Gibran Ingin Naikkan Tax Ratio Jadi 23 Persen, Pengamat Pajak: Tidak Masuk Akal
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pengamat pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai rencana Calon Wakil Presiden Nomor Urut 02 Gibran Rakabuming Raka yang menargetkan peningkatan rasio pajak hingga 23 persen apabila dirinya terpilih merupaka ide yang tidak masuk akal.
"Jelas tidak masuk akal, Kita sudah melakukan reformasi birokrasi, reformasi regulasi, reformasi administrasi tapi hasil hasilnya masih mentok," jelasnya kepada MNC Portal Indonesia, Sabtu (23/12/2023).
Diungkapkan Fajry, sejatinya permasalahan basisnya yaitu struktur ekonomi indonesia. Sehingga dinilainya, waktu lima tahun tidak akan cukup untuk merubah strultur ekonomi Indonesia.
"Masalahnya ada di basis pajak. Struktur ekonomi kita. Dan mengubah struktur ekonomi kita butuh waktu lama, tak cukup lima tahun," tegasnya.
Fajry juga menekankan pernyataan Gibran mengenai peleburan Direktorat Jendela Pajak dan Direktorat Jenderal Bea Cukai kedalam satu lembaga Badan Penerimaan Negara bukan solusi untuk menggenjot penerimaan negara.
"Apalagi ini, buat badan penerimaan negara, yg fungsinya, (menurut gibran) untuk meningkatkan koordinasi antar K/L. Reformasi ini-itu aja masih belum menaikan tax ratio secara signifikan, karena masalahnya ada di basis pajak, struktur ekonomi kita," tukasnya.
Sebelumnya, Calon Wakil Presiden (Cawapres) Nomor Urut 3, Mahfud MD juga menilai rencana kenaikan rasio pajak hingga 23% yang tercantum dalam visi misi Capres dan Cawapres Nomor Urut 2, Prabowo Subianto- Gibran Rakabuming Raka sebagai hal yang tidak masuk akal.
"Dalam visi dan misi Anda, disebut kalau rasio pajak (tax ratio) dinaikkan menjadi 23%, dalam simulasi kami, angka itu hampir tidak masuk akal," ujar Mahfud dalam debat cawapres di Jakarta Convention Center (JCC) Jakarta Pusat, Jumat (22/12/2023).
Sebab, dia menyebutkan pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 10%, padahal selama ini pertumbuhan ekonomi 5-6%. "Itu kalau Anda bisa menaikkan rasio pajak sampai segitu, naiknya ekonomi bisa 10%. Lalu bagaimana Anda mau menaikkan pajak? Orang insentif pajak saja orang nggak ngambil," jelas Mahfud.
Lebih lanjut, dirinya juga meminta putra sulung Presiden Jokowi itu untuk membedakan antara penerimaan pajak dan tax ratio. Anda bicara soal 23%, 23% dari apa ini? Kalau anda bicara bahwa beda antara penerimaan pajak dan tax ratio, kalau persen kaitannya dengan PDB, apa 23% dari APBN atau apa?" cecar Mahfud. Kalau 23% dari APBN, Mahfud menyebut bahwa itu salah karena sekarang saja sudah 82% dari APBN. Dengan tax ratio sekarang yang hanya 10,5%, sumbangan terhadap APBN itu 20%.
"23% itu dari apa? Dari PDB? Dari APBN? atau apa? untuk menaikkan pajak. Hati-hati loh, rakyat itu sensitif kalau pajak dinaikkan. Karena kita sudah berkali-kali menawarkan tax amnesty tidak jelas hasilnya, kemudian insentif pajak sudah ditawarkan juga tidak mau, karena diperas-peras juga jadi alat nego di kantor pajak," pungkas Mahfud.
"Jelas tidak masuk akal, Kita sudah melakukan reformasi birokrasi, reformasi regulasi, reformasi administrasi tapi hasil hasilnya masih mentok," jelasnya kepada MNC Portal Indonesia, Sabtu (23/12/2023).
Diungkapkan Fajry, sejatinya permasalahan basisnya yaitu struktur ekonomi indonesia. Sehingga dinilainya, waktu lima tahun tidak akan cukup untuk merubah strultur ekonomi Indonesia.
"Masalahnya ada di basis pajak. Struktur ekonomi kita. Dan mengubah struktur ekonomi kita butuh waktu lama, tak cukup lima tahun," tegasnya.
Fajry juga menekankan pernyataan Gibran mengenai peleburan Direktorat Jendela Pajak dan Direktorat Jenderal Bea Cukai kedalam satu lembaga Badan Penerimaan Negara bukan solusi untuk menggenjot penerimaan negara.
"Apalagi ini, buat badan penerimaan negara, yg fungsinya, (menurut gibran) untuk meningkatkan koordinasi antar K/L. Reformasi ini-itu aja masih belum menaikan tax ratio secara signifikan, karena masalahnya ada di basis pajak, struktur ekonomi kita," tukasnya.
Sebelumnya, Calon Wakil Presiden (Cawapres) Nomor Urut 3, Mahfud MD juga menilai rencana kenaikan rasio pajak hingga 23% yang tercantum dalam visi misi Capres dan Cawapres Nomor Urut 2, Prabowo Subianto- Gibran Rakabuming Raka sebagai hal yang tidak masuk akal.
"Dalam visi dan misi Anda, disebut kalau rasio pajak (tax ratio) dinaikkan menjadi 23%, dalam simulasi kami, angka itu hampir tidak masuk akal," ujar Mahfud dalam debat cawapres di Jakarta Convention Center (JCC) Jakarta Pusat, Jumat (22/12/2023).
Sebab, dia menyebutkan pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 10%, padahal selama ini pertumbuhan ekonomi 5-6%. "Itu kalau Anda bisa menaikkan rasio pajak sampai segitu, naiknya ekonomi bisa 10%. Lalu bagaimana Anda mau menaikkan pajak? Orang insentif pajak saja orang nggak ngambil," jelas Mahfud.
Lebih lanjut, dirinya juga meminta putra sulung Presiden Jokowi itu untuk membedakan antara penerimaan pajak dan tax ratio. Anda bicara soal 23%, 23% dari apa ini? Kalau anda bicara bahwa beda antara penerimaan pajak dan tax ratio, kalau persen kaitannya dengan PDB, apa 23% dari APBN atau apa?" cecar Mahfud. Kalau 23% dari APBN, Mahfud menyebut bahwa itu salah karena sekarang saja sudah 82% dari APBN. Dengan tax ratio sekarang yang hanya 10,5%, sumbangan terhadap APBN itu 20%.
"23% itu dari apa? Dari PDB? Dari APBN? atau apa? untuk menaikkan pajak. Hati-hati loh, rakyat itu sensitif kalau pajak dinaikkan. Karena kita sudah berkali-kali menawarkan tax amnesty tidak jelas hasilnya, kemudian insentif pajak sudah ditawarkan juga tidak mau, karena diperas-peras juga jadi alat nego di kantor pajak," pungkas Mahfud.
(nng)