Pembelian BBM Subsidi Mulai Dibatasi Bulan Depan, Selanjutnya LPG?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menilai pembelian liquefied petroleum gas atau LPG bersubsdi perlu dibatasi oleh pemerintah. Pengetatan ini agar penyalurannya bisa tepat sasaran.
Alasannya, impor LPG masih sangat tinggi saat ini, namun masih digunakan masyarakat dengan ekonomi menegah ke atas alias orang kaya. “Tidak hanya buat BBM, tapi kita berharap juga buat gas, karena LPG importnya tinggi sekali sekarang,” ujar Erick saat ditemui di kawasan Kota Tua Jakarta, Rabu (10/7/2024).
Pemerintah diketahui berencana membatasi pembelian bahan bakar minyak atau BBM bersubsidi mulai 17 Agustus 2024 mendatang. Bahan bakar disubsidi yang ditetapkan otoritas adalah Solar dan Pertalite.
Erick mengatakan, rencana pembatasan pembelian BBM subsidi masih menunggu Peraturan Presiden (Perpres) 191 hasil revisi. Dia memastikan, BUMN di sektor minyak dan gas bumi (migas) mendukung kebijakan baru tersebut.
Selain pembatasan BBM subsidi, pemerintah tengah mendorong pengembangan bioetanol sebagai bahan bakar pengganti BBM yang berbasis fosil. Hal ini sudah diatur melalui Perpres Nomor 40 Tahun 2023.
Beleid itu mengatur mengenai upaya pemerintah untuk melakukan percepatan swasembada gula nasional dan penyediaan bioetanol sebagai bahan bakar nabati (biofuel). Langkah tersebut untuk mewujudkan swasembada gula nasional, menjamin ketersediaan bahan baku dan bahan penolong industri, mendorong perbaikan kesejahteraan petani tebu, serta meningkatkan ketahanan energi dan pelaksanaan energi bersih.
Adapun, percepatan swasembada gula nasional dan penyediaan bioetanol sebagai bahan bakar nabati dilakukan oleh Kementerian dan Lembaga (K/L), pemerintah daerah, BUMN, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan badan usaha swasta sesuai dengan bidang tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing.
“Dan ini yang kita harus benahi, jangan sampai subsidi salah sasaran. Dan kita juga mendorong Perpres 40 kalau tidak salah, mengenai bioetanol, supaya nature based ini bisa menjadi solusi,” paparnya.
“Apakah Perpres 191, 40, dan lain-lain, supaya tadi kita bisa lebih efisien, tepat sasaran, dan sisa-sisa dana ini bisa digunakan untuk program lain yang bisa membantu juga pengembangan manusianya kita,” lanjut Erick
Alasannya, impor LPG masih sangat tinggi saat ini, namun masih digunakan masyarakat dengan ekonomi menegah ke atas alias orang kaya. “Tidak hanya buat BBM, tapi kita berharap juga buat gas, karena LPG importnya tinggi sekali sekarang,” ujar Erick saat ditemui di kawasan Kota Tua Jakarta, Rabu (10/7/2024).
Pemerintah diketahui berencana membatasi pembelian bahan bakar minyak atau BBM bersubsidi mulai 17 Agustus 2024 mendatang. Bahan bakar disubsidi yang ditetapkan otoritas adalah Solar dan Pertalite.
Erick mengatakan, rencana pembatasan pembelian BBM subsidi masih menunggu Peraturan Presiden (Perpres) 191 hasil revisi. Dia memastikan, BUMN di sektor minyak dan gas bumi (migas) mendukung kebijakan baru tersebut.
Selain pembatasan BBM subsidi, pemerintah tengah mendorong pengembangan bioetanol sebagai bahan bakar pengganti BBM yang berbasis fosil. Hal ini sudah diatur melalui Perpres Nomor 40 Tahun 2023.
Beleid itu mengatur mengenai upaya pemerintah untuk melakukan percepatan swasembada gula nasional dan penyediaan bioetanol sebagai bahan bakar nabati (biofuel). Langkah tersebut untuk mewujudkan swasembada gula nasional, menjamin ketersediaan bahan baku dan bahan penolong industri, mendorong perbaikan kesejahteraan petani tebu, serta meningkatkan ketahanan energi dan pelaksanaan energi bersih.
Adapun, percepatan swasembada gula nasional dan penyediaan bioetanol sebagai bahan bakar nabati dilakukan oleh Kementerian dan Lembaga (K/L), pemerintah daerah, BUMN, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan badan usaha swasta sesuai dengan bidang tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing.
“Dan ini yang kita harus benahi, jangan sampai subsidi salah sasaran. Dan kita juga mendorong Perpres 40 kalau tidak salah, mengenai bioetanol, supaya nature based ini bisa menjadi solusi,” paparnya.
“Apakah Perpres 191, 40, dan lain-lain, supaya tadi kita bisa lebih efisien, tepat sasaran, dan sisa-sisa dana ini bisa digunakan untuk program lain yang bisa membantu juga pengembangan manusianya kita,” lanjut Erick
(akr)