Hikayat Nasabah AdaKami yang Mengakhiri Hayatnya: Teror Tak Beradab hingga Geramnya Warganet
loading...
A
A
A
“AdaKami, copywriting lo jahat banget sih,” tulis akun @txtdrdigital. Selain itu, akun ini juga menyampaikan keluhan terkait respons OJK.
Dalam unggahannya, OJK merespons dengan kalimat, “Terima kasih atas informasinya. OJK melakukan pengawasan terhadap lembaga jasa keuangan yang berizin OJK, termasuk pinjaman online atau fintech lending. Fintech lending dilarang menagih menggunakan teror, ancaman, atau menyebarkan data pribadi,” demikian respons yang diunggah OJK dalam akun Twitter resminya.
Warganet lainnya dengan akun Twitter @Pohon_Bambu** menyampaikan bahwa, sudah selayaknya OJK sebagai regulator yang membawahi pelaku usaha jasa keuangan (PUJK) menerbitkan kebijakan untuk menghapus biaya layanan pinjol yang besaran nilainya sama dengan utang pokok atau outstanding. Ia mengatakan, OJK harus bisa menertibkan praktik penagihan yang dilakukan perusahaan pinjol.
“Biaya layanan itu ada di dalam iklannya atau tidak? Kalau gak ada artinya iklan pinjol telah melanggar UU Perlindungan Konsumen,” tulis akun @Pohon_Bambu** dalam unggahannya.
Warganet dengan akun Twitter @mur1997** menyarankan kepada OJK untuk mengadakan program uji praktik pinjaman online. Mekanisme yang disarankan yakni, sejumlah pegawai OJK ditugaskan untuk meminjam uang di berbagai aplikasi pinjaman online. Kemudian jika ditemukan pelanggaran seperti biaya layanan yang membengkak, maka OJK dapat segera mengambil langkah konkret untuk menjatuhkan sanksi terhadap perusahaan pinjaman online yang melanggar.
Tak hanya itu, warganet dengan akun Twitter @mejagamb** juga menyayangkan kurangnya sosialisasi dan edukasi yang masif kepada masyarakat terkait pinjaman online. Ia menyebut, kebanyakan informasi yang berhubungan dengan aturan, jika sudah rilis ke khalayak umum, maka keseluruhan masyarakat dianggap sudah mengetahui secara rinci ketentuan tersebut. Padahal, literasi masyarakat terbilang masih rendah dan akan berbahaya jika tidak ada sosialisasi yang masif.
“Kalau gak ada sosialisasi langsung atau masif, aturan-aturan mencekik seperti itu (biaya layanan tinggi) cuma bakal diketahui sama orang-orang yang emang kepo soal aturan atau bentuk fintech lending itu apa,” unggah akun @mejagamb**.
Teror Petugas Penagih Utang Berujung Maut
Dalam utas yang diunggah akun Twitter @rakyatvspinjol, korban berinisial K mengalami kesulitan bayar sejumlah uang yang dipinjamnya melalui platform AdaKami. Korban diketahui meminjam sebesar Rp9,4 juta yang membengkak menjadi hampir Rp19 juta.
Akibat telat bayar, korban terus diteror oleh oknum petugas penagih utang. Teror pertama yang didapat menyebabkan korban dipecat dari kantor tempatnya bekerja. Oknum penagih utang tersebut terus menelepon perusahaan tempat K bekerja, sehingga menimbulkan ketidaknyamanan di perusahaan tersebut.
Dalam unggahannya, OJK merespons dengan kalimat, “Terima kasih atas informasinya. OJK melakukan pengawasan terhadap lembaga jasa keuangan yang berizin OJK, termasuk pinjaman online atau fintech lending. Fintech lending dilarang menagih menggunakan teror, ancaman, atau menyebarkan data pribadi,” demikian respons yang diunggah OJK dalam akun Twitter resminya.
Warganet lainnya dengan akun Twitter @Pohon_Bambu** menyampaikan bahwa, sudah selayaknya OJK sebagai regulator yang membawahi pelaku usaha jasa keuangan (PUJK) menerbitkan kebijakan untuk menghapus biaya layanan pinjol yang besaran nilainya sama dengan utang pokok atau outstanding. Ia mengatakan, OJK harus bisa menertibkan praktik penagihan yang dilakukan perusahaan pinjol.
“Biaya layanan itu ada di dalam iklannya atau tidak? Kalau gak ada artinya iklan pinjol telah melanggar UU Perlindungan Konsumen,” tulis akun @Pohon_Bambu** dalam unggahannya.
Warganet dengan akun Twitter @mur1997** menyarankan kepada OJK untuk mengadakan program uji praktik pinjaman online. Mekanisme yang disarankan yakni, sejumlah pegawai OJK ditugaskan untuk meminjam uang di berbagai aplikasi pinjaman online. Kemudian jika ditemukan pelanggaran seperti biaya layanan yang membengkak, maka OJK dapat segera mengambil langkah konkret untuk menjatuhkan sanksi terhadap perusahaan pinjaman online yang melanggar.
Tak hanya itu, warganet dengan akun Twitter @mejagamb** juga menyayangkan kurangnya sosialisasi dan edukasi yang masif kepada masyarakat terkait pinjaman online. Ia menyebut, kebanyakan informasi yang berhubungan dengan aturan, jika sudah rilis ke khalayak umum, maka keseluruhan masyarakat dianggap sudah mengetahui secara rinci ketentuan tersebut. Padahal, literasi masyarakat terbilang masih rendah dan akan berbahaya jika tidak ada sosialisasi yang masif.
“Kalau gak ada sosialisasi langsung atau masif, aturan-aturan mencekik seperti itu (biaya layanan tinggi) cuma bakal diketahui sama orang-orang yang emang kepo soal aturan atau bentuk fintech lending itu apa,” unggah akun @mejagamb**.
Teror Petugas Penagih Utang Berujung Maut
Dalam utas yang diunggah akun Twitter @rakyatvspinjol, korban berinisial K mengalami kesulitan bayar sejumlah uang yang dipinjamnya melalui platform AdaKami. Korban diketahui meminjam sebesar Rp9,4 juta yang membengkak menjadi hampir Rp19 juta.
Akibat telat bayar, korban terus diteror oleh oknum petugas penagih utang. Teror pertama yang didapat menyebabkan korban dipecat dari kantor tempatnya bekerja. Oknum penagih utang tersebut terus menelepon perusahaan tempat K bekerja, sehingga menimbulkan ketidaknyamanan di perusahaan tersebut.