Kepercayaan Meningkat Sayap Maskapai Kembali Mengepak
loading...
A
A
A
JAKARTA - Industri penerbangan di Tanah Air mulai beranjak pulih. Hal ini didorong oleh peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap moda transportasi udara di tengah pendemi Covid-19.
Pergerakan penumpang dan pesawat mulai menunjukkan secercah harapan pada periode Juni, Juli, hingga Agustus 2020 ini. Tidak dapat dipungkiri, industri penerbangan nasional sempat terpuruk dengan ada pandemi Covid-19. Pada periode April hingga Mei 2020 mencapai titik terendah karena diberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Saat ini pelaku industri penerbangan di Tanah Air akhirnya bisa bernafas lega. Hal tersebut seperti diungkapkan Ketua Umum Indonesia National Air Carriers Association (INACA) Denon B Prawiraatmadja. Menurutnya, saat ini pergerakan penumpang maupun pesawat sudah mulai membaik. Pergerakan tersebut dimulai sejak Juni hingga Agustus 2020.
“Di Soekarno-Hatta, jumlah traffic atau pergerakan pesawatnya sudah menembus angka target psikologis kami di 500 pergerakan per hari. Artinya, masyarakat sudah percaya diri lagi untuk terbang karena mendapatkan informasi yang benar terkait standar kesehatan dan keselamatan penerbangan,” kata Denon dalam acara Market Review IDX Channel di Jakarta kemarin. (Baca: Industri Penerbangan Diprediksi Baru Pulih Akhir 2022)
Denon mengakui pertumbuhan ini tidak terlepas dari upaya pemerintah bersama seluruh ekosistem di industri penerbangan dalam membuat suatu aturan yang bisa mengembalikan kegiatan produktivitas melalui satu aturan yang dikenal protokol kesehatan baru di dalam bandara maupun di dalam pesawat.
PT Angkasa Pura II (Persero) sebagai pengelola Bandara Internasional Soekarno-Hatta menyatakan pada Kamis (20/8) pekan lalu frekuensi penerbangan di Soekarno-Hatta kembali mencatat angka tertinggi sejak masa pandemi Covid-19, yakni mencapai 530 penerbangan. Penerbangan di Bandara Soekarno-Hatta perlahan kembali pulih di masa adaptasi kebiasaan baru, di mana optimalisasi slot time penerbangan telah mencapai 40%-45%.
Memang tidak bisa dipungkiri cukup tingginya frekuensi penerbangan ini menyusul libur panjang 20-23 Agustus 2020. Pola ini seperti kondisi normal, yakni frekuensi penerbangan pada libur panjang lebih tinggi dibandingkan hari biasa. Namun, hal ini juga didukung tingkat pemahaman traveller terhadap protokol kesehatan yang cukup tinggi sehingga membuat aktivitas di bandara berjalan lancar dan operasional penerbangan tidak terganggu.
Direktur Utama PT Angkasa Pura II Muhammad Awaluddin menjelaskan, transportasi udara memiliki tiga kelebihan dibanding dengan moda transportasi lain. Pertama, fleksibilitas, ditandai dengan besarnya jumlah pergerakan misalnya jika ada permintaan (demand) yang cukup besar, maka maskapai pasti akan membuka rute atau meningkatkan frekuensi penerbangan. (Baca juga: Biar Enggak Resesi, Sri Mulyani Kebut Belanja Pemerintah)
“Kedua, penerbangan juga memiliki kapasitas yang ditandai dengan kemampuan dan daya angkut yang cukup besar dan dapat dimobilisasi secara cepat. Ketiga, konektivitas, di mana moda transportasi udara adalah moda transportasi yang paling cepat dan efisien untuk membuka akses ke dan dari suatu daerah, apalagi Indonesia yang merupakan negara kepulauan,” jelas Awaluddin.
Bersama stakeholder, PT Angkasa Pura II siap menjalankan tiga strategi untuk menggairahkan industri penerbangan di Tanah Air. Ketiganya yakni meningkatkan utilisasi slot penerbangan, pengaktifan kembali rute-rute yang sempat ditutup karena pandemi, dan peningkatan frekuensi penerbangan di rute yang telah aktif. Di saat bersamaan, perseroan juga menjalankan Safe Travel Campaign guna memberi keyakinan kepada masyarakat.
Terus tumbuhnya traffic penumpang sejak Mei hingga pertengahan Agustus juga turut dirasakan operator bandara di Indonesia bagian timur, yakni PT Angkasa Pura I (Persero). Menurut Direktur Utama PT Angkasa Pura I Faik Fahmi, hal ini semakin menumbuhkan optimisme kebangkitan industri aviasi. “Angkasa Pura I juga konsisten menerapkan protokol kesehatan pencegahan penyebaran Covid-19 yang ketat sehingga diharapkan masyarakat tidak perlu khawatir untuk melakukan perjalanan udara,” ucap Faik Fahmi. (Baca juga: Zulhas Sebut Gaya Kepemimpinan Amien Rais Ibarat Pesawat)
Selain konsistensi menerapkan protokol kesehatan di bandara, lanjut Faik Fahmi, Angkasa Pura I juga melakukan upaya lain untuk memudahkan dan menambah kenyamanan masyarakat melakukan perjalanan udara seperti penyediaan fasilitas rapid test di 11 bandara dan penambahan jam operasional bandara.
“Melalui berbagai upaya tersebut dan rencana penghapusan surat keterangan hasil rapid test nonreaktif sebagai syarat melakukan perjalanan, kami berharap dan optimistis traffic penumpang pesawat akan terus meningkat sehingga industri penerbangan lekas kembali pulih,” ucap Faik Fahmi.
Pengamat industri penerbangan , Alvin Lie menyebut rapid test tidak perlu untuk jadi syarat terbang. Agar penumpang aman, cukup protokol kesehatan ditegakkan di pesawat. Menurutnya, sudah saatnya pemerintah meninjau kembali tentang syarat sertifikat rapid test-swab test sebagai syarat untuk terbang karena syarat tersebut tidak diperlukan di negara lain.
“Sudah saatnya segera meninjau kembali apakah masih diperlukan syarat sertifikat rapid test-swab test untuk terbang. Di negara-negara lain itu tidak diberlakukan syarat demikian untuk penerbangan dalam negeri. Syarat tersebut hanya untuk penerbangan internasional. Alangkah baiknya kita juga melakukan,” kata Alvin.
Dengan melihat sejumlah strategi stakeholder tersebut, INACA optimistis jumlah penumpang pesawat bisa meningkat di semester II/2020. Asosiasi usaha penerbangan nasional tersebut bahkan menargetkan pertumbuhan sebesar 20 juta penumpang pada semester kedua tahun ini. (Lihat videonya: Pelaku Ganjal ATM Babak Belur Dihakimi Massa di Banten)
“Harapan kami di semester kedua jumlah penumpang pesawat bisa sampai 20 juta lagi dengan melakukan safe campaign. Karena dengan meningkatnya jumlah penumpang pesawat, maka industri pariwisata dan masyarakat yang hidup dari sektor tersebut bisa terbantu,” kata Ketua Umum INACA Denon. (Aditya Pratama/Heru Febrianto)
Pergerakan penumpang dan pesawat mulai menunjukkan secercah harapan pada periode Juni, Juli, hingga Agustus 2020 ini. Tidak dapat dipungkiri, industri penerbangan nasional sempat terpuruk dengan ada pandemi Covid-19. Pada periode April hingga Mei 2020 mencapai titik terendah karena diberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Saat ini pelaku industri penerbangan di Tanah Air akhirnya bisa bernafas lega. Hal tersebut seperti diungkapkan Ketua Umum Indonesia National Air Carriers Association (INACA) Denon B Prawiraatmadja. Menurutnya, saat ini pergerakan penumpang maupun pesawat sudah mulai membaik. Pergerakan tersebut dimulai sejak Juni hingga Agustus 2020.
“Di Soekarno-Hatta, jumlah traffic atau pergerakan pesawatnya sudah menembus angka target psikologis kami di 500 pergerakan per hari. Artinya, masyarakat sudah percaya diri lagi untuk terbang karena mendapatkan informasi yang benar terkait standar kesehatan dan keselamatan penerbangan,” kata Denon dalam acara Market Review IDX Channel di Jakarta kemarin. (Baca: Industri Penerbangan Diprediksi Baru Pulih Akhir 2022)
Denon mengakui pertumbuhan ini tidak terlepas dari upaya pemerintah bersama seluruh ekosistem di industri penerbangan dalam membuat suatu aturan yang bisa mengembalikan kegiatan produktivitas melalui satu aturan yang dikenal protokol kesehatan baru di dalam bandara maupun di dalam pesawat.
PT Angkasa Pura II (Persero) sebagai pengelola Bandara Internasional Soekarno-Hatta menyatakan pada Kamis (20/8) pekan lalu frekuensi penerbangan di Soekarno-Hatta kembali mencatat angka tertinggi sejak masa pandemi Covid-19, yakni mencapai 530 penerbangan. Penerbangan di Bandara Soekarno-Hatta perlahan kembali pulih di masa adaptasi kebiasaan baru, di mana optimalisasi slot time penerbangan telah mencapai 40%-45%.
Memang tidak bisa dipungkiri cukup tingginya frekuensi penerbangan ini menyusul libur panjang 20-23 Agustus 2020. Pola ini seperti kondisi normal, yakni frekuensi penerbangan pada libur panjang lebih tinggi dibandingkan hari biasa. Namun, hal ini juga didukung tingkat pemahaman traveller terhadap protokol kesehatan yang cukup tinggi sehingga membuat aktivitas di bandara berjalan lancar dan operasional penerbangan tidak terganggu.
Direktur Utama PT Angkasa Pura II Muhammad Awaluddin menjelaskan, transportasi udara memiliki tiga kelebihan dibanding dengan moda transportasi lain. Pertama, fleksibilitas, ditandai dengan besarnya jumlah pergerakan misalnya jika ada permintaan (demand) yang cukup besar, maka maskapai pasti akan membuka rute atau meningkatkan frekuensi penerbangan. (Baca juga: Biar Enggak Resesi, Sri Mulyani Kebut Belanja Pemerintah)
“Kedua, penerbangan juga memiliki kapasitas yang ditandai dengan kemampuan dan daya angkut yang cukup besar dan dapat dimobilisasi secara cepat. Ketiga, konektivitas, di mana moda transportasi udara adalah moda transportasi yang paling cepat dan efisien untuk membuka akses ke dan dari suatu daerah, apalagi Indonesia yang merupakan negara kepulauan,” jelas Awaluddin.
Bersama stakeholder, PT Angkasa Pura II siap menjalankan tiga strategi untuk menggairahkan industri penerbangan di Tanah Air. Ketiganya yakni meningkatkan utilisasi slot penerbangan, pengaktifan kembali rute-rute yang sempat ditutup karena pandemi, dan peningkatan frekuensi penerbangan di rute yang telah aktif. Di saat bersamaan, perseroan juga menjalankan Safe Travel Campaign guna memberi keyakinan kepada masyarakat.
Terus tumbuhnya traffic penumpang sejak Mei hingga pertengahan Agustus juga turut dirasakan operator bandara di Indonesia bagian timur, yakni PT Angkasa Pura I (Persero). Menurut Direktur Utama PT Angkasa Pura I Faik Fahmi, hal ini semakin menumbuhkan optimisme kebangkitan industri aviasi. “Angkasa Pura I juga konsisten menerapkan protokol kesehatan pencegahan penyebaran Covid-19 yang ketat sehingga diharapkan masyarakat tidak perlu khawatir untuk melakukan perjalanan udara,” ucap Faik Fahmi. (Baca juga: Zulhas Sebut Gaya Kepemimpinan Amien Rais Ibarat Pesawat)
Selain konsistensi menerapkan protokol kesehatan di bandara, lanjut Faik Fahmi, Angkasa Pura I juga melakukan upaya lain untuk memudahkan dan menambah kenyamanan masyarakat melakukan perjalanan udara seperti penyediaan fasilitas rapid test di 11 bandara dan penambahan jam operasional bandara.
“Melalui berbagai upaya tersebut dan rencana penghapusan surat keterangan hasil rapid test nonreaktif sebagai syarat melakukan perjalanan, kami berharap dan optimistis traffic penumpang pesawat akan terus meningkat sehingga industri penerbangan lekas kembali pulih,” ucap Faik Fahmi.
Pengamat industri penerbangan , Alvin Lie menyebut rapid test tidak perlu untuk jadi syarat terbang. Agar penumpang aman, cukup protokol kesehatan ditegakkan di pesawat. Menurutnya, sudah saatnya pemerintah meninjau kembali tentang syarat sertifikat rapid test-swab test sebagai syarat untuk terbang karena syarat tersebut tidak diperlukan di negara lain.
“Sudah saatnya segera meninjau kembali apakah masih diperlukan syarat sertifikat rapid test-swab test untuk terbang. Di negara-negara lain itu tidak diberlakukan syarat demikian untuk penerbangan dalam negeri. Syarat tersebut hanya untuk penerbangan internasional. Alangkah baiknya kita juga melakukan,” kata Alvin.
Dengan melihat sejumlah strategi stakeholder tersebut, INACA optimistis jumlah penumpang pesawat bisa meningkat di semester II/2020. Asosiasi usaha penerbangan nasional tersebut bahkan menargetkan pertumbuhan sebesar 20 juta penumpang pada semester kedua tahun ini. (Lihat videonya: Pelaku Ganjal ATM Babak Belur Dihakimi Massa di Banten)
“Harapan kami di semester kedua jumlah penumpang pesawat bisa sampai 20 juta lagi dengan melakukan safe campaign. Karena dengan meningkatnya jumlah penumpang pesawat, maka industri pariwisata dan masyarakat yang hidup dari sektor tersebut bisa terbantu,” kata Ketua Umum INACA Denon. (Aditya Pratama/Heru Febrianto)
(ysw)