Negara-negara Kaya Minyak Seharusnya Bayar Pajak Iklim, Nilainya Capai Rp383,6 Triliun

Senin, 25 September 2023 - 21:01 WIB
loading...
Negara-negara Kaya Minyak...
Negara-negara kaya minyak di dunia sudah seharusnya membayar pajak rejeki nomplok, untuk membantu negara-negara miskin dalam memerangi perubahan iklim yang disampaikan Mantan PM Inggris, Gordon Brown. Foto/Dok
A A A
DUBAI - Negara- negara kaya minyak di dunia sudah seharusnya membayar pajak rejeki nomplok, untuk membantu negara-negara miskin dalam memerangi perubahan iklim . Hal ini disampaikan oleh Mantan Perdana Menteri (PM) Inggris, Gordon Brown.



Dia mengatakan, negara-negara seperti Arab Saudi, UEA (Uni Emirate Arab), Qatar dan Norwegia mendapat manfaat dari "lotere gaya bonanza" tahun lalu, karena harga minyak mentah dunia yang melonjak tinggi.

Brown berpendapat retribusi USD25 miliar akan meningkatkan prospek kesepakatan tentang dana iklim untuk negara-negara miskin. Intervensi ini mencuat menjelang KTT COP28 di Dubai pada bulan November, mendatang.



Sementara itu berbicara pada KTT Climate Ambition Summit di Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, Sekretaris Jenderal Antonio Guterres memperingatkan, bahwa para pemimpin dunia akan datang dalam upaya mereka untuk mengekang emisi karbon.

Dia menyerukan, penghasil emisi terbesar di dunia agar menyetujui pakta solidaritas iklim untuk mengurangi emisi dan mendukung negara-negara berkembang.

Sedangkan Brown mengutarakan, rencananya tersebut akan mencegah kebuntuan dan potensi kebuntuan pada COP28 di Uni Emirat Arab (UEA) - salah satu produsen minyak terkaya yang diidentifikasi.

Dia mengatakan "negara-negara petro" telah meraup "keuntungan yang hampir tak terbayangkan" dari kenaikan harga minyak dalam beberapa tahun terakhir, dengan lima orang terkaya - termasuk juga Kuwait - menggandakan pendapatan minyak mereka pada tahun 2022.

Mengutip angka dari Asosiasi Energi Internasional (IEA), dia mengatakan, pendapatan minyak dan gas global telah melonjak dari USD1,5 triliun sebelum pandemi Covid-19 menjadi USD4 triliun yang belum pernah terjadi sebelumnya.

"Untuk menempatkan angka-angka luar biasa ini ke dalam konteks, USD4 triliun adalah 20 kali lipat dari seluruh anggaran bantuan global. Ini adalah pendapatan yang sangat besar sehingga melebihi seluruh PDB Inggris," katanya.

"Negara-negara produsen ini benar-benar tidak melakukan apa pun untuk mendapatkan rejeki nomplok yang belum pernah terjadi sebelumnya. Ini merupakan salah satu transfer kekayaan terbesar yang pernah ada dari negara-negara miskin ke negara-negara kaya," sambungnya.

Brown menambahkan, tingginya harga minyak dan gas telah menjadi faktor utama yang berpotensi mendorong tambahan 141 juta orang di seluruh dunia ke dalam kemiskinan ekstrem. Perkiraan itu berasal dari studi ilmiah yang dilakukan awal tahun ini.

Lantaran itu Ia menyerukan, negara-negara kaya minyak dunia agar berkontribusi sebesar 3% dari pendapatan ekspor mereka atau dengan nilai totalnya diprediksi mencapai setara USD25 miliar senilai Rp383,6 triliun (Kurs Rp15.346 per USD) pada tahun 2022. "Setidaknya ini yang paling tidak, bisa mereka lakukan," ungkapnya.

Mantan perdana menteri -yang juga utusan PBB untuk pendidikan global dan duta besar Organisasi Kesehatan Dunia untuk pembiayaan kesehatan global- menerangkan, "konsekuensi dari gerakan besar seperti itu akan sangat signifikan".

"Kami akan memberi negara-negara yang dilanda krisis apa yang tidak ada dalam KTT baru-baru ini: yaitu harapan," katanya.
(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1501 seconds (0.1#10.140)