Defisit Anggaran Berpotensi Melebar Hingga Rp300 Triliun

Selasa, 30 Juli 2019 - 18:58 WIB
Defisit Anggaran Berpotensi Melebar Hingga Rp300 Triliun
Defisit Anggaran Berpotensi Melebar Hingga Rp300 Triliun
A A A
JAKARTA - Tren kenaikan belanja negara tidak bisa diimbangi oleh pertumbuhan penerimaan negara, hingga diprediksi oleh Center of Reform on Economics (CORE) bakal membuat defisit anggaran semakin melebar. Secara keseluruhan, defisit anggaran berpotensi membengkak hingga Rp300 triliun, dengan asumsi realisasi belanja pada kisaran Rp2.300-Rp2.800 triliun, maka defisit anggaran terhadap Produk Domestik Bruto(PDB) akan berada di kisaran 2,0-2,1% terhadap PDB.

Angka ini lebih tinggi dibandingkan target defisit terhadap PDB dalam APBN 2019 yang dipatok 1,8%. Melebarnya defisit anggaran tentu akan berdampak pada gencarnya pemerintah dalam menerbitkan surat utang, dimana sampai bulan ini pemerintah telah menerima penawaran surat utang hingga Rp531 triliun, tumbuh 17% dari penawaran tahun lalu yang mencapai Rp453 triliun.

Hal ini juga terang dia berdampak pada bertambahnya minat asing pada surat asing Indonesia, dengan meningkatnya kepemilikan asing pada surat utang Indonesia mencapai 39%. "Ini bisa membuat surat utang Indonesia rentan pada sudden capital outflow, yang berujung pada pelemahan nilai tukar rupiah. Ini yang harus kita waspadai," ujar peneliti CORE Indonesia Yusuf Rendy Manilet di Jakarta, Selasa (30/7/2019).

Belanja pemerintah pada semester I 2019 hingga sepanjang tahun diyakini tumbuh di kisaran 5%-6%. Pertumbuhan ini ditopang lebih tingginya realisasi pertumbuhan belanja pegawai dan belanja barang. CORE Indonesia mencatat, bahwa pertumbuhan realisasi belanja pegawai mencapai angka 14%, atau lebih tinggi dari tahun lalu yang mencapai 11%.

Sementara realisasi belanja barang sampai dengan Januari-Juli 2019 mencapai 17% lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada periode yang sama tahun lalu yang hanya tumbuh 10%.

"Sayangnya realisasi belanja modal di semester I 2019 masih mengalami kontraksi pertumbuhan hingga -6% dari Rp45 triliun pada semester I 2018 menjadi Rp34 triliun pada semester pertama 2019. Begitu pula, dibandingkan dengan target, pencapaiannya 18% lebih rendah dibandingkan capaian realisasi belanja modal pada semester I 2018 yang mencapai 20%," jelasnya

Di sisi lain terang dia, penerimaan negara hanya tumbuh 8% lebih rendah dibandingkan pertumbuhan tahun lalu yang mencapai 16%. Rendahnya pertumbuhan penerimaan negara tidak terlepas dari rendahnya kinerja realisasi perpajakan yang menyumbang 80% dari total penerimaan negara.

"Sektor yang menyumbang 30% dari total setoran pajak sampai dengan Juni 2019 mengalami kontraksi pertumbuhan -2,6% padahal tahun lalu pertumbuhan pajak dari sektor manufaktur dapat tumbuh hingga 13%," ungkapnya.

Yusuf menambahkan, bahwa melambatnya setoran pajak dari sektor manufaktur tidak terlepas dari kinerja industri manufaktur yang sampai dengan kuartal I/2019 tumbuh 3,91% lebih rendah dibandingkan pertumbuhan kuartal I/2018 yang mencapai 4,96%. Dengan pola tersebut, CORE memprediksi penerimaan perpajakan sampai dengan akhir tahun akan berada di kisaran Rp1.620-Rp1.634 triliun atau sekitar 92% dari target APBN yang mencapai Rp1.786 triliun.

Sementara itu, realisasi pertumbuhan penerimaan non-pajak sampai dengan Juni 2019 mencapai 18%, sedikit menyusut dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu sebesar 19%. Rendahnya penerimaan non-pajak tidak terlepas dari rendahnya harga minyak.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.6860 seconds (0.1#10.140)