Bukan Hengkang, Staedtler Noris Justru Buka Opsi Tambah Investasi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kuasa hukum Staedtler Noris, Todung Mulya Lubis, menegaskan bahwa rencana menutup kegiatan produksi alat tulis di PT Staedtler Indonesia (PTSI) dan memindahkannya atau relokasi pabrik ke Amerika Selatan hingga saat ini belum ditindaklanjuti.
"Memang ada surat yang disampaikan oleh Staedtler, yang menginformasikan kemungkinan mereka untuk memindahkan pabriknya ke negara lain. Tapi sampai detik ini kan tidak ada keputusan pindah itu dieksekusi," kata Mulya dalam media briefing di Jakarta, Kamis (23/11/2023).
Mulya mengatakan bahwa Staedtler Noris justru membuka opsi untuk melakukan reinvestasi untuk perluasan bisnis yang sudah eksis di Indonesia. "Bahwa sebetulnya mostly ya untuk melakukan investasi tambahan. Jadi itu terbuka opsinya. Jadi dia tidak memilih untuk keluar dari Indonesia, tapi melakukan reinvestasi untuk memperluas bisnis mereka di sini," katanya.
Mulya menambahkan, dalam konteks bisnis tidak tidak mengenal negara, melainkan ideologinya adalah profit. Namun hal itu perlu adanya kepastian hukum terkait investasi yang telah ditanamkan.
Pasalnya, saat ini Staedtler Noris sebagai pemegang saham mayoritas memiliki hambatan lantaran hak-haknya dan kontrolnya atas PTSI dilucuti, termasuk di antaranya tidak diberikan kendali atas operasional PTSI oleh PT Asaba Utama Corporatama (AUC) selaku pemegang saham minoritas di PTSI.
Bahkan, AUC melakukan kriminalisasi bisnis terhadap pihaknya dengan membuat laporan polisi ke Bareskrim Polri terhadap advokat perwakilan Staedtler Noris yang hadir dalam RUPS LB, yakni Philipp Kersting dan Zuhesti Prihadini, dan Rudi Tanran yang ditunjuk sebagai Presiden Direktur PTSI.
Mulya mengatakan, mereka dilaporkan dengan tuduhan telah menggelar RUPSLB fiktif dan Akta Pernyataan Keputusan Rapat RUPS LB palsu (Laporan Polisi).
"Bisnis itu tidak mengenal negara. Bisnis itu ideologinya profit. Kalo di negara x profit dia ke sana. Kemudian, perlindungan, kalo di negara itu tidak memberikan perlindungan ya pindah," katanya.
Untuk diketahui, Staedtler memulai kegiatan usahanya di Indonesia pada awal 1909. Berarti merek ini sudah eksis selama lebih dari 115 tahun di Indonesia.
Sejak pendirian pada tahun 1978, Staedtler Noris merupakan pemegang saham mayoritas di PTSI. Hingga saat ini, Staedtler Noris masih menjadi pemegang saham mayoritas di PTSI dengan kepemilikan 74,95%, sedangkan kepemilikan saham sisanya sebesar 25,05% dimiliki oleh PT Asaba Utama Corporatama.
"Memang ada surat yang disampaikan oleh Staedtler, yang menginformasikan kemungkinan mereka untuk memindahkan pabriknya ke negara lain. Tapi sampai detik ini kan tidak ada keputusan pindah itu dieksekusi," kata Mulya dalam media briefing di Jakarta, Kamis (23/11/2023).
Mulya mengatakan bahwa Staedtler Noris justru membuka opsi untuk melakukan reinvestasi untuk perluasan bisnis yang sudah eksis di Indonesia. "Bahwa sebetulnya mostly ya untuk melakukan investasi tambahan. Jadi itu terbuka opsinya. Jadi dia tidak memilih untuk keluar dari Indonesia, tapi melakukan reinvestasi untuk memperluas bisnis mereka di sini," katanya.
Mulya menambahkan, dalam konteks bisnis tidak tidak mengenal negara, melainkan ideologinya adalah profit. Namun hal itu perlu adanya kepastian hukum terkait investasi yang telah ditanamkan.
Pasalnya, saat ini Staedtler Noris sebagai pemegang saham mayoritas memiliki hambatan lantaran hak-haknya dan kontrolnya atas PTSI dilucuti, termasuk di antaranya tidak diberikan kendali atas operasional PTSI oleh PT Asaba Utama Corporatama (AUC) selaku pemegang saham minoritas di PTSI.
Bahkan, AUC melakukan kriminalisasi bisnis terhadap pihaknya dengan membuat laporan polisi ke Bareskrim Polri terhadap advokat perwakilan Staedtler Noris yang hadir dalam RUPS LB, yakni Philipp Kersting dan Zuhesti Prihadini, dan Rudi Tanran yang ditunjuk sebagai Presiden Direktur PTSI.
Mulya mengatakan, mereka dilaporkan dengan tuduhan telah menggelar RUPSLB fiktif dan Akta Pernyataan Keputusan Rapat RUPS LB palsu (Laporan Polisi).
"Bisnis itu tidak mengenal negara. Bisnis itu ideologinya profit. Kalo di negara x profit dia ke sana. Kemudian, perlindungan, kalo di negara itu tidak memberikan perlindungan ya pindah," katanya.
Untuk diketahui, Staedtler memulai kegiatan usahanya di Indonesia pada awal 1909. Berarti merek ini sudah eksis selama lebih dari 115 tahun di Indonesia.
Baca Juga
Sejak pendirian pada tahun 1978, Staedtler Noris merupakan pemegang saham mayoritas di PTSI. Hingga saat ini, Staedtler Noris masih menjadi pemegang saham mayoritas di PTSI dengan kepemilikan 74,95%, sedangkan kepemilikan saham sisanya sebesar 25,05% dimiliki oleh PT Asaba Utama Corporatama.
(uka)