AS Paksa Gencatan Senjata di Gaza, Harga Minyak Dunia Ambrol

Selasa, 20 Agustus 2024 - 21:36 WIB
loading...
AS Paksa Gencatan Senjata...
Harga minyak turun mendekati level terendah tahun ini pada Selasa (20/8). FOTO/iStock
A A A
JAKARTA - Harga minyak turun mendekati level terendahnya tahun ini pada Selasa (20/8) menyusul meningkatnya harapan gencatan senjata perang Israel-Hamas.

Harga minyak mentah Brent turun tipis 1,03% menjadi USD76,8 per barel pagi ini turun 4,39% sepekan dan 6,37% secara bulanan. Harga tersebut mendekati titik terendah tahun ini di USD75,90 per barel yang terlihat pada tanggal 2 Januari.

Baca Juga: AS Ancam Israel, Blinken: Ini Kesempatan Terakhir untuk Genjata Senjata

Harga minyak mentah turun 1,05% menjadi USD72,8 per barel. Ini merupakan penurunan sebesar 6,56% pada minggu ini dan 6,62% bulan ini. Di sisi lain, harga gas alam berkinerja lebih baik, naik 3,84% minggu ini dan diperdagangkan pada USD2,2 per MMBTU demikian juga harga gas TTF juga meningkat, naik 0,94% hari ini.

Harapan gencatan senjata terkait perang Israel-Hamas telah meningkat, setelah Israel baru-baru ini menerima proposal penghubung yang diusulkan oleh AS. Namun, Hamas belum melakukan hal yang sama. Ada beberapa poin perbedaan yang harus diselesaikan. Ini termasuk kebebasan bergerak bagi warga Palestina, serta kehadiran militer Israel di Gaza.

Sebelum pembicaraan dengan Presiden Israel, Isaac Herzog, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menyoroti pentingnya kedua belah pihak untuk menyetujui gencatan senjata. Melansir Euronews, ada tekanan yang meningkat bagi kedua belah pihak untuk mencapai kesepakatan yang diisyaratkan oleh Blinken selama pembicaraan dengan Israel sebagai prioritas utama.

Baca Juga: Harga Minyak Mendidih Usai Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh Terbunuh di Iran

Tidak hanya itu, perusahaan-perusahaan energi berada di bawah tekanan karena harga minyak jatuh. Pelemahan harga minyak juga membebani saham-saham perusahaan energi yang semakin diperburuk oleh permintaan China yang masih lemah. Hal ini terutama disebabkan oleh ekonomi China yang mengalami pertumbuhan yang lebih lemah dengan tingkat pengangguran yang lebih tinggi dan pernurunan produksi industri
(nng)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1084 seconds (0.1#10.140)