Menjawab Tantangan Pertambangan Berkelanjutan dari Sumatera Selatan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Era transisi energi menuju nol emisi atau Net Zero Emission (NZE) kini menghadirkan tantangan bagi industri pertambangan, termasuk pertambangan batu bara di seluruh dunia. Meskipun sebagai sumber energi murah batu bara belum tergantikan, namun, perusahaan pertambangan batu bara harus mengikuti perkembangan zaman. Yakni melakukan transformasi dan inovasi untuk menghadirkan pertambangan berkelanjutan yang tak sekadar menghasilkan profit bagi perusahaan, tetapi juga menghadirkan benefit atau manfaat bagi lingkungan dan komunitas di sekitar lokasi tambang.
Puluhan alat berat hilir mudik di area stockpile in pit PT Bukit Asam, Tbk. (PTBA) di area tambang Air Laya, Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan. Dari atas Anjungan Air Laya, hamparan batu bara yang kerap disebut sebagai emas hitam itu terlihat jelas dari kejauhan. Meskipun sudah menjelang tengah hari, dengan panas udara cukup menyengat ditambah hembusan angin yang cukup kencang, namun aktivitas kendaraan berukuran besar itu tak berhenti.
Tampak truk Haul Dump (HD) Hybrid bermerek BELAZ bewarana kuning tipe Belaz-75135 yang diproduksi di Belarusia melaju lincah memindahkan batu bara dari stock pile yang dikeruk menggunakan alat berat bertenaga listrik Shovel Elektrik tipe PC3000-6E. Di kawasan itu, juga dioperasikan Excavator PC 200 untuk merapihkan area agar batu bara tak berceceran. Batu bara yang ada di stockpile in pit berasal dari pit TSBC dan temporary stockpile MTBU.
“Daya tampung stockpile in pit satu juta ton. Sekarang ada 600 ribu ton, dari sisi timur 200 ribu ton, di sisi lainnya 400 ribu ton,”ungkap Asiten Manager Penambangan Air Laya 1 Singgih Cahyo Pratomo kepada SINDOnews saat kunjungan Media MIND ID pada 18 Oktober 2023 lalu.
Dengan visinya menjadi perusahaan energi kelas dunia yang peduli lingkungan, PTBA yang merupakan anggota Holding BUMN Pertambangan MIND ID, konsisten menerapkan kegiatan operasional penambangan yang berpedoman pada kaidah teknis yang baik atau good mining practice. Hal itu terlihat di stockpile in pit Air Laya, nyaris tak ada debu berterbangan saat aktivitas pemindahan emas hitam itu. “Karena cuaca sangat panas, sudah tiga bulan ini kami melakukan penyiraman area secara rutin agar tak berdebu,”ungkap Singgih yang bekerja di PT BA sejak 2013 itu.
Penyiraman kawasan tambang itu dilakukan untuk mecegah polusi udara akibat debu. Air yang digunakan untuk menyiram kawasan stockpile bukan air yang bersumber dari tanah. Tetapi berasal dari air yang di tampung di lahan bekas tambang. Tak sekadar untuk menghalau debu, air dari lahan bekas tambang itu juga diolah agar layak digunakan masyarat melalui saluran irigasi. Untuk pengolahan air tambang ini PTBA menerapkan otomatisasi pada peralatan pengolahan dan suplai air. Dengan adanya penyiraman, truk berukuran super besar itu tak memercikkan debu saat melibas lintasan di area tambang.
PTBA tampaknya sadar betul pentingnya menjalankan pertambangan berkelanjutan. Tak sekadar dijadikan kolam penampungan air, lahan bekas tambang itu juga di reklamasi dan di revegetasi. Selain bermanfaat untuk menyuplai kebutuhan air kegiatan operasional pertambangan. Lahan bekas tambang juga difungsukan sebagai tambak ikan untuk mendukung ketahanan pangan masyarakat di daerah sekitar tambang.
Seluruh siklus penambangan direncanakan dengan baik mulai dari eksplorasi, land clearing, pengembangan, eksploitasi, hingga pascatambang. PTBA menilai, kelestarian alam dan aspirasi masyarakat menjadi bagian tak terpisahkan dalam menjalankan setiap aktivitas bisnis. Penerapan green mining dilakukan dengan perencanaan yang seksama, dengan memperhitungkan kelestarian lingkungan sejak awal.
“Untuk pascatambang kami menyiapkan beberapa jenis tanaman yang cocok untuk reklamasi. Termasuk untuk menyerap logam berat dan mengurangi emisi karbon,” tegas Asisten Vice President Pengelolaan Hutan dan Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai PTBA, Ketut Junaidi.
PTBA mengembangkan laboratorium kultur jaringan dengan kapasitas 100.000 tanaman yang berada di kebun bibit atau Nursery Park yang membentang seluas 2,1 hektare, tak jauh dari Botanical Garden dan Mini Zoo. “Nursery Park ini akan kami perluas menjadi 20 hektare,”tegas Ketut. Suasana di Nursery Park sangat sejuk, sama sekali tak terasa hawa panas dan gersang yang menjadi ciri khas kawasan pertambangan. Lahan bekas tambang itu disulap menjadi hutan kota yang rindang, dengan udara yang segar.
Puluhan alat berat hilir mudik di area stockpile in pit PT Bukit Asam, Tbk. (PTBA) di area tambang Air Laya, Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan. Dari atas Anjungan Air Laya, hamparan batu bara yang kerap disebut sebagai emas hitam itu terlihat jelas dari kejauhan. Meskipun sudah menjelang tengah hari, dengan panas udara cukup menyengat ditambah hembusan angin yang cukup kencang, namun aktivitas kendaraan berukuran besar itu tak berhenti.
Tampak truk Haul Dump (HD) Hybrid bermerek BELAZ bewarana kuning tipe Belaz-75135 yang diproduksi di Belarusia melaju lincah memindahkan batu bara dari stock pile yang dikeruk menggunakan alat berat bertenaga listrik Shovel Elektrik tipe PC3000-6E. Di kawasan itu, juga dioperasikan Excavator PC 200 untuk merapihkan area agar batu bara tak berceceran. Batu bara yang ada di stockpile in pit berasal dari pit TSBC dan temporary stockpile MTBU.
“Daya tampung stockpile in pit satu juta ton. Sekarang ada 600 ribu ton, dari sisi timur 200 ribu ton, di sisi lainnya 400 ribu ton,”ungkap Asiten Manager Penambangan Air Laya 1 Singgih Cahyo Pratomo kepada SINDOnews saat kunjungan Media MIND ID pada 18 Oktober 2023 lalu.
Dengan visinya menjadi perusahaan energi kelas dunia yang peduli lingkungan, PTBA yang merupakan anggota Holding BUMN Pertambangan MIND ID, konsisten menerapkan kegiatan operasional penambangan yang berpedoman pada kaidah teknis yang baik atau good mining practice. Hal itu terlihat di stockpile in pit Air Laya, nyaris tak ada debu berterbangan saat aktivitas pemindahan emas hitam itu. “Karena cuaca sangat panas, sudah tiga bulan ini kami melakukan penyiraman area secara rutin agar tak berdebu,”ungkap Singgih yang bekerja di PT BA sejak 2013 itu.
Penyiraman kawasan tambang itu dilakukan untuk mecegah polusi udara akibat debu. Air yang digunakan untuk menyiram kawasan stockpile bukan air yang bersumber dari tanah. Tetapi berasal dari air yang di tampung di lahan bekas tambang. Tak sekadar untuk menghalau debu, air dari lahan bekas tambang itu juga diolah agar layak digunakan masyarat melalui saluran irigasi. Untuk pengolahan air tambang ini PTBA menerapkan otomatisasi pada peralatan pengolahan dan suplai air. Dengan adanya penyiraman, truk berukuran super besar itu tak memercikkan debu saat melibas lintasan di area tambang.
PTBA tampaknya sadar betul pentingnya menjalankan pertambangan berkelanjutan. Tak sekadar dijadikan kolam penampungan air, lahan bekas tambang itu juga di reklamasi dan di revegetasi. Selain bermanfaat untuk menyuplai kebutuhan air kegiatan operasional pertambangan. Lahan bekas tambang juga difungsukan sebagai tambak ikan untuk mendukung ketahanan pangan masyarakat di daerah sekitar tambang.
Seluruh siklus penambangan direncanakan dengan baik mulai dari eksplorasi, land clearing, pengembangan, eksploitasi, hingga pascatambang. PTBA menilai, kelestarian alam dan aspirasi masyarakat menjadi bagian tak terpisahkan dalam menjalankan setiap aktivitas bisnis. Penerapan green mining dilakukan dengan perencanaan yang seksama, dengan memperhitungkan kelestarian lingkungan sejak awal.
“Untuk pascatambang kami menyiapkan beberapa jenis tanaman yang cocok untuk reklamasi. Termasuk untuk menyerap logam berat dan mengurangi emisi karbon,” tegas Asisten Vice President Pengelolaan Hutan dan Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai PTBA, Ketut Junaidi.
PTBA mengembangkan laboratorium kultur jaringan dengan kapasitas 100.000 tanaman yang berada di kebun bibit atau Nursery Park yang membentang seluas 2,1 hektare, tak jauh dari Botanical Garden dan Mini Zoo. “Nursery Park ini akan kami perluas menjadi 20 hektare,”tegas Ketut. Suasana di Nursery Park sangat sejuk, sama sekali tak terasa hawa panas dan gersang yang menjadi ciri khas kawasan pertambangan. Lahan bekas tambang itu disulap menjadi hutan kota yang rindang, dengan udara yang segar.