Nggak Malu Apa Ya? Ngaku Orang Kaya Kok Ngisinya Bensin Premium

Rabu, 26 Agustus 2020 - 12:37 WIB
loading...
Nggak Malu Apa Ya? Ngaku...
Pertamina ajak orang kaya menggunakan BBM ramah lingkungan. Foto/Dok/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Pertamina terus mendorong agar kelompok masyarakat mampu, seperti para pemilik mobil pribadi, tidak mengonsumsi premiun atau BBM bersubsidi . Langkah paling baru, Pertamina bersama pemerintah Provinsi Aceh menerapkan kebijakan pemasangan stiker himbauan agar orang kaya tidak menggunakan bensin premium.

Kepala Dinas ESDM Provinsi Aceh, Mahdinur menyampaikan, program pemasangan stiker BBM subsidi tersebut bertujuan memberikan kesadaran kepada masyarakat pemilik mobil mewah agar tidak mengisi bahan bakar premium atau solar subsidi. Ia pun menegaskan, apa nggak malu orang kaya punya mobil mewah tapi belinya BBM subsidi. "Yang kita harapkan adanya budaya malu bagi mereka-mereka yang tidak pantas menggunakan BBM subsidi," Mahdinur, Rabu (26/8/2020).



Mahdinur menyatakan, setiap tahun pemerintah pusat membagi kuota BBM subsidi untuk semua provinsi. Untuk tahun 2020, Aceh mendapat jatah solar subsidi sebanyak 358.187 kiloliter, sedangkan premium 190 685 KL.
Nah, hingga pertengahan Agustus, hampir 50 persen kuota BBM subsidi itu sudah terpakai. Jika tidak ada kebijakan seperti pembatasan konsumsi, dan menggunakan sticker khusus, bisa-bisa saat kuota habis. "Orang yang berhak justru tidak kebagian," tandas dia.

Selain ada keterbatasan kuota BBM subsidi, pemasangan stiker itu juga untuk mengatasi terjadinya antrean panjang di SPBU akibatnya banyaknya kendaraan yang ingin mengisi BBM subsidi. Saat terjadi antrean, ada banyak pihak yang menerima dampaknya. Seperti pemilik usaha yang berada di samping SPBU, di mana usaha mereka terganggu oleh antrean kendaraan yang ingin mengisi BBM subsidi.

Termasuk terhalangi orang yang ingin mengisi Pertamax karena untuk jalur masuk SPBU sudah ditutup antrean mobil. Bahkan, saat terjadi antrean badan jalan menjadi sempit dan rawan terjadinya laka lantas. "Kita lihat lagi di dalam antrean panjang kenderaan itu ada mobil mewah yang tidak pantas menggunakan BBM subsidi," tandasnya.

Mahdinur mengatakan, program pemasangan stiker BBM subsidi pada kenderaan roda empat yang dilakukan Pemerintah Aceh mengadopsi program Keluarga Harapan (PKH) dari Kementerian Sosial (Kemensos) RI yang memasang stiker pada rumah warga miskin. Karena itu pula, pihaknya memilih kalimat-kalimat yang dimuat dalam stiker itu yang menggugah kesadaran seseorang. Seperti Bukan Untuk Masyarakat Yang Pura-pura Tidak Mampu dan Subsidi Untuk Rakyat, Bukan Untuk Para Penimbun Yang Jahat. Adapun yang pantas memakai premium seperti, pedagang eceran, mobil pick-up, becak, bukan mobil pribadi. Sementara mobil sebagaimana diatur dalam Perpres 191 tahun 2014. "Dengan stiker itu memudahkan mereka yang berhak mendapatkan BBM subsidi," ungkapnya.

Lihat Grafis: Asyik, Subsidi BBM dan Listrik Diperpanjang Pemerintah Hingga 2021

Pemerintah sendiri memang akan menerapkan pembatasan penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Hal ini dilakukan agar penyalurannya tepat saran dengan jumlah yang wajar. Pembatasan akan dilakukan jika digitalisasi Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) sudah tuntas untuk mencatat jumlah BBM yang disalurkan dan identitas pembeli. Dari digitalisasi SPBU ini, akan diperoleh data pembelian BBM setiap konsumen SPBU Pertamina.

Dengan penerapan digitalisasi SPBU,‎ data penyaluran BBM bisa dicatat dengan tepat, sehingga jumlah BBM bersubsidi yang disalurkan bisa dibatasi untuk setiap kendaraan.Pemerintah pun terus mendorong agar digitalisasi pada 5.518 SPBU yang ada dapat tuntas untuk pengawasan penyaluran BBM secara umum. Saat ini, dari 5.518 SPBU yang ada, digitalisasi telah dilakukan di 2.902 SPBU di mana sebanyak 2.542 SPBU juga telah dilengkapi dengan perangkat electronic data capture (EDC).

Sebagai catatan, mengacu data BPH Migas, konsumsi solar bersubsidi pada tahun lalu mencapai 16,17 juta kiloliter (KL). Realisasi tersebut 11,51% di atas kuota yang telah ditetapkan dalam APBN sebesar 14,5 juta KL. Hal yang sama juga terjadi pada konsumsi Premium yang tercatat sebesar 11,5 juta KL atau 4,53% di atas kuota 11 juta KL. Pada tahun ini, kuota solar bersubsidi ditetapkan sebesar 15,3 juta KL atau 800 ribu KL lebih tinggi dari kuota 2019. Sementara alokasi Premium dipatok tetap sebesar 11 juta KL.
(nng)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1800 seconds (0.1#10.140)