AMLI : Larangan Terkait Produk Tembakau dalam PP Kesehatan Bisa Matikan Usaha Periklanan

Rabu, 18 September 2024 - 14:42 WIB
loading...
AMLI : Larangan Terkait...
Fabianus Bernadi menjelaskan pihaknya menyatakan keberatan terkait pasal 449 ayat 1 (d) dalam PP 28/2024.Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Para pengusaha periklanan dan reklame yang tergabung dalam Asosiasi Media Luar Griya Indonesia (AMLI) angkat bicara terhadap larangan periklanan yang termasuk dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024.

Selain PP 28/2024, para pengusaha juga menolak Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tentang produk tembakau dan rokok elektronik.

Ketua Umum AMLI, Fabianus Bernadi menjelaskan pihaknya menyatakan keberatan terkait pasal 449 ayat 1 (d) dalam PP 28/2024.



"Untuk itu kami menyatakan sikap penolakan yang sebenarnya sudah kita mulai sejak RPP Kesehatan pada bulan November 2023. Sikap ini disampaikan oleh seluruh pemangku kepentingan media luar griya di seluruh Indonesia," jelas Fabianus di Bintaro, Tangerang Selatan, Rabu (18/9/2024).

Dalam pasal tersebut, kata Fabi, ada batasan waktu penayangan iklan berbentuk videotron pukul 22.00 – 05.00 waktu setempat. Selain itu, larangan iklan dan penjualan produk tembakau dalam radius 500 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak pada Media Luar-Griya.

"Larangan dalam pasal PP Kesehatan itu, kita lihat cukup menyedihkan. Artinya industri media luar griya sama sekali tidak boleh berusaha, yakni mematikan usaha kami," terang Fabi.

Lebih lanjut, Fabi menerangkan PP 28/2024 itu mengandung aturan yang bias. Pihaknya menilai penerapan pasal-pasal tersebut sulit diterapkan dan terkesan pelarangan tayangan iklan produk tembakau sama sekali.

"AMLI menilai bahwa ketentuan ini akan sulit diimplementasikan karena kurangnya kejelasan definisi mengenai satuan pendidikan dan tempat bermain anak, serta potensi timbulnya pemahaman yang berbeda di masyarakat, penegak hukum, dan pelaku usaha," terang Fabi.

Fabi juga menerangkan adanya ketentuan penjualan rokok dengan kemasan polos, tanpa pembeda. Kemasan polos tersebut, menurutnya, sebagai kebijakan yang lebih parah karena tidak memiliki dasar acuan jelas.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1706 seconds (0.1#10.140)