Dampak Inflasi Global Merembes ke Ekonomi Jepang, Investor Cemas
loading...
A
A
A
Posisi teratas Koda termasuk operator krematorium yakni Kosaido Holdings (7868.T) serta Rheon Automatic Machinery (6272.T), yang menjual robot pembuat kue untuk membantu produsen makanan menghadapi menyusutnya tenaga kerja di Jepang.
Namun pada bulan Agustus, untuk pertama kalinya dalam 17 tahun sejarah pendanaannya, Koda memilih bank Jepang, Kyushu Financial (7180.T), sebagai posisi terbesarnya, karena dia yakin suku bunga Jepang akan naik.
Steve Donzé, wakil kepala investasi Pictet Asset Management di Tokyo, mengatakan dia juga telah membeli saham bank Jepang.
Bagi Junichi Inoue, kepala ekuitas Jepang di Janus Henderson, bisnis konsumen yang memiliki daya penetapan harga untuk meningkatkan pendapatan dan keuntungan dengan membebankan biaya energi dan makanan yang lebih tinggi kepada pelanggan adalah fokusnya.
"Saya sungguh menyukai toko serba ada. Margin benar-benar meningkat, pendapatannya bagus, sangat mengejutkan," ucapnya.
Inflasi di Jepang tentunya menyebabkan investor obligasi bisa menderita. Meningkatnya inflasi mengurangi daya tarik obligasi dengan bunga tetap.
BoJ juga telah lama mendukung pasar obligasi dengan membeli utang pemerintah untuk membatasi imbal hasil dan menekan biaya pinjaman dalam negeri. Namun investor berhati-hati mengenai apa yang disebut sebagai berakhirnya kebijakan pengendalian kurva imbal hasil karena BOJ terpaksa mengetatkan kebijakan moneternya.
"Inflasi ini 'mungkin tidak bersifat sementara' bagi Jepang karena hal ini belum pernah terjadi di Amerika Serikat atau Eropa," kata Manajer Portofolio Pbligasi Global Newton Investment Management, Jon Day.
Dan tentu saja, pasar obligasi belum sepenuhnya mempertimbangkan hal tersebut. Yield JGB lima tahun sekitar 0,35%. "Bahkan tingkat inflasi jangka panjang sebesar 1% di Jepang akan menghasilkan pengembalian yang buruk,” ucap Day.
Namun pada bulan Agustus, untuk pertama kalinya dalam 17 tahun sejarah pendanaannya, Koda memilih bank Jepang, Kyushu Financial (7180.T), sebagai posisi terbesarnya, karena dia yakin suku bunga Jepang akan naik.
Steve Donzé, wakil kepala investasi Pictet Asset Management di Tokyo, mengatakan dia juga telah membeli saham bank Jepang.
Bagi Junichi Inoue, kepala ekuitas Jepang di Janus Henderson, bisnis konsumen yang memiliki daya penetapan harga untuk meningkatkan pendapatan dan keuntungan dengan membebankan biaya energi dan makanan yang lebih tinggi kepada pelanggan adalah fokusnya.
"Saya sungguh menyukai toko serba ada. Margin benar-benar meningkat, pendapatannya bagus, sangat mengejutkan," ucapnya.
Inflasi di Jepang tentunya menyebabkan investor obligasi bisa menderita. Meningkatnya inflasi mengurangi daya tarik obligasi dengan bunga tetap.
BoJ juga telah lama mendukung pasar obligasi dengan membeli utang pemerintah untuk membatasi imbal hasil dan menekan biaya pinjaman dalam negeri. Namun investor berhati-hati mengenai apa yang disebut sebagai berakhirnya kebijakan pengendalian kurva imbal hasil karena BOJ terpaksa mengetatkan kebijakan moneternya.
"Inflasi ini 'mungkin tidak bersifat sementara' bagi Jepang karena hal ini belum pernah terjadi di Amerika Serikat atau Eropa," kata Manajer Portofolio Pbligasi Global Newton Investment Management, Jon Day.
Dan tentu saja, pasar obligasi belum sepenuhnya mempertimbangkan hal tersebut. Yield JGB lima tahun sekitar 0,35%. "Bahkan tingkat inflasi jangka panjang sebesar 1% di Jepang akan menghasilkan pengembalian yang buruk,” ucap Day.
(akr)