Pengamat Soal Program Pensiun Tambahan: Jauh dari Keamanan Finansial, Justru Jadi Beban
loading...
A
A
A
JAKARTA - Rencana pemerintah meluncurkan program pensiun tambahan yang didanai dari potongan gaji pekerja, berisiko menjadi beban tambahan bagi karyawan. Meskipun dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja di masa tua, namun mengandung sejumlah kontradiksi yang berpotensi berdampak serius bagi kesejahteraan ekonomi para pekerja saat ini.
“Penerapan pungutan tambahan ini sangat jauh dari aspek memberikan jaminan keamanan finansial di masa pensiun, justru kenyataannya, banyak pekerja yang akan merasakan beban finansial lebih berat terutama dalam jangka pendek,” ujar Analis ekonomi politik FINE Institute, Kusfiardi.
Program pensiun wajib baru bagi pekerja selain BPJS Ketenagakerjaan, disebutkan amanah dari UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK). Dalam Pasal 189 ayat (4) dijelaskan bahwa pemerintah dapat melaksanakan program pensiun tambahan yang bersifat wajib yang diselenggarakan secara kompetitif bagi pekerja dengan penghasilan tertentu.
Hal itu dimaksudkan dalam rangka mengharmonisasikan seluruh program pensiun sebagai upaya peningkatan perlindungan hari tua dan memajukan kesejahteraan umum. Itulah substansi yang disebut harmonisasi program pensiun.
Namun Kusfiardi menjelaskan, bahwa tambahan pungutan yang harus ditanggung pekerja berpotensi mengurangi pendapatan yang dapat mereka gunakan untuk kebutuhan sehari-hari.
“Ketika daya beli pekerja menurun akibat potongan gaji, konsumsi domestik yang menjadi tulang punggung perekonomian kita juga dapat terpengaruh. Ini adalah dampak domino yang harus diantisipasi oleh pemerintah,” tambah Kusfiardi.
Lebih lanjut, kebijakan ini dapat memperlebar kesenjangan antara pekerja dengan pendapatan tinggi dan rendah. “Pekerja dengan gaji tinggi mungkin tidak akan terlalu merasakan dampaknya, tetapi bagi mereka yang hidupnya bergantung pada setiap rupiah dari gajinya, potongan ini bisa sangat memberatkan. Ini adalah ketidakadilan yang perlu menjadi perhatian serius,” tegas Kusfiardi.
Sesuai mandat UU PPSK, kehadiran program pensiun wajib baru itu harus dilaksanakan atau dikelola secara kompetitif. Karena bersifat tambahan, maka program pensiun tambahan yang bersifat wajib ini bakal dikelola oleh Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) dan Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK).
Selain itu, analis ini juga mengingatkan bahwa adanya pungutan tambahan tanpa perbaikan yang signifikan dalam pengelolaan program pensiun bisa menurunkan tingkat kepercayaan dan kepuasan pekerja terhadap kebijakan pemerintah.
“Jika pekerja merasa bahwa mereka dipaksa untuk menabung dengan cara yang mengurangi kualitas hidup mereka saat ini, ini bisa menimbulkan resistensi dan bahkan menurunkan motivasi kerja,” ungkapnya.
Kusfiardi menilai rencana pemerintah untuk kebijakan ini tidak memiliki dasar pemikiran yang cermat akan dampak yang menjadi beban bagi para pekerja dan efek buruk yang terjadi pada perekonomian nasioal.
“Program pensiun tambahan adalah langkah yang kontraproduktif dan merugikan pekerja yang seharusnya dilindungi,” pungkasnya.
“Penerapan pungutan tambahan ini sangat jauh dari aspek memberikan jaminan keamanan finansial di masa pensiun, justru kenyataannya, banyak pekerja yang akan merasakan beban finansial lebih berat terutama dalam jangka pendek,” ujar Analis ekonomi politik FINE Institute, Kusfiardi.
Program pensiun wajib baru bagi pekerja selain BPJS Ketenagakerjaan, disebutkan amanah dari UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK). Dalam Pasal 189 ayat (4) dijelaskan bahwa pemerintah dapat melaksanakan program pensiun tambahan yang bersifat wajib yang diselenggarakan secara kompetitif bagi pekerja dengan penghasilan tertentu.
Hal itu dimaksudkan dalam rangka mengharmonisasikan seluruh program pensiun sebagai upaya peningkatan perlindungan hari tua dan memajukan kesejahteraan umum. Itulah substansi yang disebut harmonisasi program pensiun.
Namun Kusfiardi menjelaskan, bahwa tambahan pungutan yang harus ditanggung pekerja berpotensi mengurangi pendapatan yang dapat mereka gunakan untuk kebutuhan sehari-hari.
“Ketika daya beli pekerja menurun akibat potongan gaji, konsumsi domestik yang menjadi tulang punggung perekonomian kita juga dapat terpengaruh. Ini adalah dampak domino yang harus diantisipasi oleh pemerintah,” tambah Kusfiardi.
Lebih lanjut, kebijakan ini dapat memperlebar kesenjangan antara pekerja dengan pendapatan tinggi dan rendah. “Pekerja dengan gaji tinggi mungkin tidak akan terlalu merasakan dampaknya, tetapi bagi mereka yang hidupnya bergantung pada setiap rupiah dari gajinya, potongan ini bisa sangat memberatkan. Ini adalah ketidakadilan yang perlu menjadi perhatian serius,” tegas Kusfiardi.
Sesuai mandat UU PPSK, kehadiran program pensiun wajib baru itu harus dilaksanakan atau dikelola secara kompetitif. Karena bersifat tambahan, maka program pensiun tambahan yang bersifat wajib ini bakal dikelola oleh Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) dan Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK).
Selain itu, analis ini juga mengingatkan bahwa adanya pungutan tambahan tanpa perbaikan yang signifikan dalam pengelolaan program pensiun bisa menurunkan tingkat kepercayaan dan kepuasan pekerja terhadap kebijakan pemerintah.
“Jika pekerja merasa bahwa mereka dipaksa untuk menabung dengan cara yang mengurangi kualitas hidup mereka saat ini, ini bisa menimbulkan resistensi dan bahkan menurunkan motivasi kerja,” ungkapnya.
Kusfiardi menilai rencana pemerintah untuk kebijakan ini tidak memiliki dasar pemikiran yang cermat akan dampak yang menjadi beban bagi para pekerja dan efek buruk yang terjadi pada perekonomian nasioal.
“Program pensiun tambahan adalah langkah yang kontraproduktif dan merugikan pekerja yang seharusnya dilindungi,” pungkasnya.
(akr)