Ekosistem Tembakau Minta Tak Ada Kenaikan Cukai Tahun Depan
loading...
A
A
A
“Ketika industri rokok turun maka ada dua dampak yang akan dirasakan. Pertama akan terjadi PHK yang dampaknya adanya pengangguran dan kondisi ekonominya pun semakin susah. Kedua tentunya produksi tembakau para petani akan sulit terserap,” pinta Wakil Ketua Umum IV APTI Samukrah
Benar saja, dalam rentang tiga tahun sejak 2019, populasi sejumlah pabrik rokok semakin tergerus dimana dari 4.700 lebih pabrik menjadi hanya 1.000-an di tahun 2021. Dampak yang lebih terasa pada pabrik golongan tier1 sebagai penyumbang 86% cukai yang saat ini hanya tersisa 4 dari sebelumnya 7 pabrik.
Dengan demikian, menurunnya jumlah pabrikan tentu akan berdampak terhadap serapan panen tembakau yang dihasilkan petani. Alhasil, sumber ekonomi keseharian mereka pun akan ikut terganggu.
Samukrah dengan tegas meminta kepada Pemerintah agar tarif cukai rokok tidak dinaikkan setiap tahunnya. Bahkan pihaknya juga sudah mengirimkan surat kepada ketiga bakal Capres sebelumnya agar saat terpilih dapat lebih memperhatikan keberlangsungan industri tembakau ini, termasuk kepada Capres dan Cawapres terpilih saat ini. Namun belum ada tanggapan lebih lanjut dari surat yang dikirimkan tersebut.
“Saat ini kita tidak bisa spesifik menyebut hanya IHT yang akan terdampak kenaikan cukai, namun juga bagi seluruh ekosistem tembakau, yang artinya ketika salah satu pihak di dalamnya dirugikan maka juga akan berdampak terhadap semua yang ada dalam rantai eksosistem tersebut,” jelasnya.
Sama halnya dengan kondisi di pekerja tembakau, lewat momentum Hari Buruh beberapa waktu lalu, Ketua Umum PP FSP RTMM-SPSI, Sudarto AS menegaskan, bahwa keberlangsungan tenaga kerja sangat bergantung terhadap sikap pemerintah yang bertanggung jawab atas kewenangannya. Termasuk mengantisipasi kenaikan cukai di tahun 2025 sesuai realitas, situasi, dan kondisi dalam negeri dan ketenagakerjaan saat ini.
Hingga saat ini, kata dia, terdapat 147 ribu pekerja tembakau yang tergabung di RTMM dan akan terdampak apabila penerapan regulasi semakin ketat mulai dari kebijakan cukai hingga aturan RPP Kesehatan yang akan disahkan.
“Kami memahami bahwa untuk membantu mensejahterakan para pekerja yang adalah anggota kami, kami juga harus paham dengan kondisi industrinya. (Untuk itu) Kami meminta adanya kepedulian pemerintah dalam menjamin berbagi hal-hal baik, bukan hanya memikirkan pemasukan negara tanpa melihat tenaga kerja dan industri yang terdampak, termasuk dari sisi penjualannya juga produksi," ungkapnya.
Benar saja, dalam rentang tiga tahun sejak 2019, populasi sejumlah pabrik rokok semakin tergerus dimana dari 4.700 lebih pabrik menjadi hanya 1.000-an di tahun 2021. Dampak yang lebih terasa pada pabrik golongan tier1 sebagai penyumbang 86% cukai yang saat ini hanya tersisa 4 dari sebelumnya 7 pabrik.
Dengan demikian, menurunnya jumlah pabrikan tentu akan berdampak terhadap serapan panen tembakau yang dihasilkan petani. Alhasil, sumber ekonomi keseharian mereka pun akan ikut terganggu.
Samukrah dengan tegas meminta kepada Pemerintah agar tarif cukai rokok tidak dinaikkan setiap tahunnya. Bahkan pihaknya juga sudah mengirimkan surat kepada ketiga bakal Capres sebelumnya agar saat terpilih dapat lebih memperhatikan keberlangsungan industri tembakau ini, termasuk kepada Capres dan Cawapres terpilih saat ini. Namun belum ada tanggapan lebih lanjut dari surat yang dikirimkan tersebut.
“Saat ini kita tidak bisa spesifik menyebut hanya IHT yang akan terdampak kenaikan cukai, namun juga bagi seluruh ekosistem tembakau, yang artinya ketika salah satu pihak di dalamnya dirugikan maka juga akan berdampak terhadap semua yang ada dalam rantai eksosistem tersebut,” jelasnya.
Sama halnya dengan kondisi di pekerja tembakau, lewat momentum Hari Buruh beberapa waktu lalu, Ketua Umum PP FSP RTMM-SPSI, Sudarto AS menegaskan, bahwa keberlangsungan tenaga kerja sangat bergantung terhadap sikap pemerintah yang bertanggung jawab atas kewenangannya. Termasuk mengantisipasi kenaikan cukai di tahun 2025 sesuai realitas, situasi, dan kondisi dalam negeri dan ketenagakerjaan saat ini.
Hingga saat ini, kata dia, terdapat 147 ribu pekerja tembakau yang tergabung di RTMM dan akan terdampak apabila penerapan regulasi semakin ketat mulai dari kebijakan cukai hingga aturan RPP Kesehatan yang akan disahkan.
“Kami memahami bahwa untuk membantu mensejahterakan para pekerja yang adalah anggota kami, kami juga harus paham dengan kondisi industrinya. (Untuk itu) Kami meminta adanya kepedulian pemerintah dalam menjamin berbagi hal-hal baik, bukan hanya memikirkan pemasukan negara tanpa melihat tenaga kerja dan industri yang terdampak, termasuk dari sisi penjualannya juga produksi," ungkapnya.
(akr)