Fakta-fakta Mengerikan Dampak Dedolarisasi bagi AS, Terancam Tak Jadi Negara Adidaya Lagi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dedolarisasi jadi salah satu rencana besar yang diusung negara-negara BRICS (Brazil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) demi menciptakan stabilitas ekonomi dunia tanpa adanya dominasi satu negara. Hal ini tentunya akan berpengaruh besar terhadap dolar AS yang selama ini telah jadi mata uang cadangan seluruh dunia.
Dedolarisasi yang diprakarsai oleh BRICS ini sebenarnya sudah jadi pemberitaan hangat sejak tahun 2023. Mereka menyerukan langkah-langkah untuk melakukan perdagangan langsung satu sama lain dalam mata uang mereka sendiri tanpa memasukkan dolar AS.
Agenda dedolarisasi yang bertujuan menggeser dolar AS sebagai mata uang cadangan dunia ini akan menjadi ancaman serius bagi ekonomi AS. Terlebih, kini BRICS sudah mulai bergerak dengan melakukan aliansi geopolitik mereka dengan negara lain.
4 Dampak Mengerikan Dedolarisasi Terhadap Ekonomi AS:
1. Kehilangan Dominasi
Pada dasarnya dedolarisasi merupakan pengurangan signifikan penggunaan dolar dalam perdagangan dunia dan transaksi keuangan, sehingga menurunkan permintaan nasional, institusi, dan korporasi terhadap dolar AS.
Hal ini akan mengurangi dominasi pasar modal global yang berdenominasi dolar, dimana peminjam dan pemberi pinjaman di seluruh dunia bertransaksi dalam dolar. Fenomena ini kemungkinan besar akan melemahkan keamanan dan stabilitas dolar AS, dan keseluruhan posisi AS sebagai kekuatan ekonomi, politik, dan militer terkemuka di dunia.
2. Nilai Dolar Turun Tajam
Dampak paling parah akan dirasakan di AS, sebab fenomena ini kemungkinan besar akan menyebabkan depresiasi dan kinerja aset-aset keuangan semakin AS memburuk dibandingkan negara-negara lain di dunia.
Dilansir dari The Interpreter, Ketika ketergantungan pada dolar AS berkurang, bank sentral akan mulai membuang cadangan dolar mereka. Hal ini akan mengakibatkan hiperinflasi, lonjakan suku bunga untuk mengkompensasi hilangnya daya beli, dan jatuhnya harga aset, yang selanjutnya mempercepat penurunan ekonomi AS.
3. Kemungkinan akan Terjadi Inflasi
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, karena nilai mata uang yang terus turun karena sepinya peminat di pasar mata uang, maka kemungkinan besar AS akan menghadapi sejumlah masalah ekonomi serius yang salah satunya inflasi.
Dikutip dari US News, memiliki mata uang cadangan dunia telah memungkinkan Amerika mengalami defisit besar baik dalam perdagangan internasional maupun belanja pemerintah. Jika orang asing tidak lagi ingin menyimpan dolar untuk ditabung, hal ini akan memaksa pengetatan belanja negara secara signifikan.
4. Kehilangan Pengaruh di Pasar Minyak
Menurut laman J.P.Morgan, beberapa tanda de-dolarisasi juga terlihat di pasar minyak mengingat dolar AS yang sebelumnya adalah salah satu pendorong utama harga minyak global kini sudah mulai kehilangan pengaruhnya. Secara tradisional, dolar berkorelasi negatif dengan harga minyak. Ketika dolar menguat, harga minyak impor naik dan akibatnya permintaan turun, terutama di negara-negara emerging market (EM). Namun, kini lebih banyak penjualan minyak yang ditransaksikan dalam mata uang non-dolar seperti renminbi.
Meski begitu, kecil kemungkinannya bahwa dolar akan berhenti menjadi mata uang cadangan dunia dalam semalam. Meskipun demikian, ada kemungkinan besar bahwa peran besar dolar dalam perdagangan internasional akan berkurang secara bertahap di tahun-tahun mendatang. Dampak dedolarisasi terhadap pertumbuhan AS juga masih belum pasti. Meskipun dolar yang tertekan secara struktural dapat meningkatkan daya saing AS, hal ini juga dapat secara langsung menurunkan investasi asing dalam perekonomian AS.
Dedolarisasi yang diprakarsai oleh BRICS ini sebenarnya sudah jadi pemberitaan hangat sejak tahun 2023. Mereka menyerukan langkah-langkah untuk melakukan perdagangan langsung satu sama lain dalam mata uang mereka sendiri tanpa memasukkan dolar AS.
Agenda dedolarisasi yang bertujuan menggeser dolar AS sebagai mata uang cadangan dunia ini akan menjadi ancaman serius bagi ekonomi AS. Terlebih, kini BRICS sudah mulai bergerak dengan melakukan aliansi geopolitik mereka dengan negara lain.
4 Dampak Mengerikan Dedolarisasi Terhadap Ekonomi AS:
1. Kehilangan Dominasi
Pada dasarnya dedolarisasi merupakan pengurangan signifikan penggunaan dolar dalam perdagangan dunia dan transaksi keuangan, sehingga menurunkan permintaan nasional, institusi, dan korporasi terhadap dolar AS.
Hal ini akan mengurangi dominasi pasar modal global yang berdenominasi dolar, dimana peminjam dan pemberi pinjaman di seluruh dunia bertransaksi dalam dolar. Fenomena ini kemungkinan besar akan melemahkan keamanan dan stabilitas dolar AS, dan keseluruhan posisi AS sebagai kekuatan ekonomi, politik, dan militer terkemuka di dunia.
2. Nilai Dolar Turun Tajam
Dampak paling parah akan dirasakan di AS, sebab fenomena ini kemungkinan besar akan menyebabkan depresiasi dan kinerja aset-aset keuangan semakin AS memburuk dibandingkan negara-negara lain di dunia.
Dilansir dari The Interpreter, Ketika ketergantungan pada dolar AS berkurang, bank sentral akan mulai membuang cadangan dolar mereka. Hal ini akan mengakibatkan hiperinflasi, lonjakan suku bunga untuk mengkompensasi hilangnya daya beli, dan jatuhnya harga aset, yang selanjutnya mempercepat penurunan ekonomi AS.
3. Kemungkinan akan Terjadi Inflasi
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, karena nilai mata uang yang terus turun karena sepinya peminat di pasar mata uang, maka kemungkinan besar AS akan menghadapi sejumlah masalah ekonomi serius yang salah satunya inflasi.
Dikutip dari US News, memiliki mata uang cadangan dunia telah memungkinkan Amerika mengalami defisit besar baik dalam perdagangan internasional maupun belanja pemerintah. Jika orang asing tidak lagi ingin menyimpan dolar untuk ditabung, hal ini akan memaksa pengetatan belanja negara secara signifikan.
4. Kehilangan Pengaruh di Pasar Minyak
Menurut laman J.P.Morgan, beberapa tanda de-dolarisasi juga terlihat di pasar minyak mengingat dolar AS yang sebelumnya adalah salah satu pendorong utama harga minyak global kini sudah mulai kehilangan pengaruhnya. Secara tradisional, dolar berkorelasi negatif dengan harga minyak. Ketika dolar menguat, harga minyak impor naik dan akibatnya permintaan turun, terutama di negara-negara emerging market (EM). Namun, kini lebih banyak penjualan minyak yang ditransaksikan dalam mata uang non-dolar seperti renminbi.
Meski begitu, kecil kemungkinannya bahwa dolar akan berhenti menjadi mata uang cadangan dunia dalam semalam. Meskipun demikian, ada kemungkinan besar bahwa peran besar dolar dalam perdagangan internasional akan berkurang secara bertahap di tahun-tahun mendatang. Dampak dedolarisasi terhadap pertumbuhan AS juga masih belum pasti. Meskipun dolar yang tertekan secara struktural dapat meningkatkan daya saing AS, hal ini juga dapat secara langsung menurunkan investasi asing dalam perekonomian AS.
(nng)