Namun di sisi lain, Pertamina harus mendukung target pemerintah untuk mencapai nett zero emission.
"Jadi, kami memiliki tiga agenda paralel utama untuk mencapai target itu. Pertama, kami tetap menjaga bisnis warisan kami dengan metodologi operasi yang berbeda," ungkap Nicke.
Pertamina melakukan beberapa inisiatif untuk dekarbonisasi. Meski bisnis warisan Pertamina sebenarnya karbon positif, tetapi melalui program dekarbonisasi Pertamina bisa menguranginya, ini untuk jangka pendek.
"Tapi, kami juga memiliki mitigasi untuk jangka panjang. Contohnya, untuk bisnis minyak, kami mengembangkan dua agenda utama mengenai aset eksisting kami, mengubah kilang minyak menjadi kilang minyak hijau sehingga kami bisa meningkatkan dan mempercepat bioenergi," terang Nicke.
Kedua, mengintegrasikan kilang dengan industri petrokimia. Ketiga, mengembangkan bisnis zero carbon atau bisnis netral karbon. Terlebih, Indonesia memiliki potensi yang sangat besar di geothermal atau energi panas bumi, juga tenaga hydro, sehingga ada inisiatif netral karbon.
"Kita berbicara soal perubahan iklim, jadi hal yang paling penting adalah ruas jalan transisi energi. Kita memiliki tujuan yang sama, garis akhirnya adalah di nett zero emission," ujar Nicke dalam Plenary Session I AIPF di Jakarta, Rabu (6/9/2023).
Dia mengatakan setiap negara memiliki posisi dan titik awal yang berbeda. Tiap negara berada di tahap perkembangan ekonomi dan pembangunan, serta tantangan yang berbeda. Sehingga ruas jalan transisi energinya pun berbeda.
"Untuk Indonesia, kita adalah negara berkembang dan memiliki target ambisius untuk menaikkan PDB kita untuk menjaga pertumbuhan ekonomi yang stabil dan laju inflasi. Jadi kami membutuhkan energi sebagai katalis untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia," tegas Nicke.
Lebih lanjut, yang harus dilakukan sekarang adalah keamanan energi harus tetap dijaga. Pertamina sebagai BUMN memiliki mandat untuk menjaga keamanan dan resiliensi energi. Namun di sisi lain, Pertamina harus mendukung target pemerintah untuk mencapai nett zero emission.
"Jadi, kami memiliki tiga agenda paralel utama untuk mencapai target itu. Pertama, kami tetap menjaga bisnis warisan kami dengan metodologi operasi yang berbeda," ungkap Nicke.
Pertamina melakukan beberapa inisiatif untuk dekarbonisasi. Meski bisnis warisan Pertamina sebenarnya karbon positif, tetapi melalui program dekarbonisasi Pertamina bisa menguranginya, ini untuk jangka pendek.
"Tapi, kami juga memiliki mitigasi untuk jangka panjang. Contohnya, untuk bisnis minyak, kami mengembangkan dua agenda utama mengenai aset eksisting kami, mengubah kilang minyak menjadi kilang minyak hijau sehingga kami bisa meningkatkan dan mempercepat bioenergi," terang Nicke.
Kedua, mengintegrasikan kilang dengan industri petrokimia. Ketiga, mengembangkan bisnis zero carbon atau bisnis netral karbon. Terlebih, Indonesia memiliki potensi yang sangat besar di geothermal atau energi panas bumi, juga tenaga hydro, sehingga ada inisiatif netral karbon.