Jepang Resesi Bikin Pengusaha Nasional Ketar-ketir, Apa Penyebabnya?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Para pelaku usaha yang tergabung Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengkhawatirkan dampak Jepang yang mengalami resesi ekonomi . Hal ini dikarenakan bisa menurunkan pertumbuhan investasi di Indonesia.
(Baca Juga: Tsunami Wabah Seret Jepang dan Malaysia ke Jurang Resesi, Awas Indonesia )
Sebagai informasi, Jepang merupakan negara penyumbang investasi terbesar di Indonesia. Wakil Ketua Apindo Shinta Widjaja Kamdani mengatakan, masalahnya sekarang adalah seberapa kompetitif Indonesia bisa menarik investasi.
"Dalam krisis, nilai investasi akan turun drastis (UNCTAD sudah memprediksikan bahwa investasi global akan turun 40% di 2020 atau menjadi kurang dari USD 1 triliun) dan profil risiko yang mau diterima oleh investor menjadi terkoreksi ke level risiko yang konservatif (investasi minim risiko atau perlu business certainty yang tinggi agar returnnya pasti meskipun besaran return-nya sedikit)," kata Shinta saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Selasa (18/8/2020).
(Baca Juga: Jepang Resesi meski Tak Lockdown, Ekonomi Minus 7,8% di Kuartal II/2020 )
Lebih lanjut terang dia, kondisi resesi Jepang tidak berpihak pada Indonesia. Sebab Indonesia dalam kondisi status quo atau tidak melakukan perubahan kebijakan dan practice yang cukup signifikan untuk meningkatkan daya saing iklim usaha.
"Indonesia sebagai negara berkembang dengan indeks restriksi investasi yang tinggi dan ranking rendah dalam EODB starting business menyebabkan profil risiko investasi di Indonesia menjadi lebih tinggi dibanding negara lain (negara maju khususnya) dan return of investment menjadi lebih tidak menentu (uncertainty terhadap return of investment menjadi tinggi)," paparnya.
(Baca Juga: Joss, Erick Thohir Jemput Langsung Investor Asing untuk Tanam Uang di RI )
Lantaran hal itu, Ia mendesak pemerintah Indonesia untuk terus menerus memperbaiki iklim usaha dan investasi nasional agar business certainty di Indonesia menjadi lebih tinggi.
"Meskipun pandemi, tetap ada investasi asing yang masuk ke Indonesia meskipun sedikit. Ini karena Indonesia akan jauh lebih cepat pulih dari krisis bila investasi asing bisa masuk dengan lebih lancar dan lebih besar karena perubahan iklim usaha dan investasi yang lebih baik," jelasnya.
(Baca Juga: Tsunami Wabah Seret Jepang dan Malaysia ke Jurang Resesi, Awas Indonesia )
Sebagai informasi, Jepang merupakan negara penyumbang investasi terbesar di Indonesia. Wakil Ketua Apindo Shinta Widjaja Kamdani mengatakan, masalahnya sekarang adalah seberapa kompetitif Indonesia bisa menarik investasi.
"Dalam krisis, nilai investasi akan turun drastis (UNCTAD sudah memprediksikan bahwa investasi global akan turun 40% di 2020 atau menjadi kurang dari USD 1 triliun) dan profil risiko yang mau diterima oleh investor menjadi terkoreksi ke level risiko yang konservatif (investasi minim risiko atau perlu business certainty yang tinggi agar returnnya pasti meskipun besaran return-nya sedikit)," kata Shinta saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Selasa (18/8/2020).
(Baca Juga: Jepang Resesi meski Tak Lockdown, Ekonomi Minus 7,8% di Kuartal II/2020 )
Lebih lanjut terang dia, kondisi resesi Jepang tidak berpihak pada Indonesia. Sebab Indonesia dalam kondisi status quo atau tidak melakukan perubahan kebijakan dan practice yang cukup signifikan untuk meningkatkan daya saing iklim usaha.
"Indonesia sebagai negara berkembang dengan indeks restriksi investasi yang tinggi dan ranking rendah dalam EODB starting business menyebabkan profil risiko investasi di Indonesia menjadi lebih tinggi dibanding negara lain (negara maju khususnya) dan return of investment menjadi lebih tidak menentu (uncertainty terhadap return of investment menjadi tinggi)," paparnya.
(Baca Juga: Joss, Erick Thohir Jemput Langsung Investor Asing untuk Tanam Uang di RI )
Lantaran hal itu, Ia mendesak pemerintah Indonesia untuk terus menerus memperbaiki iklim usaha dan investasi nasional agar business certainty di Indonesia menjadi lebih tinggi.
"Meskipun pandemi, tetap ada investasi asing yang masuk ke Indonesia meskipun sedikit. Ini karena Indonesia akan jauh lebih cepat pulih dari krisis bila investasi asing bisa masuk dengan lebih lancar dan lebih besar karena perubahan iklim usaha dan investasi yang lebih baik," jelasnya.
(akr)