Pemerintah Didesak Kembalikan Batam Jadi Kawasan Industri

Rabu, 09 Agustus 2017 - 01:42 WIB
Pemerintah Didesak Kembalikan Batam Jadi Kawasan Industri
Pemerintah Didesak Kembalikan Batam Jadi Kawasan Industri
A A A
JAKARTA - Di tengah gesekan kewenangan antara Badan Pengusahaan Batam (BP Batam) dengan Pemkot Batam dalam mengelola Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) atau Batam Free Trade Zone (FTZ), pemerintah pusat didesak mengembalikan Batam ke cita-cita awal, yaitu sebagai kawasan industri untuk teknologi tinggi yang mampu bersaing di kawasan Asia Pasifik.

Deputi BP Batam bidang Pelayanan Umum Gusmardi mengatakan, dengan adanya UU tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (UU No 44 Tahun 2007) yang menjadi dasar BP Batam dan UU Pemerintah Daerah (UU No 23 Tahun 2014) yang menjadi pegangan pemerintah kota, gesekan-gesekan antara kewenangan BP Batam dengan Pemerintah kota tidak terelakkan.

"Ini kecelakaan sejarah yang dimulai dari munculnya otonomi daerah. Pemerintah nampaknya lupa mengecualikan Batam dari kebijakan otonomi daerah, padahal sejak awal Batam didesain menjadi daerah industri untuk teknologi tinggi," kata dia dalam rilisnya, Jakarta, Selasa (8/8/2017).

Dia mengatakan, tidak ada satupun aturan perundangan, peraturan pemerintah, dan perpres yang membatalkan kewenangan BP Batam. Bahkan, khusus untuk perizinan usaha, dibentuk lembaga pelayanan terpadu di bawah BP Batam sesuai Perpres No 97/2014.

Aturan ini dengan tegas menyatakan penyelenggaraan pengurusan perizinan dan non perizinan mulai dari yang menjadi urusan pemerintah, pemprov, pemkot di kawasan FTZ, diselenggarakan oleh BP Batam.

UU No 44/2007, sejalan dengan Keppres No 41/1973, menugaskan BP Batam untuk mengembangkan dan mengendalikan pembangunan pulau Batam sebagai daerah industri, kegiatan transshipment (pengalih-kapalan), merencanakan dan mengusahakan kebutuhan prasarana dan fasilitas Batam, serta mengelola perizinan investasi.

Aturan yang sama juga memberi wewenang kepada BP Batam yang meliputi tiga aspek yakni pertanahan (termasuk hak pengelolaan, peruntukan, penggunaan atas tanah dan menerima uang wajib tahunan atas tanah), pengembangan dan pengelolaan infrastruktur, dan pelayanan investasi.

Namun dalam praktiknya, tugas dan kewenangan tersebut tidak berjalan dengan mulus akibat munculnya 'dua nahkoda' dalam pengelolaan kawasan tersebut, yakni BP Batam dan Pemkot Batam.

Sementara, Kepala BP Batam Hatanto Reksodipoetro menyatakan bahwa konsekuensi dari perundangan yang belum mendukung tugas dan kewenangan BP Batam adalah munculnya masalah turunan seperti permasalahan lahan. Termasuk masalah spekulan tanah dan maraknya lahan tidur yang mencapai 7.700 ha, bahkan ada yang 28 tahun dibiarkan.

Selain itu, jumlah industri berteknologi menengah rendah yang mencapai 78% dari 715 industri yang saat ini ada di Batam. Sementara jumlah industri berteknologi tinggi hanya 7%. "Hal ini jauh dari cita-cita awal Batam sebagai pusat industri teknologi tinggi," ucapnya.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9903 seconds (0.1#10.140)