Hikayat Nasabah AdaKami yang Mengakhiri Hayatnya: Teror Tak Beradab hingga Geramnya Warganet

Kamis, 21 September 2023 - 11:55 WIB
loading...
Hikayat Nasabah AdaKami yang Mengakhiri Hayatnya: Teror Tak Beradab hingga Geramnya Warganet
Pinjol kembali memakan korban nasabahnya. Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Saat ini warganet masih ramai membahas soal nasabah platform pinjaman online ( pinjol ) AdaKami yang diduga bunuh diri karena teror oknum petugas penagih utang atau debt collectorr (DC) yang tidak patut. Berdasarkan unggahan akun Twitter @rakyatvsoinjol pada 17 September 2023 lalu, korban memiliki K, berjenis kelamin pria, sudah berkeluarga dan memiliki anak berumur tiga tahun. Korban dikabarkan mengakhiri hidupnya pada Mei 2023.



K disebut meminjam uang di AdaKami Rp9,4 juta. Namun, jumlah pinjaman tersebut membengkak, karena dana yang harus dikembalikan menjadi hampir Rp19 juta. Besarnya dana yang harus dikembalikan karena kebijakan biaya layanan pada platform AdaKami yang hampir 100% dari dana pinjaman.

Warganet mempertanyakan kebijakan regulator yang belum mengatur besaran biaya layanan pada platform pinjaman online. Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) sebenarnya telah mengatur dalam code of conduct AFPI bahwa jumlah total biaya pinjaman tidak melebihi suku bunga flat 0,8% per hari.

Juga adanya ketentuan bahwa jumlah total biaya, biaya keterlambatan, dan seluruh biaya lain maksimum 100% dari nilai prinsipal pinjaman.

Warganet Geram

Berdasarkan penelusuran MNC Portal Indonesia, akun Twitter @PartaiSocmed turut mempertanyakan kebijakan tersebut. Dalam unggahannya, akun itu mempertanyakan peran pengawasan regulator terhadap ketentuan bunga berkedok biaya layanan pada platform AdaKami.

“Bunga mencekik dengan istilah biaya layanan yang hampir 100% dari pinjaman pokoknya. Apakah praktik culas begini diizinkan oleh OJK?” tulis akun @PartaiSocmed pada 19 September 2023.

Akun Twitter @txtdrdigital juga menyayangkan tidak diaturnya perihal biaya layanan pinjaman online. Ketentuan biaya layanan yang hampir 100% dari dana pinjaman akan sulit disebut sebagai pelanggaran hukum.

Akun tersebut juga geram terhadap praktik iklan atau copywriting yang dilakukan AdaKami. Platform AdaKami dinilai melakukan eksploitasi ketidaktahuan masyarakat dengan menggunakan istilah yang tidak umum.

“AdaKami, copywriting lo jahat banget sih,” tulis akun @txtdrdigital. Selain itu, akun ini juga menyampaikan keluhan terkait respons OJK.

Dalam unggahannya, OJK merespons dengan kalimat, “Terima kasih atas informasinya. OJK melakukan pengawasan terhadap lembaga jasa keuangan yang berizin OJK, termasuk pinjaman online atau fintech lending. Fintech lending dilarang menagih menggunakan teror, ancaman, atau menyebarkan data pribadi,” demikian respons yang diunggah OJK dalam akun Twitter resminya.

Warganet lainnya dengan akun Twitter @Pohon_Bambu** menyampaikan bahwa, sudah selayaknya OJK sebagai regulator yang membawahi pelaku usaha jasa keuangan (PUJK) menerbitkan kebijakan untuk menghapus biaya layanan pinjol yang besaran nilainya sama dengan utang pokok atau outstanding. Ia mengatakan, OJK harus bisa menertibkan praktik penagihan yang dilakukan perusahaan pinjol.

“Biaya layanan itu ada di dalam iklannya atau tidak? Kalau gak ada artinya iklan pinjol telah melanggar UU Perlindungan Konsumen,” tulis akun @Pohon_Bambu** dalam unggahannya.

Warganet dengan akun Twitter @mur1997** menyarankan kepada OJK untuk mengadakan program uji praktik pinjaman online. Mekanisme yang disarankan yakni, sejumlah pegawai OJK ditugaskan untuk meminjam uang di berbagai aplikasi pinjaman online. Kemudian jika ditemukan pelanggaran seperti biaya layanan yang membengkak, maka OJK dapat segera mengambil langkah konkret untuk menjatuhkan sanksi terhadap perusahaan pinjaman online yang melanggar.

Tak hanya itu, warganet dengan akun Twitter @mejagamb** juga menyayangkan kurangnya sosialisasi dan edukasi yang masif kepada masyarakat terkait pinjaman online. Ia menyebut, kebanyakan informasi yang berhubungan dengan aturan, jika sudah rilis ke khalayak umum, maka keseluruhan masyarakat dianggap sudah mengetahui secara rinci ketentuan tersebut. Padahal, literasi masyarakat terbilang masih rendah dan akan berbahaya jika tidak ada sosialisasi yang masif.

“Kalau gak ada sosialisasi langsung atau masif, aturan-aturan mencekik seperti itu (biaya layanan tinggi) cuma bakal diketahui sama orang-orang yang emang kepo soal aturan atau bentuk fintech lending itu apa,” unggah akun @mejagamb**.

Teror Petugas Penagih Utang Berujung Maut

Dalam utas yang diunggah akun Twitter @rakyatvspinjol, korban berinisial K mengalami kesulitan bayar sejumlah uang yang dipinjamnya melalui platform AdaKami. Korban diketahui meminjam sebesar Rp9,4 juta yang membengkak menjadi hampir Rp19 juta.

Akibat telat bayar, korban terus diteror oleh oknum petugas penagih utang. Teror pertama yang didapat menyebabkan korban dipecat dari kantor tempatnya bekerja. Oknum penagih utang tersebut terus menelepon perusahaan tempat K bekerja, sehingga menimbulkan ketidaknyamanan di perusahaan tersebut.

Berniat menutupi kesulitan yang dihadapi, K hanya bercerita kepada keluarganya bahwa ia dipecat karena kontrak kerja yang tidak diperpanjang oleh perusahaan. Setelah dipecat, istri dan anak korban pun pulang ke rumah orang tuanya.

Tak sampai di situ, K juga mendapatkan teror berupa pesanan fiktif melalui layanan GoFood. Dalam satu hari, lima hingga enam orderan GoFood fiktif berdatangan ke rumah korban. Tak sedikit driver ojek online yang memaksa korban untuk membayar pesanan yang sebenarnya tidak pernah dibuat.

Awalnya, korban kerap dibantu oleh para tetangga yang membayar pesanan fiktif tersebut. Karena pesanan fiktif terus datang setiap hari, para tetangga pun tidak bisa terus membantu membayar pesanan tersebut.

Setelah menerima bentuk teror tersebut, K mulai terbuka kepada istrinya dengan menceritakan kejadian yang sebenarnya tengah dialami. Mendengar hal itu, sang istri menolak untuk kembali ke rumah mereka karena takut.

Karena teror yang tak henti didapatkannya, K pun menyerah dan memutuskan untuk mengakhiri hidupnya pada Mei 2023 lalu. Ironisnya, usai korban meninggal, teror dari oknum penagih utang tak kunjung berhenti.

Pihak keluarga K terus menerima panggilan telepon dari oknum petugas penagih utang yang mengaku dari pihak AdaKami. Keluarga pun mencoba menjelaskan bahwa K sudah meninggal, namun oknum-oknum tersebut tidak acuh dan tetap memaksa untuk pihak keluarga membayar utang korban.

Bahkan, setelah keluarga mengirimkan dokumen kematian K, oknum penagih utang masih tetap tak peduli dengan mengatakan bahwa dokumen sekaligus kematian K adalah palsu. Keluarga korban bahkan telah menjual rumah milik K, namun oknum penagih utang masih bersikeras meneror dengan cara mengirimkan pesanan GoFood fiktif.

Di penghujung hidupnya, korban K meninggalkan surat yang berisi, “AdaKami telah merusak hidupnya,”.



AdaKami Penuhi Panggilan OJK dan Bakal Lakukan Investigasi


Ihwal peristiwa dugaan bunuh diri yang dilakukan oleh nasabahnya, pihak AdaKami telah memenuhi panggilan OJK untuk melakukan proses klarifikasi. Agenda pertemuan lanjutan juga akan dilakukan pada hari ini (21/9/2023) untuk memaparkan kronologis dan bukti-bukti berdasarkan data yang terkumpul secara faktual.

“Saat ini proses investigasi belum berlangsung dengan baik karena keterbatasan informasi yang ada mengenai pengguna,” kata Direktur Utama AdaKami Bernardino Moningka Vega Jr. dalam keterangan resminya, Kamis (21/9/2023).

Bernardino menyampaikan bahwa pihaknya akan menindaklanjuti dengan upaya mendapatkan data pribadi lengkap seperti nama lengkap korban, nomor KTP dan nomor ponsel untuk dilakukan pemeriksaan apakah korban benar nasabah AdaKami yang memiliki tunggakan dan melacak rekam proses penagihan.

Ia bilang, data pribadi ini menjadi kunci keberlangsungan investigasi yang menyeluruh, dan untuk memastikan setiap aktivitas yang terjadi di platform AdaKami sesuai dengan hukum dan regulasi yang berlaku. Berdasarkan pengecekan AdaKami terhadap nomor penagih yang beredar di media sosial, Bernardino membeberkan bahwa saat ini hasil penyelidikan menunjukkan bahwa nomor tersebut tidak terdaftar dalam sistem AdaKami.

“Apabila memang terbukti terjadi tindakan pelanggaran penagihan dengan kekerasan seperti yang dilaporkan, maka AdaKami siap menjalankan tindakan hukum,” imbuh dia.



Bernardino berkomitmen untuk menindak tegas pelaku penagihan yang tidak sesuai dengan code of conduct yang telah ditetapkan regulator. Dalam hal ini, AdaKami akan bekerja sama dengan otoritas yang berwenang untuk memastikan bahwa tindakan yang perlu diambil akan dilaksanakan dengan cepat dan efektif.

(uka)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2096 seconds (0.1#10.140)