Pajak Rokok Elektrik Ikut Naik, Awas! Bisa Mematikan Industri yang Masih Baru

Sabtu, 20 Januari 2024 - 10:03 WIB
loading...
Pajak Rokok Elektrik Ikut Naik, Awas! Bisa Mematikan Industri yang Masih Baru
Pajak rokok atas rokok elektrik per 1 Januari 2024 disayangkan oleh Asosiasi Ritel Vape Indonesia (Arvindo), Paguyuban Produsen Eliquid Indonesia (PPEI) Dan Asosiasi Konsumen Vape Indonesia (Akvindo). Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Pajak rokok atas rokok elektrik per 1 Januari 2024 disayangkan oleh Asosiasi Ritel Vape Indonesia (Arvindo), Paguyuban Produsen Eliquid Indonesia (PPEI) Dan Asosiasi Konsumen Vape Indonesia (Akvindo). Menurutnya regulasi yang di keluarkan Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan (DJPK) yang dianggap terburu-buru dan tidak adil.

"Menurut kami selaku asosiasi yang menaungi toko-toko ritel vape menyayangkan Regulasi DJPK yang tidak berpihak kepada pelaku UMKM, dan merugikan masyarakat yang merasakan dapat berhenti merokok karena vape ," ujar Ketua Umum Arvindo, Fachmi Kurnia Firmansyah Siregar saat mendatangi kantor DJPK di Jakarta, Kamis (18/1/2024).



Menurut Fachmi Kurnia, selain kenaikan cukai 19,5%, secara bersamaan dan tanpa berdiskusi serta musyawarah telah diterbitkan sebuah regulasi yang mengatur tentang pembebanan pajak rokok elektrik.

"Ini seakan ingin mematikan industri yang bukan hanya masih baru, tapi dibanyak negara juga dianggap solusi lebih rendah resiko untuk orang-orang yang ingin berhenti merokok," kata Fachmi Kurnia.

Pajak Rokok Elektrik Ikut Naik, Awas! Bisa Mematikan Industri yang Masih Baru




Diterangkan, ketidakperpihakan pemerintah terhadap pelaku UMKM juga dapat dilihat dari perbandingan kenaikan cukai tiap kategori. REL Sistem terbuka (liquid botol) naik 19,5%, sedangkan REL Sistem tertutup naik 6%, REL Padat naik 6,5%.

Ketua umum PPEI di bidang produsen, Daniel Boy menjelaskan, bahwa kenaikan tarif cukai vape sistem terbuka jauh lebih tinggi dibandingkan vape sistem tertutup, hal ini sangat memberatkan dan dirasa tidak adil bagi para pelaku usaha vape.

Padahal vape sistem terbuka notabenenya didominasi oleh para pelaku usaha UMKM yang seharusnya mendapat perhatian khusus dari pemerintah, seperti yang diberlakukan pada industri rokok konvensional.

Ketua Umum Akvindo, Paido Siahaan yang menanungi suara konsumen vape di Indonesia menambahkan, langkah itu sangat kontradiktif sekali disaat pemerintah Inggris memberikan 1 juta vape gratis untuk warganya yang merokok. Di Indonesia kebijakan yang berjalan malah selalu tidak berpihak pada UMKM dan kesehatan masyarakat.

Menurutnya tidak menutup kemungkinan langkah yang diambil pemerintah sekarang bisa membuat semakin maraknya vape ilegal yang diperjual belikan di marketplace secara bebas yang masih belum bisa diawasi dan ditindak sesuai hukum yang berlaku oleh pemerintah.

"Jika pajak rokok elektrik digunakan untuk kontribusi kesehatan, kami rasa juga kurang tepat jika mengutip UU Kesehatan terkait tingkat bahayanya bagi kesehatan, bahkan sebuah studi di Inggris mengatakan, Layanan Kesehatan Inggris (NHS), akan menghemat lebih dari 500 juta pounds per tahun jika setengah dari perokok dewasa di Inggris menggunakan vape," ujar Paido Siahaan.

Sebagai informasi mulai 1 Januari tahun 2024, pemerintah secara resmi telah menetapkan pengenaan pajak atas rokok elektrik melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 143 Tahun 2023. Menurut PMK Nomor 143 Tahun 2023, pajak rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh pemerintah pusat.

Dasar pengenaan pajak rokok adalah cukai yang ditetapkan oleh pemerintah pusat terhadap rokok. Rokok yang dimaksud dalam PMK tersebut adalah jenis rokok elektrik.

Menurut Pasal 2 ayat (3) PMK Nomor 143 Tahun 2023, tarif pajak rokok ditetapkan sebesar 10% dari cukai rokok. Cara menghitung besaran pajak rokok yaitu dengan mengalikan dasar pengenaan pajak rokok dengan tarif pajak rokok.

Proses pemungutan pajak rokok dilakukan oleh kantor Bea dan Cukai bersamaan dengan pemungutan cukai rokok. Pemungutan pajak rokok dilakukan dengan acuan kepada petunjuk teknis pemungutan pajak rokok.

PMK Nomor 143 Tahun 2023 ini adalah aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD). Pada Pasal 33 ayat (2) UU HKPD sebeumnya menyatakan pajak rokok dikenakan atas rokok yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, dan bentuk rokok lainnya.

Untuk pengenaan pajak rokok pada rokok lainnya belum diatur dalam peraturan sebelumnya yaitu Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) dan aturan turunannya.

Pajak rokok merupakan hal yang berbeda dengan cukai rokok. Dengan adanya aturan terbaru ini, rokok akan dikenakan dua jenis pungutan yaitu cukai dan pajak. Walaupun cukai rokok dan pajak rokok merupakan pungutan yang berbeda, menurut Pasal 2 ayat (5) PMK Nomor 143/2023, pemungutan pajak rokok akan dilakukan oleh kantor bea dan cukai berbarengan dengan pemungutan cukai rokok.
(akr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2106 seconds (0.1#10.140)