Rebutan Harta Karun Afrika, Apakah China Menghalangi India?
loading...
A
A
A
JAKARTA - India mengincar harta karun mineral Afrika , dalam upaya meneruskan target transisi energi dan membuatnya menjadi pemain utama industri global. Lithium yang sering dijuluki emas putih, merupakan komponen yang sangat penting bagi industri dan teknologi modern.
Baterai berbasis lithium yang dapat diisi ulang jadi sangat krusial dalam menyimpan energi matahari dan angin, serta untuk menggerakkan mobil listrik. Baterai lithium-ion, yang memiliki masa pakai panjang dan kepadatan energi yang sangat baik, juga digunakan untuk memproduksi barang-barang elektronik konsumen seperti laptop dan smartphone.
Ketika dunia beralih ke sumber energi yang lebih bersih dan berkelanjutan, kemudahan akses ke lithium berpotensi memengaruhi efisiensi dan kelangsungan hidup berbagai proyek energi terbarukan di masa depan.
Peningkatan pesat adopsi kendaraan listrik secara global, membuat penambangan lithium menjadi sorotan. Permintaan lithium diproyeksikan bakal tumbuh lebih dari lima kali lipat pada tahun 2030.
Saat ini, Australia dan tiga negara Amerika Latin – Chili, Argentina, dan Bolivia, yang disebut sebagai "Segitiga Lithium," memegang lebih dari 75% pasokan lithium dunia, yang kemudian dikirim ke China untuk diproses.
Saat mineral kritis jadi rebutan di seluruh dunia ini, India yang masih pemain kecil sedang berupaya meningkatkan rantai pasokan lithiumnya dengan terlibat bersama negara-negara Afrika, serta melalui strategi lain.
Memastikan pasokan lithium mentah yang andal, menjadi sangat penting untuk produksi kendaraan listrik (EV) dan keamanan rantai pasokan, dan potensi Afrika dapat membantu memposisikan India sebagai pemimpin di pasar EV global.
India yang coba memanfaatkan Afrika dan Amerika Latin dalam mengamankan mineral penting, sudah membuka pembicaraan antar pemerintah sejak awal tahun 2024. Hal itu disampaikan oleh Veena Kumari Dermal, selaku sekretaris bersama di kementerian pertambangan.
Mineral kritis seperti lithium sangat penting dalam mendorong transisi energi. Saat ini, New Delhi sangat bergantung pada impor untuk pasokan mineral pentingnya.
"Kami melakukan banyak diskusi dengan banyak negara kaya sumber daya di Afrika serta di Amerika Latin untuk mendapatkan prioritas atau berbasis pemerintah-ke-pemerintah," kata Dermal.
Dia menambahkan, bahwa jika ada perusahaan swasta India yang tertarik berinvestasi di blok tersebut di luar negeri, kementerian pertambangan akan mencoba meminta dukungan dari kementerian urusan luar negeri untuk memastikan semua dukungan untuk membawa blok tersebut ke dalam produksi.
Hal itu disampaikan Dermal saat berbicara di India Energy Storage Week 2024 yang diselenggarakan oleh India Energy Storage Alliance (IESA) di New Delhi pada awal tahun.
"Kami telah menghubungi kedutaan besar India di negara-negara seperti Chili, Peru, Argentina, atau di negara-negara Afrika untuk menghubungi departemen mineral dan kami mendapatkan banyak umpan balik dari negara-negara tersebut," kata Dermal.
Lithium telah menjadi salah satu mineral paling penting di India, yang juga diklasifikasikan sebagai 'mineral strategis.' Namun India tidak memproduksinya di dalam negeri dan bergantung sepenuhnya pada impor.
Penemuan baru-baru ini pada Februari 2023 tentang 5,9 juta ton bijih lithium di daerah Salal-Haimna, distrik Reasi, Jammu & Kashmir, secara signifikan meningkatkan prospek lithium India.
Temuan ini dapat memposisikan India sebagai pemegang sumber daya lithium terbesar keenam secara global, di depan China. Perkembangan ini diperkirakan akan berdampak pada proyeksi pasokan lithium jangka panjang dan menengah India dan membantunya menavigasi ketidakpastian saat ini terkait dengan persaingan AS-China atas dominasi rantai pasokan EV.
Faktanya temuan ini dapat berkontribusi pada kebangkitan India, untuk menjadi pemain kunci dalam industri hijau. Dalam upaya menjadi pemasok baterai lithium-ion yang andal, India harus bersaing dengan China.
Hal ini dilakukan mengingat peluang ekspor baterai di masa depan dan peringkat India yang belum lama ini meningkat sebagai pasar kendaraan terbesar ketiga di dunia. Jika India berhasil, maka kemungkinan dapat mengekspor sepeda motor berkapasitas rendah, skuter, dan peralatan pertanian yang terjangkau ke negara-negara berkembang lainnya.
Namun tantangan tetap ada. Pasalnya cadangan lithium yang terdeteksi tersebut, terletak di wilayah paling bergejolak secara politik di India yakni sekitar tiga puluh mil jauhnya dari Line of Control, yang memisahkan Kashmir yang diduduki Pakistan dari wilayah persatuan India.
Sejak 1947, wilayah ini telah menyaksikan banyak konflik dan pertempuran kekerasan meletus antara India dan Pakistan, sering dipicu oleh separatis Pakistan. Selain itu, kabupaten Reasi merupakan daerah perbukitan dengan ekosistem yang rapuh.
Sementara bila dibandingkan dengan cadangan di Bolivia (21 juta ton), Argentina (17 juta ton), dan Australia (6,3 juta ton), temuan lithium India relatif tidak cukup besar. Jadi meskipun penemuan ini akan mendongkrak ekonomi hijau, hal itu tidak memadai.
Kondisi yang penuh ketidakpastian, maka tidak mengherankan India juga mengeksplorasi lithium di luar perbatasan nasionalnya hingga mencarinya ke benua Afrika.
Mereka menawarkan bakal memberikan akses ke sumber daya mineral vital dengan imbalan pembayaran sebagian dari pinjaman pembangunan mereka. Namun spesifikasi negara-negara ini masih belum diungkapkan, tetapi mendapatkan akses ke lithium Afrika akan secara signifikan memajukan pertumbuhan industri hijau India.
Mendapatkan akses ke sumber daya Afrika menjadi sangat penting untuk pengembangan industri lithium India, namun dominasi China di bidang ini menjadi penghalang utama.
Selama bertahun-tahun, China telah memonopoli beberapa rantai pasokan mineral utama, termasuk kobalt, lithium, dan banyak logam tanah jarang. China mengendalikan sebagian besar rantai pasokan lithium global dan merupakan penyuling lithium terkemuka.
Meskipun hanya memegang sebagian kecil dari cadangan lithium dunia—yakni kurang dari 7%, China memproduksi sebagian besar kendaraan energi baru yang dijualnya. China adalah importir, penyuling, dan konsumen lithium terbesar, menangani 70% dari output global dan membeli 70% senyawa lithium, sebagian besar untuk sektor manufaktur baterai domestiknya.
Sejak 2018, China yang bergantung pada impor untuk sekitar dua pertiga bahan bakunya, telah secara agresif mengakuisisi tambang lithium besar di seluruh dunia. Dalam beberapa tahun terakhir, China berinvestasi di tambang di Zimbabwe, Republik Demokratik Kongo, Argentina, Australia, dan Kanada.
Menurut beberapa perkiraan pada tahun 2025, tambang di bawah kendali China diperkirakan akan menghasilkan 705.000 ton lithium olahan.
Ketergantungan India pada impor dari China dan rantai pasokannya yang rapuh menimbulkan risiko bagi stabilitas aksesnya ke mineral penting.Di sinilah letak paradoksnya: agar India bergerak maju dalam mengamankan pasokan lithium, maka harus menavigasi hubungannya dengan China secara lebih efektif.
Kini ketika India melirik Afrika sebagai target mendapatkan amunisi lithium, perusahaan-perusahaan China sudah lama bergerak aktif di lapangan dengan mengakuisisi tambang Afrika dan mendirikan kilang pengolahan domestik.
India harus berkolaborasi dengan negara-negara yang berpikiran sama untuk menantang dominasi China. Bagaimanapun New Delhi harus bisa mengatasi 'tantangan China' dalam mengamankan akses ke sumber daya lithium Afrika.
Baterai berbasis lithium yang dapat diisi ulang jadi sangat krusial dalam menyimpan energi matahari dan angin, serta untuk menggerakkan mobil listrik. Baterai lithium-ion, yang memiliki masa pakai panjang dan kepadatan energi yang sangat baik, juga digunakan untuk memproduksi barang-barang elektronik konsumen seperti laptop dan smartphone.
Ketika dunia beralih ke sumber energi yang lebih bersih dan berkelanjutan, kemudahan akses ke lithium berpotensi memengaruhi efisiensi dan kelangsungan hidup berbagai proyek energi terbarukan di masa depan.
Peningkatan pesat adopsi kendaraan listrik secara global, membuat penambangan lithium menjadi sorotan. Permintaan lithium diproyeksikan bakal tumbuh lebih dari lima kali lipat pada tahun 2030.
Saat ini, Australia dan tiga negara Amerika Latin – Chili, Argentina, dan Bolivia, yang disebut sebagai "Segitiga Lithium," memegang lebih dari 75% pasokan lithium dunia, yang kemudian dikirim ke China untuk diproses.
Saat mineral kritis jadi rebutan di seluruh dunia ini, India yang masih pemain kecil sedang berupaya meningkatkan rantai pasokan lithiumnya dengan terlibat bersama negara-negara Afrika, serta melalui strategi lain.
Memastikan pasokan lithium mentah yang andal, menjadi sangat penting untuk produksi kendaraan listrik (EV) dan keamanan rantai pasokan, dan potensi Afrika dapat membantu memposisikan India sebagai pemimpin di pasar EV global.
Siasat India Mengamankan Pasokan Lithium
India yang coba memanfaatkan Afrika dan Amerika Latin dalam mengamankan mineral penting, sudah membuka pembicaraan antar pemerintah sejak awal tahun 2024. Hal itu disampaikan oleh Veena Kumari Dermal, selaku sekretaris bersama di kementerian pertambangan.
Mineral kritis seperti lithium sangat penting dalam mendorong transisi energi. Saat ini, New Delhi sangat bergantung pada impor untuk pasokan mineral pentingnya.
"Kami melakukan banyak diskusi dengan banyak negara kaya sumber daya di Afrika serta di Amerika Latin untuk mendapatkan prioritas atau berbasis pemerintah-ke-pemerintah," kata Dermal.
Dia menambahkan, bahwa jika ada perusahaan swasta India yang tertarik berinvestasi di blok tersebut di luar negeri, kementerian pertambangan akan mencoba meminta dukungan dari kementerian urusan luar negeri untuk memastikan semua dukungan untuk membawa blok tersebut ke dalam produksi.
Hal itu disampaikan Dermal saat berbicara di India Energy Storage Week 2024 yang diselenggarakan oleh India Energy Storage Alliance (IESA) di New Delhi pada awal tahun.
"Kami telah menghubungi kedutaan besar India di negara-negara seperti Chili, Peru, Argentina, atau di negara-negara Afrika untuk menghubungi departemen mineral dan kami mendapatkan banyak umpan balik dari negara-negara tersebut," kata Dermal.
Lithium telah menjadi salah satu mineral paling penting di India, yang juga diklasifikasikan sebagai 'mineral strategis.' Namun India tidak memproduksinya di dalam negeri dan bergantung sepenuhnya pada impor.
Penemuan baru-baru ini pada Februari 2023 tentang 5,9 juta ton bijih lithium di daerah Salal-Haimna, distrik Reasi, Jammu & Kashmir, secara signifikan meningkatkan prospek lithium India.
Temuan ini dapat memposisikan India sebagai pemegang sumber daya lithium terbesar keenam secara global, di depan China. Perkembangan ini diperkirakan akan berdampak pada proyeksi pasokan lithium jangka panjang dan menengah India dan membantunya menavigasi ketidakpastian saat ini terkait dengan persaingan AS-China atas dominasi rantai pasokan EV.
Faktanya temuan ini dapat berkontribusi pada kebangkitan India, untuk menjadi pemain kunci dalam industri hijau. Dalam upaya menjadi pemasok baterai lithium-ion yang andal, India harus bersaing dengan China.
Hal ini dilakukan mengingat peluang ekspor baterai di masa depan dan peringkat India yang belum lama ini meningkat sebagai pasar kendaraan terbesar ketiga di dunia. Jika India berhasil, maka kemungkinan dapat mengekspor sepeda motor berkapasitas rendah, skuter, dan peralatan pertanian yang terjangkau ke negara-negara berkembang lainnya.
Namun tantangan tetap ada. Pasalnya cadangan lithium yang terdeteksi tersebut, terletak di wilayah paling bergejolak secara politik di India yakni sekitar tiga puluh mil jauhnya dari Line of Control, yang memisahkan Kashmir yang diduduki Pakistan dari wilayah persatuan India.
Sejak 1947, wilayah ini telah menyaksikan banyak konflik dan pertempuran kekerasan meletus antara India dan Pakistan, sering dipicu oleh separatis Pakistan. Selain itu, kabupaten Reasi merupakan daerah perbukitan dengan ekosistem yang rapuh.
Sementara bila dibandingkan dengan cadangan di Bolivia (21 juta ton), Argentina (17 juta ton), dan Australia (6,3 juta ton), temuan lithium India relatif tidak cukup besar. Jadi meskipun penemuan ini akan mendongkrak ekonomi hijau, hal itu tidak memadai.
Kondisi yang penuh ketidakpastian, maka tidak mengherankan India juga mengeksplorasi lithium di luar perbatasan nasionalnya hingga mencarinya ke benua Afrika.
Pencarian India hingga Afrika
India membidik wilayah Afrika untuk memenuhi permintaan mineral kritisnya, terutama di Zambia, Namibia, Republik Demokratik Kongo (DRC), Ghana, hingga Mozambik. Beberapa negara Afrika bahkan dilaporkan sudah mendekati pemerintah India pada awal tahun 2022.Mereka menawarkan bakal memberikan akses ke sumber daya mineral vital dengan imbalan pembayaran sebagian dari pinjaman pembangunan mereka. Namun spesifikasi negara-negara ini masih belum diungkapkan, tetapi mendapatkan akses ke lithium Afrika akan secara signifikan memajukan pertumbuhan industri hijau India.
Mendapatkan akses ke sumber daya Afrika menjadi sangat penting untuk pengembangan industri lithium India, namun dominasi China di bidang ini menjadi penghalang utama.
Selama bertahun-tahun, China telah memonopoli beberapa rantai pasokan mineral utama, termasuk kobalt, lithium, dan banyak logam tanah jarang. China mengendalikan sebagian besar rantai pasokan lithium global dan merupakan penyuling lithium terkemuka.
Meskipun hanya memegang sebagian kecil dari cadangan lithium dunia—yakni kurang dari 7%, China memproduksi sebagian besar kendaraan energi baru yang dijualnya. China adalah importir, penyuling, dan konsumen lithium terbesar, menangani 70% dari output global dan membeli 70% senyawa lithium, sebagian besar untuk sektor manufaktur baterai domestiknya.
Sejak 2018, China yang bergantung pada impor untuk sekitar dua pertiga bahan bakunya, telah secara agresif mengakuisisi tambang lithium besar di seluruh dunia. Dalam beberapa tahun terakhir, China berinvestasi di tambang di Zimbabwe, Republik Demokratik Kongo, Argentina, Australia, dan Kanada.
Menurut beberapa perkiraan pada tahun 2025, tambang di bawah kendali China diperkirakan akan menghasilkan 705.000 ton lithium olahan.
Ketergantungan India pada impor dari China dan rantai pasokannya yang rapuh menimbulkan risiko bagi stabilitas aksesnya ke mineral penting.Di sinilah letak paradoksnya: agar India bergerak maju dalam mengamankan pasokan lithium, maka harus menavigasi hubungannya dengan China secara lebih efektif.
Kini ketika India melirik Afrika sebagai target mendapatkan amunisi lithium, perusahaan-perusahaan China sudah lama bergerak aktif di lapangan dengan mengakuisisi tambang Afrika dan mendirikan kilang pengolahan domestik.
India harus berkolaborasi dengan negara-negara yang berpikiran sama untuk menantang dominasi China. Bagaimanapun New Delhi harus bisa mengatasi 'tantangan China' dalam mengamankan akses ke sumber daya lithium Afrika.
(akr)