Terkendala Banyak Faktor, Standardisasi IPL Sulit Dilakukan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Usulan penyeragaman atau standardisasi Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL) di lingkungan rumah susun maupun apartemen sepertinya sulit dilakukan. Pasalnya, masing-masing komplek rumah susun atau apartemen memiliki karakter yang berbeda-beda. Mulai dari jumlah unit yang berbeda, luas kawasan yang berbeda, hingga ketersediaan fasilitas yang berbeda.
Isu mengenai perlunya ada standarisasi IPL ini muncul dari banyaknya laporan kepada Ombudsman Republik Indonesia (ORI) pada 2019 lalu. Dari 46 laporan yang masuk di 2019, aduan paling banyak adalah mengenai IPL. Lalu ada juga mengenai pembentukan Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS) yang masih belum terlaksana hingga Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB). (Baca: Kasus Virus Corona Global 23 Juta)
Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) REI DKI Jakarta Arvin Iskandar mengatakan, dengan berbeda-bedanya karakter setiap apartemen atau rusun akan sulit untuk menetapkan standarisasi IPL. Apalagi dalam Undang-Undang (UU) No 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, tidak ada aturan khusus mengenai standarisasi biaya pengelolaan.
“Tidak perlu (standarisasi IPL), tapi kebijakan dan aturan perlu ada dari pemerintah. Selanjutnya serahkan ke PPPSRS,” kata Arvin di Jakarta, kemarin. (Baca juga: DPR Pertnayakan Standar Ganda BPOM Terhadap Obat Unair)
Ia mencontohkan biaya listrik yang menjadi salah satu komponen dalam IPL. Untuk menghindari keluhan mengenai tagihan listrik, sebaiknya setiap unit dipasangi meteran dengan sistem token sehingga penghuni bisa mengontrol dan bertanggung jawab terhadap penggunaan listrik di unit masing-masing. “Tapi yang untuk penerangan fasilitas umum atau fasilitas bersama harus ditanggung secara bersama oleh seluruh penghuni,” ujar Arvin.
Seperti diketahui, praktik yang terjadi saat ini, dalam menyalurkan listrik, PLN menjual secara gelondongan kepada pengelola apartemen. Kemudian pengelola mendistribusikan dan menagih pembayaran listrik kepada penghuni atas penggunaan listrik yang mereka pakai.
Senior Associate Director Real Estate Management Services Colliers Andy Harsanto mengatakan, permasalahan IPL memang kerap muncul dalam tata kelola rusun atau apartemen, terutama yang berada di segmen kelas menengah dan menengah ke bawah. Namun menurut Andy besaran atau tarif IPL biasanya sudah ditentukan berdasarkan kesepakatan bersama, sehingga seharusnya tidak lagi menjadi perdebatan. Sebab besaran IPL yang tidak sesuai, akan membawa dampak terhadap perawatan gedung. (Sudarsono)
Isu mengenai perlunya ada standarisasi IPL ini muncul dari banyaknya laporan kepada Ombudsman Republik Indonesia (ORI) pada 2019 lalu. Dari 46 laporan yang masuk di 2019, aduan paling banyak adalah mengenai IPL. Lalu ada juga mengenai pembentukan Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS) yang masih belum terlaksana hingga Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB). (Baca: Kasus Virus Corona Global 23 Juta)
Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) REI DKI Jakarta Arvin Iskandar mengatakan, dengan berbeda-bedanya karakter setiap apartemen atau rusun akan sulit untuk menetapkan standarisasi IPL. Apalagi dalam Undang-Undang (UU) No 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, tidak ada aturan khusus mengenai standarisasi biaya pengelolaan.
“Tidak perlu (standarisasi IPL), tapi kebijakan dan aturan perlu ada dari pemerintah. Selanjutnya serahkan ke PPPSRS,” kata Arvin di Jakarta, kemarin. (Baca juga: DPR Pertnayakan Standar Ganda BPOM Terhadap Obat Unair)
Ia mencontohkan biaya listrik yang menjadi salah satu komponen dalam IPL. Untuk menghindari keluhan mengenai tagihan listrik, sebaiknya setiap unit dipasangi meteran dengan sistem token sehingga penghuni bisa mengontrol dan bertanggung jawab terhadap penggunaan listrik di unit masing-masing. “Tapi yang untuk penerangan fasilitas umum atau fasilitas bersama harus ditanggung secara bersama oleh seluruh penghuni,” ujar Arvin.
Seperti diketahui, praktik yang terjadi saat ini, dalam menyalurkan listrik, PLN menjual secara gelondongan kepada pengelola apartemen. Kemudian pengelola mendistribusikan dan menagih pembayaran listrik kepada penghuni atas penggunaan listrik yang mereka pakai.
Senior Associate Director Real Estate Management Services Colliers Andy Harsanto mengatakan, permasalahan IPL memang kerap muncul dalam tata kelola rusun atau apartemen, terutama yang berada di segmen kelas menengah dan menengah ke bawah. Namun menurut Andy besaran atau tarif IPL biasanya sudah ditentukan berdasarkan kesepakatan bersama, sehingga seharusnya tidak lagi menjadi perdebatan. Sebab besaran IPL yang tidak sesuai, akan membawa dampak terhadap perawatan gedung. (Sudarsono)
(ysw)