Pemerintah Jor-joran Kasih Stimulus, Waspadai Efek Sampingnya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Di tengah ekonomi yang terkontraksi akibat pandemi Covid-19, pemerintah berupaya menjaga kinerja ekonomi dengan pemberian stimulus . Dana untuk program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pun tidak main-main dengan total anggaran Rp641,17 triliun.
Namun, Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengungkapkan bahwa stimulus bisa memiliki efek samping yang perlu diwaspadai.
"Semacam obat, stimulus ini juga memiliki efek samping yang sebetulnya kita juga harus berhati-hati, terlebih penyaluran stimulus belum optimal. Ada risiko yang membayangi meski belum terjadi," ungkap David dalam Webinar "AKURAT IDEA - #2 Resesi di Depan Mata: Indonesia Harus Apa?" di Jakarta, Rabu (26/8/2020).
Dia menyampaikan, penyaluran stimulus yang masih terhambat sana sini memerlukan percepatan. Selain itu, bansos hanya natura, yang sebenarnya perlu dikombinasikan dengan transfer uang via rekening bank. Minat masyarakat untuk menggunakan fasilitas keringanan pajak juga masih kurang. (Baca juga: Parah !, Duit BLT Banyak Dipakai Buat Konsumsi Rokok )
"Di sini yang penting sebenarnya adalah bagaimana meningkatkan produktivitas. Kalau tidak, stimulus ini hanya sekadar menambal kekurangan uang, tapi tidak menambah produktivitas," tambah David.
Dia mengatakan, dengan banyaknya dana yang digelontorkan, tentunya ada risiko inflasi. "Too much money chasing too few goods. Memang daya beli masyarakat bisa pulih dengan adanya stimulus, tapi kapasitas produksi belum pulih, sehingga ini akan mendorong konsumsi barang impor," terangnya. (Baca juga: Jokowi Siapkan Perpres Khusus Awasi Anggaran Impor Vaksin Corona )
Selain itu, ada risiko pelemahan kurs yang juga meningkat. Kelebihan suplai Rupiah bisa mendorong permintaan valas baik untuk impor, pembayaran utang luar negeri, atau spekulasi. "Ini juga bisa meningkatkan potensi vicious cycle akibat outflow dana asing dari obligasi," tutur David.
Namun, Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengungkapkan bahwa stimulus bisa memiliki efek samping yang perlu diwaspadai.
"Semacam obat, stimulus ini juga memiliki efek samping yang sebetulnya kita juga harus berhati-hati, terlebih penyaluran stimulus belum optimal. Ada risiko yang membayangi meski belum terjadi," ungkap David dalam Webinar "AKURAT IDEA - #2 Resesi di Depan Mata: Indonesia Harus Apa?" di Jakarta, Rabu (26/8/2020).
Dia menyampaikan, penyaluran stimulus yang masih terhambat sana sini memerlukan percepatan. Selain itu, bansos hanya natura, yang sebenarnya perlu dikombinasikan dengan transfer uang via rekening bank. Minat masyarakat untuk menggunakan fasilitas keringanan pajak juga masih kurang. (Baca juga: Parah !, Duit BLT Banyak Dipakai Buat Konsumsi Rokok )
"Di sini yang penting sebenarnya adalah bagaimana meningkatkan produktivitas. Kalau tidak, stimulus ini hanya sekadar menambal kekurangan uang, tapi tidak menambah produktivitas," tambah David.
Dia mengatakan, dengan banyaknya dana yang digelontorkan, tentunya ada risiko inflasi. "Too much money chasing too few goods. Memang daya beli masyarakat bisa pulih dengan adanya stimulus, tapi kapasitas produksi belum pulih, sehingga ini akan mendorong konsumsi barang impor," terangnya. (Baca juga: Jokowi Siapkan Perpres Khusus Awasi Anggaran Impor Vaksin Corona )
Selain itu, ada risiko pelemahan kurs yang juga meningkat. Kelebihan suplai Rupiah bisa mendorong permintaan valas baik untuk impor, pembayaran utang luar negeri, atau spekulasi. "Ini juga bisa meningkatkan potensi vicious cycle akibat outflow dana asing dari obligasi," tutur David.
(ind)