Perjalanan Proyek GERD Senilai Rp68,5 Triliun, PLTA Terbesar di Afrika
loading...
A
A
A
Dia menyerukan "diakhirinya tindakan sepihak".
Mesir yang mengalami krisis air, melihat bendungan itu sebagai ancaman eksistensial karena sangat bergantung pada Sungai Nil untuk 97% kebutuhan airnya. Sedangkan posisi Sudan yang rapuh dalam perang saudara, telah berfluktuasi dalam beberapa tahun terakhir.
Ethiopia mengatakan GERD, yang berada di barat laut negara itu atau sekitar 30 km (19 mil) dari perbatasan dengan Sudan, tidak akan mengurangi volume air yang mengalir ke hilir.
Sementara itu PBB mengatakan Mesir bisa "kehabisan air pada tahun 2025" dan beberapa bagian Sudan, di mana konflik itu pada dasarnya adalah perang atas akses ke air. Diterangkan juga negara itu bakal semakin rentan terhadap kekeringan sebagai akibat dari perubahan iklim.
Air dari sungai Nil yang bakal dialihkan untuk mengisi reservoir besar di belakang bendungan membuat Mesir dan Sudan cemas. Lantaran itu Mesir sempat meminta Ethiopia untuk membatasi jumlah air yang mengalir untuk pembangunan. Hal itu sesuai perjanjian yang telah disepakati pada 1929 dan 1959.
Namun usulan tersebut ditolak. Berdasarkan perjanjian pada 1929 dan 1959, Mesir diketahui berhak mendapatkan sebanyak 55,5 miliar meter kubik air Nil. Sementara itu, Sudan juga protes kepada Ethiopia sebab aliran air Nil yang mengalir ke hilir menjadi berkurang.
Sementara itu pembangunan Bendungan Grand Ethiopian Renaissance Dam (GERD) sangat penting bagi perekonomian Ethiopia, terlebih setelah krisis kesehatan Covid-19. Kehadiran PLTA terbesar di Afrika itu diharapkan bisa membuka menciptakan lapangan pekerjaan yang signifikan, meningkatkan potensi irigasi pertanian, dan mengurangi banjir.
Bendungan GERD diperkirakan menelan biaya hampir 5 miliar dolar AS, yang belakangan disebut mengalami kesulitan dalam pendanaan internasional. Kondisi ini membuat Ethiopia membiayai GERD dengan crowdsourcing melalui penggalangan dana internal dalam bentuk penjualan obligasi dan membujuk karyawan untuk menyumbangkan sebagian dari pendapatan mereka.
Kontribusi dibuat di situs resmi baru yang dikonfirmasi oleh akun terverifikasi Kantor Perdana Menteri Ethiopia. Kini seperti dilansir Anadolu Agency pada awal tahun 2024, Ethiopia telah menyelesaikan 94% pembangunan Bendungan Grand Ethiopian Renaissance Dam (GERD).
Mesir yang mengalami krisis air, melihat bendungan itu sebagai ancaman eksistensial karena sangat bergantung pada Sungai Nil untuk 97% kebutuhan airnya. Sedangkan posisi Sudan yang rapuh dalam perang saudara, telah berfluktuasi dalam beberapa tahun terakhir.
Ethiopia mengatakan GERD, yang berada di barat laut negara itu atau sekitar 30 km (19 mil) dari perbatasan dengan Sudan, tidak akan mengurangi volume air yang mengalir ke hilir.
Sementara itu PBB mengatakan Mesir bisa "kehabisan air pada tahun 2025" dan beberapa bagian Sudan, di mana konflik itu pada dasarnya adalah perang atas akses ke air. Diterangkan juga negara itu bakal semakin rentan terhadap kekeringan sebagai akibat dari perubahan iklim.
Air dari sungai Nil yang bakal dialihkan untuk mengisi reservoir besar di belakang bendungan membuat Mesir dan Sudan cemas. Lantaran itu Mesir sempat meminta Ethiopia untuk membatasi jumlah air yang mengalir untuk pembangunan. Hal itu sesuai perjanjian yang telah disepakati pada 1929 dan 1959.
Namun usulan tersebut ditolak. Berdasarkan perjanjian pada 1929 dan 1959, Mesir diketahui berhak mendapatkan sebanyak 55,5 miliar meter kubik air Nil. Sementara itu, Sudan juga protes kepada Ethiopia sebab aliran air Nil yang mengalir ke hilir menjadi berkurang.
Penopang Ekonomi Ethiopia
Sementara itu pembangunan Bendungan Grand Ethiopian Renaissance Dam (GERD) sangat penting bagi perekonomian Ethiopia, terlebih setelah krisis kesehatan Covid-19. Kehadiran PLTA terbesar di Afrika itu diharapkan bisa membuka menciptakan lapangan pekerjaan yang signifikan, meningkatkan potensi irigasi pertanian, dan mengurangi banjir.
Bendungan GERD diperkirakan menelan biaya hampir 5 miliar dolar AS, yang belakangan disebut mengalami kesulitan dalam pendanaan internasional. Kondisi ini membuat Ethiopia membiayai GERD dengan crowdsourcing melalui penggalangan dana internal dalam bentuk penjualan obligasi dan membujuk karyawan untuk menyumbangkan sebagian dari pendapatan mereka.
Kontribusi dibuat di situs resmi baru yang dikonfirmasi oleh akun terverifikasi Kantor Perdana Menteri Ethiopia. Kini seperti dilansir Anadolu Agency pada awal tahun 2024, Ethiopia telah menyelesaikan 94% pembangunan Bendungan Grand Ethiopian Renaissance Dam (GERD).
(akr)