Ekonomi China Lesu, Penasihat Bank Central Serukan Reformasi Struktural
loading...
A
A
A
JAKARTA - China memiliki ruang terbatas untuk pelonggaran kebijakan moneter lebih lanjut dan harus melakukan reformasi struktural seperti mendorong para pengusaha daripada mengandalkan kebijakan-kebijakan makroekonomi untuk menghidupkan kembali ekonomi .
Seruan itu disampaikan seorang penasihat bank sentral China Liu Shijin, anggota komite kebijakan moneter People's Bank of China (PBOC). Dia mengatakan pada sebuah forum keuangan di Shanghai, bahwa ruang bagi Beijing untuk melonggarkan kebijakan moneter dibatasi oleh melebarnya perbedaan suku bunga dengan Amerika Serikat (AS). Secara fiskal, pemerintah China di berbagai tingkat berada di bawah tekanan.
"Jika China terus fokus pada kebijakan-kebijakan makro dalam upayanya untuk menstabilkan pertumbuhan, akan ada lebih banyak lagi efek samping," kata Liu, dikutip Reuters, Selasa (26/9/2023). "Yang lebih penting, kita akan kembali kehilangan kesempatan untuk melakukan reformasi struktural," jelasnya.
Pemulihan pascacovid di China telah kehilangan momentum di tengah konsumsi yang lemah, penurunan ekspor, dan krisis utang properti yang semakin dalam, dan ekonomi sedang berjuang meskipun ada banyak langkah moneter dan fiskal untuk meningkatkan kepercayaan. Liu mengusulkan babak baru reformasi struktural yang dapat membantu perekonomian dengan segera, sekaligus menyuntikkan momentum pertumbuhan jangka panjang.
"Reformasi ini mencakup sisi permintaan dengan fokus pada pemberian akses bagi para pekerja migran ke layanan publik yang dinikmati penduduk kota, serta reformasi sisi penawaran sebagai pemicu kewirausahaan di industri-industri yang sedang berkembang," katanya.
Badan perencanaan ekonomi utama China mengumumkan bulan ini bahwa mereka akan membentuk sebuah departemen baru untuk membantu bisnis-bisnis swasta, karena Beijing berusaha menghidupkan kembali kepercayaan investor yang dirugikan oleh tindakan keras pemerintah di berbagai sektor, mulai dari internet sampai les privat.
Liu mengatakan bahwa China harus memberikan pengakuan yang lebih jelas terhadap status bisnis swasta, baik secara ideologis maupun politis.
Seruan itu disampaikan seorang penasihat bank sentral China Liu Shijin, anggota komite kebijakan moneter People's Bank of China (PBOC). Dia mengatakan pada sebuah forum keuangan di Shanghai, bahwa ruang bagi Beijing untuk melonggarkan kebijakan moneter dibatasi oleh melebarnya perbedaan suku bunga dengan Amerika Serikat (AS). Secara fiskal, pemerintah China di berbagai tingkat berada di bawah tekanan.
"Jika China terus fokus pada kebijakan-kebijakan makro dalam upayanya untuk menstabilkan pertumbuhan, akan ada lebih banyak lagi efek samping," kata Liu, dikutip Reuters, Selasa (26/9/2023). "Yang lebih penting, kita akan kembali kehilangan kesempatan untuk melakukan reformasi struktural," jelasnya.
Pemulihan pascacovid di China telah kehilangan momentum di tengah konsumsi yang lemah, penurunan ekspor, dan krisis utang properti yang semakin dalam, dan ekonomi sedang berjuang meskipun ada banyak langkah moneter dan fiskal untuk meningkatkan kepercayaan. Liu mengusulkan babak baru reformasi struktural yang dapat membantu perekonomian dengan segera, sekaligus menyuntikkan momentum pertumbuhan jangka panjang.
"Reformasi ini mencakup sisi permintaan dengan fokus pada pemberian akses bagi para pekerja migran ke layanan publik yang dinikmati penduduk kota, serta reformasi sisi penawaran sebagai pemicu kewirausahaan di industri-industri yang sedang berkembang," katanya.
Badan perencanaan ekonomi utama China mengumumkan bulan ini bahwa mereka akan membentuk sebuah departemen baru untuk membantu bisnis-bisnis swasta, karena Beijing berusaha menghidupkan kembali kepercayaan investor yang dirugikan oleh tindakan keras pemerintah di berbagai sektor, mulai dari internet sampai les privat.
Liu mengatakan bahwa China harus memberikan pengakuan yang lebih jelas terhadap status bisnis swasta, baik secara ideologis maupun politis.
(nng)