Awas! Perang Israel-Hamas Bisa Merugikan Ekonomi Global Rp31.183 Triliun
loading...
A
A
A
NEW YORK - Ekonomi global bisa mendapatkan pukulan telak, jika konflik antara Hamas dan Israel meningkat. Hal ini mengutip pernyataan seorang ekonom top di Ernst & Young yang dilaporkan oleh New York Times (NYT), tengah pekan kemarin.
Kepala ekonom di EY-Parthenon, cabang konsultan strategi global Ernst & Young, Gregory Daco mengatakan, skenario terburuk dari perang Israel-Hamas adalah meluasnya aksi militer di Timur Tengah. Pada akhirnya dapat memberikan konsekuensi parah bagi ekonomi dunia seperti, resesi moderat, penurunan harga saham dan kerugian USD2 triliun atau setara Rp31.183 triliun (Kurs Rp15.591 per USD).
Efek lainnya harga minyak dunia kemungkinan akan naik menjadi USD150 per barel dari posisinya saat ini yakni USD85, menurut prediksi Daco. Sedangan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) memperingatkan bahwa PDB global bisa turun 5% dalam jangka panjang jika dunia terpecah menjadi dua blok perdagangan sebagai akibat dari meningkatnya konflik antara Israel dan Hamas.
WTO juga memangkas perkiraan untuk pertumbuhan perdagangan global tahun 2023 menjadi 0,8% dari perkiraan sebelumnya 1,7%, mengutip perlambatan manufaktur yang semakin dalam.
Kondisi memanasnya Timur Tengah diterangkan bakal memicu ketidakpastian, yang membebani keputusan investasi dan dapat mencegah bisnis berkembang ke pasar negara berkembang. Biaya pinjaman telah melonjak, dan perusahaan di beberapa negara, dari Brazil hingga China diperkirakan akan mengalami kesulitan membiayai kembali utang mereka.
Pada saat yang sama, pasar negara berkembang seperti Mesir, Nigeria, dan Hungaria telah mengalami masa-masa terburuk akibat Pandemi, menurut sebuah perusahaan konsultan, Oxford Economics. Hingga efeknya diperkirakan bakal menghasilkan pertumbuhan lebih rendah daripada yang diproyeksikan.
Konflik di Timur Tengah serta ketegangan ekonomi global juga dapat meningkatkan arus migran yang menuju ke Eropa dari wilayah itu dan Afrika Utara. Uni Eropa, yang tertatih-tatih di ambang resesi, berada di tengah-tengah negosiasi dengan Mesir mengenai peningkatan bantuan keuangan dan pengendalian migrasi.
China, yang mendapat setengah impor minyaknya dari Teluk Persia, sedang berjuang dengan jatuhnya pasar real estate dan pertumbuhan terlemahnya dalam hampir tiga dekade.
Sementara itu apapun menyangkut pasar energi, sesuatu yang "terjadi di Timur Tengah tidak akan tinggal di Timur Tengah," ungkap M. Ayhan Kose, yang mengawasi laporan tahunan Prospek Ekonomi Global oleh Bank Dunia.
"Ini akan memiliki implikasi global," pungkasnya.
Kepala ekonom di EY-Parthenon, cabang konsultan strategi global Ernst & Young, Gregory Daco mengatakan, skenario terburuk dari perang Israel-Hamas adalah meluasnya aksi militer di Timur Tengah. Pada akhirnya dapat memberikan konsekuensi parah bagi ekonomi dunia seperti, resesi moderat, penurunan harga saham dan kerugian USD2 triliun atau setara Rp31.183 triliun (Kurs Rp15.591 per USD).
Efek lainnya harga minyak dunia kemungkinan akan naik menjadi USD150 per barel dari posisinya saat ini yakni USD85, menurut prediksi Daco. Sedangan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) memperingatkan bahwa PDB global bisa turun 5% dalam jangka panjang jika dunia terpecah menjadi dua blok perdagangan sebagai akibat dari meningkatnya konflik antara Israel dan Hamas.
WTO juga memangkas perkiraan untuk pertumbuhan perdagangan global tahun 2023 menjadi 0,8% dari perkiraan sebelumnya 1,7%, mengutip perlambatan manufaktur yang semakin dalam.
Kondisi memanasnya Timur Tengah diterangkan bakal memicu ketidakpastian, yang membebani keputusan investasi dan dapat mencegah bisnis berkembang ke pasar negara berkembang. Biaya pinjaman telah melonjak, dan perusahaan di beberapa negara, dari Brazil hingga China diperkirakan akan mengalami kesulitan membiayai kembali utang mereka.
Pada saat yang sama, pasar negara berkembang seperti Mesir, Nigeria, dan Hungaria telah mengalami masa-masa terburuk akibat Pandemi, menurut sebuah perusahaan konsultan, Oxford Economics. Hingga efeknya diperkirakan bakal menghasilkan pertumbuhan lebih rendah daripada yang diproyeksikan.
Konflik di Timur Tengah serta ketegangan ekonomi global juga dapat meningkatkan arus migran yang menuju ke Eropa dari wilayah itu dan Afrika Utara. Uni Eropa, yang tertatih-tatih di ambang resesi, berada di tengah-tengah negosiasi dengan Mesir mengenai peningkatan bantuan keuangan dan pengendalian migrasi.
China, yang mendapat setengah impor minyaknya dari Teluk Persia, sedang berjuang dengan jatuhnya pasar real estate dan pertumbuhan terlemahnya dalam hampir tiga dekade.
Sementara itu apapun menyangkut pasar energi, sesuatu yang "terjadi di Timur Tengah tidak akan tinggal di Timur Tengah," ungkap M. Ayhan Kose, yang mengawasi laporan tahunan Prospek Ekonomi Global oleh Bank Dunia.
"Ini akan memiliki implikasi global," pungkasnya.
(akr)