Sri Mulyani Ungkap Hambatan Digitalisasi Anggaran Daerah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut bahwa transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan merupakan sesuatu yang harus didukung, termasuk menggunakan instrumen yang sangat penting di daerah, yaitu APBD . Menurut Sri Mulyani. dari evaluasi kinerja pengelolaan keuangan daerah, menunjukkan bahwa kondisi belum selaras antara perencanaan penganggaran pusat dan daerah.
"Sehingga, sering kita melihat APBN dan APBD belum berjalan secara sinkron dan optimal," ujar Sri dalam Rakornas P2DD "Sinergi Nasional Akselerasi Digitalisasi Daerah untuk Indonesia Maju" di Jakarta, Selasa (3/10/2023).
Untuk itu, dari sisi legislasi, pemerintah telah menyelesaikan perundang-undangan dalam rangka meningkatkan koordinasi antara APBN dan APBD dari sisi kebijakan fiskal, yaitu melalui UU No. 1 tahun 2022 mengenai Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD). Salah satu tujuan UU ini adalah mengharmoniskan belanja pusat dan daerah serta meningkatkan sinergi kebijakan fiskal pusat dan daerah.
"Ini tadi dalam tayangan hanya lebih dilihat dalam PAD-nya, tapi yang sebenarnya lebih powerful adalah keseluruhan APBD yang sebagian besar dananya didapatkan melalui Transfer ke Daerah (TKD) dan Dana Daerah dari APBN," sambung Sri.
Di dalam digitalisasi, dia mengatakan bahwa perlu ada fondasi yang penting yang harus dilakukan. Salah satu fondasi itu, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terus bersama-sama membangun fondasi pusat dan daerah melalui UU HKPD adalah membentuk sinergi badan atau bagan akun standar (BAS) dan pemanfaatan platform digital.
"Digitalisasi kalau setiap kabupaten, kota, dan provinsi punya sendiri-sendiri coding-nya, maka tidak akan ada dampak secara nasional. Digitalisasi itu pada dasarnya semua transaksi dan kegiatan di-digitalized," ucap Sri.
Dia menyebut, digitalisasi berarti di-codingkan. Kalau kodenya antara kabupaten A dan kabupaten B, provinsi C dan provinsi D menggunakan kode yang berbeda, maka datanya tidak bisa disinkronisasikan untuk melakukan dampak dan manfaat digitalisasi secara lebih luas dan lebih tinggi.
"Maka dari itu, BAS yang sekarang ini akan terus dibangun bersama-sama Kemendagri dan dan Kemenkeu serta seluruh pemda menjadi sangat penting sebagai syarat perlu untuk bisa meningkatkan digitalisasi secara berarti," ucap Sri.
Sinergi BAS diperlukan juga untuk meningkatkan efektivitas intervensi fiskal di dalam seluruh siklus pengelolaan keuangan daerah dan negara, baik itu mulai dari perencanaan anggaran hingga pelaporan.
Platform digital, dengan adanya BAS, akan makin mampu melakukan tracing dan monitoring sinergi kebijakan fiskal, daerah, dan nasional melalui Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) yang dalam hal ini dikelola dalam Kemenkeu dengan Sistem Informasi Pemerintah Daerah (SIPD) yang dikelola oleh Kemendagri.
Dua sistem ini, yang satu pemerintahan dan yang satu adalah keuangan, harus sinkron coding dan konsisten melalui BAS standar sehingga mampu melakukan tracing, monitoring, dan terutama mengukur dampak pembangunan dari operasi APBN dan APBD.
Pengelolaan bahkan sampai di tingkat desa, interkoneksinya dilakukan dengan sistem informasi keuangan di desa, Teman Desa, yaitu Sistem Keuangan Desa (Siskeudes) yang dikelola oleh pemerintah desa.
"Ini adalah bagan atau seluruh anatomi digital dari pemerintahan di Indonesia. Dari pusat, daerah, provinsi, kabupaten/kota, hingga bahkan di tingkat desa," pungkas Sri.
"Sehingga, sering kita melihat APBN dan APBD belum berjalan secara sinkron dan optimal," ujar Sri dalam Rakornas P2DD "Sinergi Nasional Akselerasi Digitalisasi Daerah untuk Indonesia Maju" di Jakarta, Selasa (3/10/2023).
Untuk itu, dari sisi legislasi, pemerintah telah menyelesaikan perundang-undangan dalam rangka meningkatkan koordinasi antara APBN dan APBD dari sisi kebijakan fiskal, yaitu melalui UU No. 1 tahun 2022 mengenai Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD). Salah satu tujuan UU ini adalah mengharmoniskan belanja pusat dan daerah serta meningkatkan sinergi kebijakan fiskal pusat dan daerah.
"Ini tadi dalam tayangan hanya lebih dilihat dalam PAD-nya, tapi yang sebenarnya lebih powerful adalah keseluruhan APBD yang sebagian besar dananya didapatkan melalui Transfer ke Daerah (TKD) dan Dana Daerah dari APBN," sambung Sri.
Di dalam digitalisasi, dia mengatakan bahwa perlu ada fondasi yang penting yang harus dilakukan. Salah satu fondasi itu, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terus bersama-sama membangun fondasi pusat dan daerah melalui UU HKPD adalah membentuk sinergi badan atau bagan akun standar (BAS) dan pemanfaatan platform digital.
"Digitalisasi kalau setiap kabupaten, kota, dan provinsi punya sendiri-sendiri coding-nya, maka tidak akan ada dampak secara nasional. Digitalisasi itu pada dasarnya semua transaksi dan kegiatan di-digitalized," ucap Sri.
Dia menyebut, digitalisasi berarti di-codingkan. Kalau kodenya antara kabupaten A dan kabupaten B, provinsi C dan provinsi D menggunakan kode yang berbeda, maka datanya tidak bisa disinkronisasikan untuk melakukan dampak dan manfaat digitalisasi secara lebih luas dan lebih tinggi.
"Maka dari itu, BAS yang sekarang ini akan terus dibangun bersama-sama Kemendagri dan dan Kemenkeu serta seluruh pemda menjadi sangat penting sebagai syarat perlu untuk bisa meningkatkan digitalisasi secara berarti," ucap Sri.
Sinergi BAS diperlukan juga untuk meningkatkan efektivitas intervensi fiskal di dalam seluruh siklus pengelolaan keuangan daerah dan negara, baik itu mulai dari perencanaan anggaran hingga pelaporan.
Platform digital, dengan adanya BAS, akan makin mampu melakukan tracing dan monitoring sinergi kebijakan fiskal, daerah, dan nasional melalui Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) yang dalam hal ini dikelola dalam Kemenkeu dengan Sistem Informasi Pemerintah Daerah (SIPD) yang dikelola oleh Kemendagri.
Dua sistem ini, yang satu pemerintahan dan yang satu adalah keuangan, harus sinkron coding dan konsisten melalui BAS standar sehingga mampu melakukan tracing, monitoring, dan terutama mengukur dampak pembangunan dari operasi APBN dan APBD.
Pengelolaan bahkan sampai di tingkat desa, interkoneksinya dilakukan dengan sistem informasi keuangan di desa, Teman Desa, yaitu Sistem Keuangan Desa (Siskeudes) yang dikelola oleh pemerintah desa.
Baca Juga
"Ini adalah bagan atau seluruh anatomi digital dari pemerintahan di Indonesia. Dari pusat, daerah, provinsi, kabupaten/kota, hingga bahkan di tingkat desa," pungkas Sri.
(uka)