Getol Bangun Infrastruktur, Tetangga Indonesia Ini Terbelit Utang China

Kamis, 18 Juli 2024 - 17:33 WIB
loading...
Getol Bangun Infrastruktur,...
Laos terbelit utang luar negeri hingga ratusan triliun yang menyebabkan perekonomiannya tertekan. FOTO/Ilustrasi/Reuters
A A A
JAKARTA - Bertekad mempercepat pembangunan dengan menggelar program infrastruktur ambisius yang didanai dari utang, Negara tetangga Indonesia,Laos, kini menghadapi masalah ekonomi serius. Salah satu negara anggota ASEAN itu kini menghadapi krisis utang dan inflasi.

Negara berkembang di Asia Tenggara ini diketahui meminjam banyak uang, terutama dari China melalui Inisiatif Sabuk dan Jalan (Belt and RoadInitiative/BRI) untuk mendanai program infrastrukturnya yang ambisius. Bertujuan menjadi "baterai" di kawasan Asia Tenggara, Laos membangun sekitar 80 bendungan pembangkit listrik tenaga air di Sungai Mekong dan anak-anak sungainya. Namun, pendapatan dari infrastruktur tersebut belum mengalir, sementara kewajiban pembayaran utang terus meningkat.

Mengutip abc.net.au, total utang domestik dan internasional Laos yang dijamin pemerintah mencapai USD13,8 miliar, sekitar Rp220,8 triliun pada kurs Rp16.000/USD, atau 108% dari produk domestik bruto (PDB) negara tersebut, tahun lalu. Sekitar setengah dari USD10,5 miliar yang terutang ke negara lain adalah utang ke China - meski rincian pinjaman tersebut masih belum jelas.

Awalnya, kondisi ekonomi bekas protektorat Prancis yang telah menjadi republik sosialis sejak Partai Revolusioner Rakyat Laos berkuasa pada akhir Perang Vietnam tahun 1975 itu cukup baik. Dengan penduduk berjumlah sekitar 8 juta orang, yang sebagian besar bekerja di bidang pertanian, perekonomian Laos terus mengalami pertumbuhan yang solid sepanjang tahun 2010-an, dengan uang pinjaman mengalir masuk untuk mendanai program infrastruktur.



Namun, keadaan memburuk selama pandemi, di mana mata uang negara itu, yang dikenal sebagai kip, terdepresiasi drastis, yang pada gilirannya memicu inflasi yang merajalela. Menurut Bank Dunia, inflasi utama Laos mencapai rata-rata 31% selama tahun 2023.

"Faktor utama dalam jatuhnya nilai mata uang kip adalah kurangnya mata uang asing yang tersedia di negara tersebut, akibat dari kebutuhan untuk membayar utang luar negeri yang besar, meskipun ada beberapa penangguhan, dan terbatasnya arus masuk modal," ungkap Bank Dunia dalam sebuah laporan tahun lalu.

Akar masalah yang dihadapi negara itu, menurut dosen senior tambahan dalam studi pembangunan di Universitas James Cook, Kearrin Sims, karena Laos telah berutang dalam jumlah besar, namun tidak berkelanjutan. Sementara infrastruktur baru tersebut mencakup proyek transportasi seperti jalan raya dan jalur kereta api patungan dengan China, menurutnya proyek pembangkit listrik tenaga air merupakan kontributor terbesar terhadap masalah utang negara.

Ia menambahkan bahwa masalah tersebut diperparah oleh melambatnya pertumbuhan ekonomi selama pandemi. "Namun, jika Anda melihat tren jangka panjang terkait utang Laos, jelas bahwa ini adalah masalah yang sudah dimulai jauh sebelum pandemi," katanya, seperti dilansir abc.net.au, Kamis (18/7/2024).

Menurut dia, upaya untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang pesat melalui proyek infrastruktur berskala besar merupakan pendekatan yang keliru. "Infrastruktur berskala besar dapat memberikan kontribusi penting bagi pembangunan, tapi juga kerap memerlukan pinjaman dalam jumlah besar untuk membiayainya," katanya.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1187 seconds (0.1#10.140)